Apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat? Mengapa Indonesia mengatur jenis pelanggaran berat HAM hanya dua jenis, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida dalam UU 26/2000 (Pengadilan HAM)? Sedangkan dalam Statuta Roma ada 4 macam.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, pelanggaran HAM berat adalah pelanggaran HAM sebagaimana dimaksud dalam UU 26/2000 yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
UU 26/2000 hanya mengadopsi 2 dari 4 kejahatan internasional yang diatur dalam Statuta Roma, yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan tidak memasukkan “kejahatan perang” dan “kejahatan agresi”.
Tidak dimasukkannya substansi “kejahatan perang” serta “kejahatan agresi” menjadi permasalahan tersendiri, terutama jika ditemukan pelanggaran berat HAM perihal “kejahatan perang” dan “kejahatan agresi” di kemudian hari, konsekuensinya adalah kejahatan tersebut tidak dapat dituntut dan diadili berdasarkan UU 26/2000.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Ini 2 Pelanggaran HAM Berat yang Diatur di Indonesia yang dibuat oleh Milda Istiqomah, S.H., MTCP., Ph.D dari PERSADA UB dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 23 Agustus 2021.
Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan HAM.
Pengertian HAM
Menurut The United Nations Centre for Human Rights, Hak Asasi Manusia (“HAM”) adalah “those rights which are in our nature and without which we can not live as human beings”.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Soedjono Dirdjosisworo mendefinisikan bahwa HAM merupakan hak-hak yang melekat pada setiap manusia sejak lahir, tidak dapat dibatasi, dikurangi atau diingkari oleh siapapun juga, karena merupakan nilai-nilai dan martabat kemanusiaan setiap individu.[2]
Sedangkan secara yuridis berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 26/2000:
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Apa yang Dimaksud dengan Pelanggaran HAM Berat?
Menjawab pertanyaan mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM berat adalah pelanggaran HAM sebagaimana dimaksud dalam UU 26/2000 yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.[3]
Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM Berat
Sebagaimana telah diterangkan dalam sub-bab apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat sebelumnya, di Indonesia bentuk pelanggaran HAM berat adalah meliputi:
Kejahatan genosida, yakni setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:[4]
membunuh anggota kelompok;
mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan terhadap kemanusiaan, yakni salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan itu ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:[5]
pembunuhan;
pemusnahan;
perbudakan;
pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
penyiksaan;
perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
penghilangan orang secara paksa; atau
kejahatan apartheid.
Romli Atmasasmita berpendapat bahwa pelanggaran HAM berat adalah tindakan yang bersifat sistematis dan meluas. Kedua kata tersebut merupakan kata kunci yang bersifat melekat dan mutlak dan harus ada pada setiap tindakan pelanggaran HAM berat, khusus kaitannya dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Unsur sistematis dan meluas tersebut merupakan faktor penting dan signifikan yang membedakan antara pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana biasa menurut KUHP atau perundang-undangan pidana lainnya.[6]
Dalam Statuta Roma, sistematik dan meluas disebut dengan istilah widespread and sistematic attack, di mana serangan tersebut ditujukan langsung pada penduduk sipil.
Jadi, menjawab apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM berat adalah setiap tindakan pelanggaran HAM, meliputi kejahatan genosida dan/atau kejahatan terhadap kemanusiaan yang memenuhi unsur-unsur yang kami jelaskan di atas.
Contoh Pelanggaran HAM Berat di Indonesia
Contoh pelanggaran HAM berat di Indonesia adalah kasus Abilio Jose Osorio Soares yang dinyatakan telah melakukan pelanggaran HAM berat berupa pembunuhan terhadap penduduk sipil pro kemerdekaan yang berada di provinsi TK. I Timor Leste sebelum dilaksanakannya jajak pendapat untuk menentukan nasib masa depan rakyat Timor-Timor di Dilli yang kasusnya diputus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 45 PK/Pid/Ham Ad Hoc/2004.
Dalam kasus tersebut, di pengadilan tingkat pertama, banding, dan kasasi, terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan (hal. 531-532). Akan tetapi, Majelis Hakim di tingkat Peninjauan Kembali kemudian menyatakan bahwa ia tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tersebut, dan ia dibebaskan dari segala dakwaan (hal. 557-558).
