Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Mengenal Apa Itu PPJB dalam Proses Jual Beli Tanah

Share
Pertanahan & Properti

Mengenal Apa Itu PPJB dalam Proses Jual Beli Tanah

Mengenal Apa Itu PPJB dalam Proses Jual Beli Tanah
Wilson Pompana, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron

Bacaan 8 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Saya ada pertanyaan, kita ambil contoh si A memiliki tanah seluas 128 m2 dan legalitasnya SHM, dibeli si B 50 m2, tetapi si B baru memiliki legalitas PPJB (belum ada balik nama atau pemecahan sertifikat). Nah, kemudian si B ini ada kebutuhan mendesak dan tanah itu dijual ke si C. Lalu si C berniat ingin balik nama. Si C kemudian pergi ke kantor notaris tempat mantan penjual membuat PPJB dulu, dan dijelaskan bahwa si C ingin langsung buat Akta Jual Beli saja namun notaris merekomendasi untuk membuat PPJB dulu plus akta pembatalan transaksi sebelumnya. Padahal PPJB sifatnya hanya pengikatan saja belum ada kekuatan, namun jika dibuat akta jual beli, pertanyaan saya adalah: 1. Apakah memang prosedurnya harus dibuat PPJB dulu? 2. Apakah SHM yang induk 128 m2 harus dipecah dulu baru dibuatkan akta jual beli setelah pecah baru dibuat AJB? 3. Apakah memungkinkan jika mau skip PPJB? Terima kasih.

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Pada prinsipnya peralihan hak atas tanah tidak mengharuskan adanya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”). PPJB adalah perjanjian pendahuluan sebelum dilakukannya perjanjian jual beli dengan Akta Jual Beli (“AJB”).

    Perlu diketahui, jika mengacu kepada SEMA 4/2016, peralihan hak atas tanah berdasarkan PPJB secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan itikad baik.

    Penjelasan selengkapnya dapat dibaca pada ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel berjudul Kedudukan Hukum PPJB dalam Proses Jual Beli Tanah yang pertama kali dipublikasikan pada 26 April 2021 dan dimutakhirkan pertama kali pada Senin, 7 Februari 2022.

    KLINIK TERKAIT

    AJB Hilang? Lakukan Langkah Ini

    31 Jan, 2022

    AJB Hilang? Lakukan Langkah Ini

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    PPJB adalah singkatan dari perjanjian pengikatan jual beli. PPJB merupakan istilah yang umum dikenal dalam proses jual beli tanah atau rumah. Namun, perlu diketahui bahwa PPJB tidak diatur secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, terdapat sejumlah peraturan yang menggunakan istilah PPJB, salah satunya PP 14/2016 dan perubahannya.

    Definisi Sistem PPJB dan PPJB

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Dalam PP 14/2016 tersebut, diterangkan bahwa sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara setiap orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau perjanjian pengikatan jual beli sebelum ditandatangani akta jual beli.[1]

    Kemudian, diterangkan bahwa PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dibuat di hadapan notaris.[2]

    Tujuan PPJB

    Berdasarkan pengertian PPJB dan sistem PPJB di atas, secara umum dapatlah dipahami bahwa PPJB adalah kesepakatan awal antara calon penjual dengan calon pembeli yang memperjanjikan akan dilakukannya transaksi jual beli atas suatu benda, pada umumnya benda tidak bergerak termasuk tanah.

    Tujuan dari PPJB adalah untuk mengikat calon penjual agar pada saat yang telah diperjanjikan ia akan menjual benda/hak miliknya kepada calon pembeli, dan pada saat yang sama perjanjian tersebut juga mengikat calon pembeli untuk membeli benda/hak milik calon penjual, sesuai dengan ketentuan yang telah diperjanjikan para pihak.

    Jenis PPJB

    Ada dua jenis atau versi dalam PPJB, yaitu PPJB belum lunas dan PPJB lunas.

    1. PPJB belum lunas adalah PPJB yang baru merupakan janji-janji karena biasanya harganya belum lunas.
    2. PPJB lunas adalah PPJB yang sudah dilakukan secara lunas, namun belum bisa dilaksanakan pembuatan akta jual belinya di hadapan PPAT karena ada proses yang belum selesai, misal pemecahan sertifikat, dan lainnya.

