Batas Tanggung Jawab Notaris/PPAT Terhadap Hasil Korupsi dan Pencucian Uang

Batas Tanggung Jawab Notaris/PPAT Terhadap Hasil Korupsi dan Pencucian Uang

Notaris/PPAT perlu mengatur secara internal prinsip kehati-hatian mengenai Pengguna Jasa. Profiling Pengguna Jasa penting agar notaris/PPAT tidak ikut terseret tindak pidana korupsi atau pencucian uang.
Batas Tanggung Jawab Notaris/PPAT Terhadap Hasil Korupsi dan Pencucian Uang

Pelaku kejahatan terus mengembangkan modus untuk menyembunyikan hasil kejahatannya. Jika menghasilkan uang banyak, uang hasil kejahatan tak lagi sekadar memecahnya ke dalam banyak rekening, tetapi juga menggunakan jalur yang rumit dan melibatkan pihak lain.  Upaya penelusuran hasil kejahatan menjadi makin rumit, dan otoritas dituntut semakin jeli dalam menelusuri setiap celah penting yang potensial dimanfaatkan. Pemanfaatan jasa pihak tertentu seperti notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sudah menjadi rahasia umum. 

Melalui produk ‘akta otentik’, pelaku kejahatan yang ingin mencuci kekayaannya bisa mendatangi dan meminta bantuan notaris/PPAT. Harta hasil kejahatan yang berhulu dari predicate crime, akhirnya bisa saja tercuci bersih sehingga ‘tampak’ legal berkat kekuatan sebuah akta otentik. 

Berangkat dari kekhawatiran itu, Pasal 3 PP No. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengkategorikan notaris/PPAT ke dalam golongan profesi yang wajib melaporkan transaksi keuangan mencurigakan (TKM) pengguna jasanya kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Paling lambat, Notaris/PPAT diwajibkan melapor ke PPAT paling lama tiga hari sejak TKM diketahui. Kewajiban ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 23 ayat (1) Perka PPATK No. 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Mencurigakan Bagi Profesi. Tabel di bawah menjabarkan kapan suatu transaksi bisa dikatakan merupakan transaksi keuangan mencurigakan.

Pasal 1 PP No. 43 Tahun 2015 mendefinisikan TKM sebagai berikut:

1.Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan;
2.Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan TPPU;
3.Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
4.Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh pihak pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional