Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Secara umum, pengaturan mengenai Rukun Tetangga (“RT”) dan Rukun Warga (“RW”) dapat ditemukan dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Di antaranya,
Kedudukan RT dan RW
RT dan RW dapat dikategorikan sebagai bentuk Lembaga Kemasyarakatan Desa (“LKD”).
[1] LKD bertugas:
[2]Melakukan pemberdayaan masyarakat desa;
Ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; dan
Meningkatkan pelayanan masyarakat desa.
Selain itu, Permendagri 18/2018 memberikan tugas yang lebih spesifik kepada RT dan RW. Kedua lembaga tersebut bertugas:
[3]Membantu Kepala Desa dalam bidang pelayanan pemerintahan;
Membantu Kepala Desa dalam menyediakan data kependudukan dan perizinan; dan
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa.
Selain itu, LKD juga memiliki fungsi:
[4] Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
Menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat;
Meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan Pemerintah Desa kepada masyarakat Desa;
Menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan secara partisipatif;
Menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan prakarsa, partisipasi, swadaya, serta gotong royong masyarakat;
Meningkatkan kesejahteraan keluarga; dan
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
RT dan RW di Kelurahan
Uraian-uraian di atas seolah mengatur bahwa RT dan RW hanya dapat dibentuk di tingkat desa. Sejatinya, pengaturan perihal RT dan RW dalam Permendagri 18/2018 pun dapat diberlakukan bagi RT dan RW di kelurahan, dengan merujuk pada Pasal 14 ayat (1) Permendagri 18/2018. Pasal tersebut menyatakan bahwa:
Pembentukan LKD dan LAD yang diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku mutatis mutandis bagi pembentukan LKD dan LAD di kelurahan.
Merujuk pada buku Terminologi Hukum karangan IPM Ranuhandoko, yang dikutip dalam artikel
Pengertian Mutatis Mutandis,
mutatis mutandis berarti “
dengan perubahan yang perlu-perlu”.
Dengan demikian, menurut hemat kami, pengaturan mengenai pembentukan RT dan RW sebagai LKD berlaku bagi RT dan RW di kelurahan dengan perubahan yang diperlukan.
Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan dan penetapan LKD di kelurahan diatur dengan Peraturan Bupati/Peraturan Wali Kota.
[5]
Lebih lanjut, dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan (“PP 17/2018”) diatur tentang Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan. Lembaga kemasyarakatan kelurahan dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra lurah yang membantu pelaksanaan tugas dalam penyelenggaraan pemerintahan Kelurahan. Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga kemasyarakatan Kelurahan diatur dengan Peraturan Menteri.
[6] Namun demikian, berdasarkan penelusuran kami, Peraturan Menteri yang mengatur lembaga kemasyarakatan kelurahan belum terbentuk.
PNS sebagai Pengurus RT dan RW
Pengurus LKD, termasuk RT dan RW, terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan bidang sesuai kebutuhan. Pengurus LKD memegang jabatan selama lima tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan. Pengurus LKD dapat menjabat paling banyak dua kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
[7]
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, kami tidak menemukan adanya ketentuan yang melarang seorang Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) untuk menjabat sebagi pengurus RT dan RW. Peraturan perundang-undangan yang menjadi payung hukum LKD di atas pada dasarnya tidak membatasi profesi tertentu sebagai pengurus RT dan RW.
Gaji Pengurus RT dan RW
Pendanaan bagi penyelenggaraan RT dan RW bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (“APB Desa”). APB Desa adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
[9] Pasal 100 ayat (1) PP 11/2019 mengatur bahwa:
Belanja desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan:
paling sedikit 70% (tujuh puluh per seratus) dan jumlah anggaran belanja Desa untuk mendanai:
penyelenggaraan Pemerintahan Desa termasuk belanja operasional Pemerintahan Desa dan insentif rukun tetangga dan rukun warga;
pelaksanaan pembangunan Desa;
pembinaan kemasyarakatan Desa; dan
pemberdayaan masyarakat Desa.
paling banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah anggaran belanja Desa untuk mendanai:
penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa, sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya; dan
tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa.
Sayangnya, pengaturan tersebut tidak merinci lebih lanjut mengenai komponen apa saja yang dapat dibiayai dengan insentif RT atau RW dari APB Desa. Dengan demikian, sepanjang penelusuran kami, hak pengurus RT/RW, khususnya perihal gaji/penghasilan tidak benar-benar jelas.
Namun demikian, kami menemukan contoh peraturan daerah yang mengakui adanya hak pengurus RT/RW untuk mendapatkan pendanaan, meski yang dimaksud bukanlah penghasilan pengurus RT/RW. Pasal 15 ayat (1)
huruf f Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan Rukun Tetangga dan Rukun Warga (“Perda Kota Ambon 6/2018”) menyatakan bahwa pengurus RT berhak mendapatkan bantuan operasional yang sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah. Hak yang sama juga melekat bagi pengurus RW.
[10] Dengan kata lain, tidak ada pengaturan spesifik yang memungkinkan pendanaan tersebut digunakan untuk membayar gaji pengurus RT/RW.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Penjelasan Pasal 150 ayat (1) PP 43/2014
vide Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b Permendagri 18/2018
[2] Pasal 150 ayat (2) PP 43/2014
[3] Pasal 7 ayat (1) Permendagri 18/2018
[4] Pasal 150 ayat (3) PP 43/2014
[5] Pasal 14 ayat (2) Permendagri 18/2018
[7] Pasal 8 ayat (1), (3), dan (4) Permendagri 18/2018
[8] Pasal 87 ayat (4) huruf c
[9] Pasal 1 angka 10 PP 47/2015
[10] Pasal 15 ayat (3) huruf f Perda Kota Ambon 6/2018