    Syarat PPJB

    Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam tahap pembangunan dapat dilakukan pemasaran oleh pelaku pembangunan melalui sistem PPJB. Namun sistem PPJB tersebut hanya dapat dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:[3]

    1. status kepemilikan tanah;
    2. hal yang diperjanjikan;
    3. PBG;
    4. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan
    5. keterbangunan paling sedikit 20%.

    Kekuatan Hukum PPJB

    Dalam PP 24/1997 disebutkan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[4]

    Adapun PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.[5]

    Dari ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang diakui secara tegas sebagai salah satu cara peralihan hak atas tanah adalah adanya Akta Jual Beli (“AJB”), meskipun baik PPJB dan AJB adalah bagian dari proses jual beli tanah.

    Kemudian, menjawab pertanyaan Anda, biasanya PPJB digunakan karena tanah yang akan menjadi objek jual beli belum dapat dialihkan seketika itu karena alasan tertentu, misalnya saja karena tanahnya masih dalam agunan atau masih menunggu proses pemecahan sertifikat, dan lain-lain. Sehingga menurut hemat kami, PPJB bukan merupakan keharusan, namun dapat dilakukan jika pihak-pihak menghendaki PPJB sebelum dibuatnya AJB.

    Meskipun pada prinsipnya PPJB adalah tidak mengakibatkan beralihnya hak kepemilikan, namun jika mengacu pada Lampiran SEMA 4/2016 (hal. 4), peralihan hak atas tanah berdasarkan PPJB secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan iktikad baik.

    Pemecahan Bidang Tanah atau Jual Beli Dulu?

    Kemudian, menjawab pertanyaan kedua Anda, berdasarkan ketentuan Pasal 95 ayat (1) huruf a Permen ATR/BPN 3/1997 diterangkan bahwa AJB merupakan salah satu akta tanah yang dapat dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Dalam hal ini termasuk pemecahan bidang tanah yang merupakan salah satu bentuk perubahan data fisik. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa AJB dapat dilaksanakan terlebih dahulu baru kemudian AJB tersebut dijadikan dasar permohonan pemecahan bidang tanah.

    Di sisi lain, berdasarkan Pasal 133 ayat (1) ATR/BPN 3/1997, dalam permohonan pemecahan bidang tanah yang telah didaftar, tidak disyaratkan untuk mencantumkan AJB.

    Lebih lanjut, dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa apabila hendak dilakukan pemecahan bidang tanah, maka yang perlu dilampirkan dalam permohonannya adalah:

    1. Sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
    2. Identitas pemohon.
    3. Persetujuan tertulis pemegang hak tanggungan, apabila hak atas tanah yang bersangkutan dibebani hak tanggungan.

    Sehingga, dari kedua pasal tersebut kami menyimpulkan bahwasannya tidak ada ketentuan yang mengharuskan dilakukannya pemecahan bidang tanah terlebih dahulu sebelum dilakukannya AJB maupun sebaliknya. Dengan demikian, para pihak boleh memilih melakukan AJB terlebih dahulu atau melakukan pemecahan bidang tanah terlebih dahulu.

    Dalam praktik, umumnya penjualan sebagian hak atas tanah dilakukan dengan pemecahan bidang tanah terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk memudahkan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut. Selain itu, dengan demikian setelah adanya AJB pihak pembeli dapat segera melakukan proses balik nama.

    Berdasarkan jawaban atas pertanyaan Anda di atas, dapatlah disimpulkan bahwa dalam proses peralihan hak atas tanah, terlebih atas tanah yang telah dilakukan pemecahan sertifikat, sangat mungkin untuk dilakukan dengan langsung membuat AJB di hadapan PPAT tanpa harus lebih dulu membuat PPJB.

    Pada prinsipnya peralihan hak atas tanah tidak mengharuskan adanya PPJB. PPJB merupakan perjanjian pendahuluan sebelum dilakukannya perjanjian jual beli dengan AJB.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban kami terkait PPJB sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;
    4. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang diubah kedua kalinya dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan diubah ketiga kalinya dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
    5. Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

    [1] Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan aas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (“PP 12/2021”)

    [2] Pasal 1 angka 11 PP 12/2021

    [3] Pasal 22 ayat (3) dan (5) PP 12/2021

    [4] Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

    [5] Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

    TAGS

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua