Pertimbangan Hakim tentang ‘Bukan Bukti Baru yang Menentukan’

Pertimbangan Hakim tentang ‘Bukan Bukti Baru yang Menentukan’

Berdasarkan UU Mahkamah Agung, permohonan PK akan dikabulkan jika ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan. Interpretasi terhadap novum berkembang dalam praktik. Perhatikan apa saja yang bukan merupakan bukti yang bersifat menentukan.
Pertimbangan Hakim tentang ‘Bukan Bukti Baru yang Menentukan’

Dalam sengketa yang bersifat perdata, selalu tersedia upaya hukum bagi para pihak yang keberatan dengan putusan. Peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa. Sebagai upaya hukum luar biasa, ruang bagi para pihak membangun argumentasi relatif terbatas. Pasal 24 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengguratkan: “Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yangt ditentukan dalam undang-undang”.

Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman hanya menyebut frasa ‘hal atau keadaan tertentu’ sebagai alasan mengajukan Peninjauan Kembali (PK), sekaligus merujuk ketentuan lebih lanjut pada undang-undang lain. Selama ini alasan PK itu merujuk pada Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA), sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009. Inilah yang kemudian dikenal publik dengan istilah novum. Martin Basiang (2009: 307) menyebutkan novum sebagai sesuatu yang baru, alasan yang baru muncul, hal baru yang muncul kemudian. Jika disebut noviter perventa dalam bahasa Latin, maksudnya adalah baru diketahui. Dalam bahasa Belanda, novum adalah nieuw feit dat zich bij rechterlijke of administratieve behandeling in tweede instantie voordoet, of dat aanleiding kan geven tot herziening of revisie.

Ada enam alasan mengajukan PK di lingkungan peradilan umum yang dibenarkan menurut Pasal 67 UU MA. Pertama, apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu. Kedua, apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan. Ketiga, apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada apa yang dituntut. Keempat, apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya. Kelima, apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atau dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu sama lain. Terakhir, keenam, apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Mahkamah Agung dalam putusan No. 34 PK/Pdt/1984 tanggal 2 Oktober 1984 menegaskan alasan peninjauan kembali dapat dibenarkan. Pemohon telah mengajukan bukti-bukti baru yang bersifat novum, sehingga putusan kasasi yang dimohonkan PK dibatalkan. Sebaliknya, Mahkamah Agung, dalam putusan No. 02 PK/N/HAKI/2002 tanggal 19 Februari 2003 menegaskan alasan PK bersifat limitatif, hanya yang disebutkan dalam Pasal 67 UU MA. Permohonan PK yang ternyata tidak termasuk ke dalam salah satu alasan tersebut harus ditolak. Tidak mengherankan sebagian besar permohonan PK yang diajukan ditolak Mahkamah Agung, sebagaimana dapat terlihat dalam tabel berikut ini.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional