Aturan suspend secara rinci harus dibuat sendiri oleh Perusahaan Aplikasi dengan menetapkan standar, operasional, dan prosedur sebagaimana yang diperintahkan oleh Pasal 14 Permenhub 12/2019.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Aturan suspend secara rinci harus dibuat sendiri oleh Perusahaan Aplikasi dengan menetapkan standar, operasional, dan prosedur sebagaimana yang diperintahkan oleh Pasal 14 Permenhub 12/2019.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ojek online dalam Permenhub 12/2019 dapat disebut sebagai penggunaan sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat yang dilakukan dengan aplikasi berbasis teknologi informasi.[1]
Sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat meliputi:[2]
Kendaraan Bermotor roda 2 (dua) dengan atau tanpa rumah-rumah;
Kendaraan Bermotor roda 2 (dua) dengan atau tanpa kereta samping; atau
Kendaraan Bermotor roda 3 (tiga) tanpa rumah-rumah.
Hubungan antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi (driver ojek online) merupakan hubungan kemitraan.[3]
Hal yang sama juga pernah dijelaskan dalam artikel Hubungan Antara Penyedia Aplikasi, Driver, dan Penumpang, hukum antara pengusaha penyedia aplikasi dengan driver (dalam hal ini adalah terapis pijat) adalah setara (mitra) karena tidak ada unsur upah dan perintah berdasarkan perjanjian kemitraan.
Umar Kasim dalam artikelnya Menghindari Penyelundupan Hukum dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan menjelaskan bahwa perjanjian kemitraan adalah bentuk umum suatu hubungan hukum antara satu pihak dengan pihak lainnya atas dasar hubungan kemitraan (partnership agreement). Ketentuan umum perjanjian kemitraan adalah Pasal 1338 jo. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Sedangkan, ketentuan khusus, bisa merujuk pada ketentuan persekutuan perdata dalam Pasal 1618 KUH Perdata s.d. Pasal 1641 KUH Perdata, yakni hubungan hukum para pihak antara mitra satu dengan mitra lainnya dengan memasukkan suatu “modal” sebagai “seserahan” (inbreng).
Masih bersumber dari artikel Hubungan Antara Penyedia Aplikasi, Driver, dan Penumpang, bentuk partnership agreement bisa perjanjian bagi hasil, perjanjian keagenan (baik secara pribadi atau korporasi), inti-plasma, sub-kontrak, perjanjian pembayaran (“setoran”) sejumlah nilai uang tertentu, dan lain-lain.
Aturan Penghentian Operasional Sementara (Suspend)
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, mengenai suspend atau penghentian operasional sementara, Pasal 14 Permenhub 12/2019 mengatur sebagai berikut:
Perusahaan Aplikasi harus membuat standar, operasional dan prosedur dalam penghentian operasional sementara (suspend) dan putus mitra terhadap pengemudi.
Standar, operasional, dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
jenis sanksi penghentian operasional sementara (suspend) dan putus mitra;
tingkatan pemberian sanksi penghentian operasional sementara (suspend) dan putus mitra;
tahapan pemberian sanksi penghentian operasional sementara (suspend) dan putus mitra; dan
pencabutan sanksi penghentian operasional sementara (suspend).
Standar, operasional, dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum ditetapkan terlebih dahulu dilakukan pembahasan dengan mitra kerja.
Standar, operasional, dan prosedur yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disosialisasikan kepada mitra kerja oleh Perusahaan Aplikasi.
Berdasarkan aturan tersebut, pada dasarnya mengenai ketentuan suspend terhadap mitra (pengemudi ojek online/driver ojek online) tidak diatur secara jelas dan rinci, aturan tersebut dibuat sendiri oleh perusahaan aplikasi dengan memenuhi ketentuan acuan membuat standar, operasional dan prosedur (“SOP”) sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Permenhub 12/2019 di atas.
Selain itu, kriteria pengenaan penghentian operasional sementara (suspend) dan putus mitra ini dilakukan dengan aplikasi (ada dalam aplikasi).[4]
Dalam upaya untuk melindungi pengemudi ojek online/driver ojek online, sebelum disuspend dan putus mitra, perusahan aplikasi harus memberitahu dan memperingati melalui aplikasi.[5]
Sebagai contoh SOP ketentuan/kondisi yang dapat membuat pengemudi ojek online terkena sanksi suspend atau putus mitra dapat kita lihat dalam Tiga Pilar Pelanggaran GO-JEK.
Tiga pilar pelanggaran terdiri dari:
1. Ancaman Keamanan;
Yaitu segala tindakan yang dapat mengancam keamanan diri Anda (rekan driver) sendiri, sesama Mitra GO-JEK, pelanggan, dan masyarakat sekitar.
Contoh ancaman keamanan:
2. Tindakan Curang;
Yaitu segala tindak kecurangan dengan tujuan untuk memperkaya diri, memanipulasi data dan sistem yang merugikan Pelanggan, Mitra lain, ataupun PT. GO-JEK Indonesia.
Contoh tindakan curang:
3. Layanan Buruk
Yaitu segala perilaku yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi Pelanggan sehingga berdampak pada penilaian buruk untuk Driver.
Lebih lanjut dijelaskan pada laman yang sama, bahwa perlu diingat:
Terkait proses banding, Anda dapat melakukan banding paling lambat 2 bulan setelah tanggal autosuspend dilakukan. Akun Anda akan diaktifkan kembali apabila terbukti tidak melakukan pelanggaran.
Namun, apabila terbukti melanggar, sanksi akan diberlakukan sesuai dengan yang tercantum di atas. Pelanggaran yang Anda lakukan juga dimungkinkan untuk diproses dengan instansi yang terkait sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (termasuk tapi tidak terbatas berdasarkan ketentuan hukum perdata dan/atau hukum pidana).
Demikianlah contoh aturan pengenaan suspend atau putus mitra terhadap driver ojek online di PT. GO-JEK Indonesia.
Lebih lanjut diatur dalam Permenhub 12/2019, perusahaan aplikasi wajib menyediakan pusat layanan pengaduan terhadap sanksi penghentian operasional sementara (suspend) dan putus mitra yang diberikan kepada pengemudi.[6]
Bagi pengemudi yang dikenai penghentian operasional sementara (suspend) setelah melalui proses klarifikasi dan dinyatakan layak untuk kembali beroperasi, maka akan dilakukan pengaktifan kembali.[7]