Apa itu delik formil dan delik materil? Adakah tips untuk membedakan suatu pasal pidana apakah itu masuk delik formil atau delik materil? Misalnya dari rumusan pasal, ada kata kunci tertentu yang menjadi acuan. Bagaimana cara membedakan delik formil dan delik materil?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Delik atau “delictum” dalam bahasa latin, dapat diartikan sebagai tindak pidana, peristiwa pidana, atau perbuatan pidana. Adapun tindak pidana adalah terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu strafbaar feit yang artinya suatu perbuatan manusia yang dapat dihukum.
Dalam mempelajari delik, kita juga akan diperkenalkan dengan macam-macam delik, antara lain delik formil dan delik materil. Apa perbedaannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Cara Membedakan Delik Formil dan Delik Materil yang dibuat oleh Yuda Pencawan, S.H. dari Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron yang pertama kali dipublikasikan pada 9 Mei 2016.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Apa itu Delik?
Sebelumnya, penting untuk kita ketahui bahwa delik merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin yaitu “delictum”. Delik dapat diartikan sebagai tindak pidana, peristiwa pidana, atau perbuatan pidana.[1] Adapun tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu strafbaar feit sebagai suatu perbuatan manusia yang dapat dihukum.[2]
Berdasarkan pendapat Pompe yang dikutip Andi Sofyan danNur Azisa dalam bukunya buku Hukum Pidana (hal. 98), tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.
Selain itu, mengenai tindak pidana, KUHP lama tidak menjelaskan mengenai apa itu tindak pidana. Sementara dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[3] yaitu tahun 2026, menjelaskan tentang apa itu tindak pidana.
Menurut Pasal 12 ayat (1) UU 1/2023, tindak pidana adalah perbuatan yang oleh peraturan perundang-undangan diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan. Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, suatu perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan oleh peraturan perundang-undangan harus bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.[4] Kemudian, setiap tindak pidana bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.[5]
Kemudian, dalam mempelajari delik, kita juga akan diperkenalkan dengan macam-macam delik, antara lain delik formil dan delik materil. Lantas, apa yang dimaksud dengan delik formil dan delik materil?
Delik Formil dan Delik Materil
P.A.F LamintangdanFranciscus Theojunior Lamintang dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (hal. 212) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan delik formil adalah delik yang telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Sedangkan, delik materil adalah delik yang dianggap telah selesai dengan ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
Selain itu, Mahrus Ali dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pidana (hal. 209) mendefinisikan delik formil sebagai perbuatan pidana yang telah dianggap selesai dengan telah dilakukannya perbuatan yang dilarang dalam undang-undang tanpa mempersoalkan akibatnya. Sedangkan delik materil adalah perbuatan pidana yang perumusannya dititikberatkan pada akibat yang dilarang.
Menjawab pertanyaan Anda mengenai cara membedakan delik formil dan delik materil, sebagai referensi, kami mengutip pendapat dari Adami Chazawi dalam bukunya Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana (hal. 119), yang menyatakan:
Disebut dengan cara formil karena dalam rumusan dicantumkan secara tegas perihal larangan melakukan perbuatan tertentu. Yang menjadi pokok larangan dalam rumusan itu ialah melakukan perbuatan tertentu. Dalam hubungannya dengan selesainya tindak pidana, jika perbuatan yang menjadi larangan itu selesai dilakukan, tindak pidana itu selesai pula tanpa bergantung pada akibat yang timbul dari perbuatan.
Sedangkan perumusan dengan cara materil maksudnya ialah yang menjadi pokok larangan tindak pidana ialah pada menimbulkan akibat tertentu, disebut dengan akibat yang dilarang atau akibat konstitutif.Titik beratnya larangan adalah pada menimbulkan akibat, sedangkan wujud perbuatan apa yang menimbulkan akibat itu tidak menjadi persoalan. Dalam hubungannya dengan selesainya tindak pidana, maka untuk selesainya tindak pidana bukan bergantung pada selesainya wujud perbuatan, tetapi bergantung pada apakah dari wujud perbuatan itu akibat yang dilarang telah timbul atau belum.
Secara singkat dapat kami simpulkan bahwa, kedua delik tersebut menitikberatkan pada cara merumuskan tindak pidananya. Namun, delik formil tidak mempersoalkan akibat, dengan terjadinya tindak pidana sudah dinyatakan tindak pidana tersebut telah terjadi. Berbeda dengan delik materil, tindak pidana dinyatakan terjadi jika telah ada akibatnya.
Contoh Delik Formil dan Delik Materil
Untuk mempermudah pemahaman Anda mengenai perbedaan delik formil dan delik materil, kami akan berikan contoh pasal dari delik formil dan delik materil.
Pasal delik formil dapat Anda temukan pada Pasal 362 KUHP dan Pasal 476 UU 1/2023, tentang tindak pidana pencurian, sebagai berikut:
Pasal 362 KUHP
Pasal 476 UU 1/2023
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.[6]
Setiap orang yang mengambil suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dipidana karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu sebesar Rp500 juta.[7]
Sedangkan untuk pasal delik materil dapat Anda temukan pada Pasal 338 KUHP dan Pasal 458 ayat (1) UU 1/2023, tentang tindak pidana pembunuhanyang berbunyi:
Pasal 338 KUHP
Pasal 458 ayat (1) UU 1/2023
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Setiap orang yang merampas nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Kesimpulannya, dari contoh pasal delik formil dan delik materil di atas, dalam delik formil misalnya delik pencurian, yang dianggap sebagai pelaku adalah barang siapa mengambil barang sebagian atau seluruhnya milik orang lain dengan maksud memiliki secara melawan hukum. Sebagaimana telah kami jelaskan, dalam delik formil tidak diperlukan adanya akibat, dengan terjadinya tindak pidana, sudah dinyatakan tindak pidana tersebut telah terjadi. Sedangkan pada delik materil, yang dianggap sebagai pelaku adalah barangsiapa yang menimbulkan akibat hilangnya nyawa orang lain.[8]
Adami Chazawi. Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010.
Albert Aries. Hukum Pidana Indonesia Menurut KUHP Lama & KUHP Baru Dilengkapi dengan Asas, Yurisprudensi & Postulat Lain. Depok: Rajawali Press, 2020;
Andi Sofyan dan Nur Azisa. Hukum Pidana. Makassar: Pustaka Pena Press, 2016;
H. Suyanto. Pengantar Hukum Pidana. Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2018;
Joko Sriwidodo. Kajian Hukum Pidana Indonesia: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Kepel Press, 2019;
Mahrus Ali. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2011;
P.A.F Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
[1] Joko Sriwidodo. Kajian Hukum Pidana Indonesia: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Kepel Press, 2019, hal. 119
[2] Albert Aries. Hukum Pidana Indonesia Menurut KUHP Lama & KUHP Baru Dilengkapi dengan Asas, Yurisprudensi & Postulat Lain. Depok: Rajawali Press, 2020, hal. 86