Dalam hukum pidana, saya pernah mendengar ada asas tiada pidana tanpa kesalahan. Mohon dijelaskan apa itu asas tiada pidana tanpa kesalahan?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Asas tiada pidana tanpa kesalahan pada pokoknya berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana yang berbeda dengan perbuatan pidana. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu pidana. Sementara itu, pertanggungjawaban pidana menunjuk kepada sikap-sikap subjektif yang didasarkan kepada kewajiban hukum seseorang untuk mematuhi hukum.
Lantas apa itu asas tiada pidana tanpa kesalahan dan apa contohnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Asas tiada pidana tanpa kesalahan pada pokoknya berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana. Perlu diperhatikan bahwa pertanggungjawaban pidana ini berbeda dengan perbuatan pidana. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu pidana.[1]
Sementara itu, pertanggungjawaban pidana menunjuk kepada sikap-sikap subjektif yang didasarkan kepada kewajiban hukum seseorang untuk mematuhi hukum.[2] Dengan kata lain, untuk menentukan seseorang yang melakukan suatu perbuatan, dapat dijatuhi pidana atau tidak, maka tergantung pada apakah dalam melakukan perbuatan tersebut ia mempunyai kesalahan.[3]
Asas ini berasal dari Yurisprudensi Hoge Raad (Belanda) pada tanggal 14 Februari 1916.[4]Moeljatno dalam buku Asas-Asas Hukum Pidana menyebut asas tiada pidana tanpa kesalahan sebagai tiada pidana jika tidak ada kesalahan (geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sist rea) (hal. 165).
Moeljatno menerangkan asas tiada pidana tanpa kesalahan berarti orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana. Tetapi, meskipun melakukan perbuatan pidana, tidak selalu dapat dipidana (hal. 167).
Roeslan Saleh sebagaimana dikutip oleh Lukman Hakim dalam buku Asas-Asas Hukum Pidana (hal. 21) menjelaskan lebih lanjut bahwa untuk dapat mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana, diperlukan syarat-syarat untuk dapat mengenakan pidana terhadapnya, karena melakukan tindak pidana tersebut. Selain telah melakukan tindak pidana, pertanggungjawaban pidana hanya dapat dituntut ketika tindak pidana dilakukan dengan kesalahan.
Menurut Roeslan, maksud dari ‘kesalahan’ adalah dapat dicelanya pembuat tindak pidana, karena dilihat dari segi masyarakat sebenarnya dia dapat berbuat lain jika tidak ingin melakukan perbuatan tersebut (hal. 21).
Sementara itu, Simons sebagaimana dikutip oleh Moeljatno dalam buku Asas-Asas Hukum Pidana berpendapat bahwa (hal. 171):
Kesalahan adalah psikis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dihubungkan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa, hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi.
Moeljatno atas pendapat Simons tersebut memaknai bahwa untuk adanya kesalahan, selain melakukan perbuatan pidana juga harus ada keadaan batin (psikis tertentu) dan adanya hubungan tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, hingga menimbulkan celaan tadi (hal. 171).
Lebih lanjut, Moeljatno merumuskan arti dari kesalahan di mana seseorang atau terdakwa harus (hal. 177):
Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum);
Di atas umur tertentu mampu bertanggung jawab;
Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan;
Tidak adanya alasan pemaaf.
Contoh Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan
Contoh asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld) adalah seorang kanak-kanak yang bermain dengan korek api di pinggir rumah tetangga, lalu menyalakan dinding rumah itu sehingga menimbulkan kebakaran.[5]
Anak yang membakar rumah tersebut tidak mempunyai kesalahan dan tidak dapat dipidana karena dia belum mengerti makna perbuatan yang dilakukannya itu, sebab umurnya masih terlalu muda.[6]
Contoh lainnya adalah seorang dokter yang ditodong dengan pistol dan disuruh membuat surat palsu tentang adanya penyakit pada yang menodong tadi,[7] dengan tujuan si penodong ingin menghindari kewajiban tertentu dengan adanya alasan sakit.
Dokter tersebut tidak memiliki kesalahan karena dalam keadaan diancam dengan pistol, sehingga dianggap tidak dapat berbuat lain daripada apa yang dilakukan. Dia berbuat demikian karena saat itu batinnya tertekan oleh keadaan dari luar, sehingga kondisinya (fungsinya) tidak normal.[8]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Referensi:
Lukman Hakim. Asas-Asas Hukum Pidana. Sleman: Deepublish, 2020;
Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
[1] Lukman Hakim. Asas-Asas Hukum Pidana. Sleman: Deepublish, 2020, hal. 22
[2] Lukman Hakim. Asas-Asas Hukum Pidana. Sleman: Deepublish, 2020, hal. 22