Ada seorang ibu yang melahirkan anak di luar nikah. Si ibu, meskipun tidak mampu, berusaha membesarkan anaknya yang masih berumur 14 hari, dan belum mendaftarkan akta kelahiran yang berdasar surat lahir. Tapi ada saudara yang mengambil paksa anak tersebut dengan mengintimidasi si ibu, dengan alasan ekonomi lebih mampu. Pertanyaannya, apakah ibu tersebut dapat mengambil kembali anak tersebut lewat jalur hukum? Terima kasih.
Patut diketahui bahwa seorang Ibu berhak atas anaknya. Bahkan dalam kasus anak yang lahir luar kawin, sang anak memiliki hubungan perdata hanya dengan ibunya. Akan tetapi, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, sang anak juga mempunyai hubungan hukum dengan ayah biologisnya sepanjang dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti menurut hukum.
Ini berarti, saudara si Ibu tidak berhak untuk mengambil anak tersebut. Saudara si Ibu dapat dipidana atas dasar penculikan.
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Kami sangat terkesan dengan tanggung jawab yang ditunjukkan si Ibu kepada anak tersebut. Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, si Ibu tetap melahirkan dan berusaha untuk membesarkan anak tersebut.
Kami akan mencoba memberikan saran atas permasalahan yang dihadapi Ibu tersebut berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, sebagai berikut:
Apakah Ibu Tersebut Dapat Mengambil Kembali Anak Tersebut Lewat Jalur Hukum?
Sebelumnya patut diketahui terlebih dahulu bahwa seorang Ibu berhak atas anaknya. Bahkan dalam kasus anak yang lahir luar kawin, sang anak memiliki hubungan perdata hanya dengan ibunya.
“Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.”
Pasal 100 KHI:
“Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.”
Terhadap Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan dilakukan uji materiil. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 terkait Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, pada intinya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa anak luar nikah tidak hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya, tetapi juga mempunyai hubungan hukum dengan ayah biologisnya sepanjang dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti menurut hukum. Lebih lanjut dapat dibaca dalam artikel Putusan MK Semata Lindungi Anak Luar Kawin.
Namun demikian, pembuktian hubungan keperdataan secara hukum tidak cukup sampai dengan fakta bahwa si Ibu melahirkan anak tersebut. Apalagi dengan adanya kasus bahwa anak si Ibu direbut dengan paksa oleh saudara si Ibu.
Dengan merujuk kepada pembahasan di atas, maka hal yang perlu dilakukan oleh si Ibu membuktikan hubungan perdatanya dengan sang anak melalui akta kelahiran.
Mengapa Akta Kelahiran?
Merujuk kepada Pasal 55 UU Perkawinan jo. Pasal 103 KHI, maka pembuktian asal usul anak adalah dengan akta kelahiran yang otentik yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. Bila akte kelahiran tersebut tidak ada, maka Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat.Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut, instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akte kelahiran bagi anak yang bersangkutan.
Mengenai cara membuat akta kelahiran dapat dibaca dalam artikel Akta Kelahiran, yang diakses dari portal resmi Provinsi DKI Jakarta (www.jakarta.go.id), yang pada intinya menyebutkan persyaratan pelaporan kelahiran sebagai berikut:
a.Surat Pengantar RT/RW;
b.Surat Keterangan Kelahiran dari Rumah Sakit/Dokter/Bidan/Pilot/Nahkoda
c.Asli dan Fotokopi KK bagi penduduk/SKSKPNP bagi penduduk non permanen;
d.Asli dan Fotokopi KTP Orang tua/SKDS/Surat Keterangan Pelaporan Tamu;
e.Asli dan Fotokopi Surat Nikah/Akta Perkawinan Orang tua;
f.Asli dan Fotokopi Paspor bagi Orang Asing;
g.Surat Keterangan Kepolisian untuk anak yang tidak diketahui asal-usulnya; dan
h.Surat Keterangan dari lembaga sosial untuk kelahiran anak penduduk rentan.
Sedangkan untuk memperoleh akta kelahiran, syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
a.Surat Keterangan Kelahiran dari Kelurahan
b.Asli dan Fotokopi Surat Keterangan Kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran/Nakhoda Kapal Laut atau Pilot Pesawat Terbang dengan memperlihatkan aslinya Surat
c.Nikah/Akta Perkawinan orang tua
d.Fotokopi KK dan KTP orang tua
e.Nama dan identitas saksi pelaporan kelahiran
f.Persetujuan Kepala Dinas/Suku Dinas. dalam hal pelaporannya melebihi 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahirannya
“Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan Anak.”
Perbuatan saudara si Ibu dapat dikatakan penculikan karena saudara si Ibu telah merebut hak si anak dari orang yang memiliki hak untuk merawatnya yaitu ibunya. untuk dapat mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya. Lebih lanjut, tindakan saudara si Ibu sudah masuk kategori penculikan anak.
Tindakan saudara si Ibu yang melanggar Pasal 76F Perubahan UU Perlindungan Anak dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp60 juta dan paling banyak Rp300 ratus.[1]
Demikian pendapat dan langkah hukum yang dapat kami sampaikan semoga bermanfaat bagi si Ibu.