Mengapa Indonesia Hanya Mengatur 2 Kategori Pelanggaran HAM Berat?
Setelah membahas mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, selanjutnya menjawab pertanyaan kedua Anda, mengapa Indonesia hanya mengatur 2 kategori pelanggaran HAM berat? Padahal, menurut Statuta Roma ada 4 jenis pelanggaran HAM berat:[7]
Kejahatan genosida (the crime of genocide);
Kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity);
Kejahatan perang (war crimes);
Kejahatan agresi (the crime of aggression).
Pada dasarnya Indonesia meletakkan pelanggaran HAM berat dalam kebijakan serta aturan hukum domestik. Niat Indonesia untuk mengatur sendiri permasalahan konflik bersenjata internal, dapat dilihat dari tidak dimasukkannya “war crimes” dan “aggression” dalam UU 26/2000, padahal UU tersebut apabila dilihat tekstual legalnya merupakan ratifikasi dari Statuta Roma. UU 26/2000 hanya mengadopsi 2 dari 4 kejahatan internasional yang diatur dalam Statuta Roma, yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan tidak memasukkan “kejahatan perang” dan “kejahatan agresi”.[8]
Secara eksplisit, UU 26/2000 menghormati kaidah hukum internasional dalam pengklasifikasian tindak pidana atas kemerdekaan dan kebebasan seseorang. Tidak dimasukkannya substansi perihal “kejahatan perang” dan “kejahatan agresi” menjadi permasalahan tersendiri dalam UU 26/2000, terutama apabila ditemukan pelanggaran HAM berat perihal terkait di kemudian hari.Konsekuensinya adalah kejahatan itu tidak dapat dituntut dan diadili berdasarkan UU 26/2000.
Di luar hal tersebut, kemauan politik atau political will pemerintah juga sangat menentukan dan besar pengaruhnya.[9] Menurut Frank E Hagan,[10] kejahatan terhadap kemanusiaan dimaksudkan untuk maksud-maksud dan tujuan-tujuan politik, sehingga secara kriminologis kejahatan ini dapat diklasifikasikan sebagai “political crime”. Dengan demikian, bahwa setiap pelanggaran HAM berat yang terjadi di negara mana pun akan selalu sarat dengan muatan politik, dan semata-mata tidak hanya bermuatan dari aspek hukum saja.[11]
Belum adanya political will mengenai hal ini mengartikan belum jelasnya sikap Indonesia terhadap posisi hukum domestik dan internasional khususnya terkait pengaturan kejahatan perang dan agresi.
Demikian penjelasan kami mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat dan mengapa hukum Indonesia hanya mengadopsi 2 dari 4 jenis pelanggaran HAM berat yang ditetapkan dalam Statuta Roma.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Romli Atmasasmita. Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Penegakkannya di Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002;
Soedjono Dirdjosisworo. HAM, Demokrasi dan Tegaknya Hukum dalam Konteks Ketahanan Nasional Indonesia. Makalah pada Penataran dan Lokakarya Dosen Kewarganegaraan Se-Jawa Barat Angkatan XVI Tahun Akademik 2003/2004. Kerjasama KODAM III Siliwangi-STHB. Bandung 5 - 6 Mei 2004;
Sylvester Kanisius Laku. Pelanggaran HAM Berat dan Hukumannya Menurut Statuta Roma. Bandung, 2005;
Widiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017.
[1] Widiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017, hal. 56
[2] Soedjono Dirdjosisworo. HAM, Demokrasi dan Tegaknya Hukum dalam Konteks Ketahanan Nasional Indonesia. Makalah pada Penataran dan Lokakarya Dosen Kewarganegaraan Se-Jawa Barat Angkatan XVI Tahun Akademik 2003/2004. Kerjasama KODAM III Siliwangi-STHB. Bandung 5 - 6 Mei 2004, hal. 2
[6] Romli Atmasasmita. Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Penegakkannya di Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002, hal. 2
[8] Sylvester Kanisius Laku. Pelanggaran HAM Berat dan Hukumannya Menurut Statuta Roma. Bandung, 2005, hal. 23
[9] Widiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017, hal. 212
[10] Widiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017, hal. 218
[11] Romli Atmasasmita. Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Penegakkannya di Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002, hal. 7