Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dasar Hukum Cessie dan Penjelasannya

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Dasar Hukum Cessie dan Penjelasannya

Dasar Hukum Cessie dan Penjelasannya
Saufa Ata Taqiyya, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dasar Hukum Cessie dan Penjelasannya

PERTANYAAN

Jikalau hak penagihan telah dialihkan oleh debitur kepada bank berdasarkan cessie dalam rangka pelunasan utang debitur dan ternyata bank tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan hak tagih berdasarkan cessie tersebut sehingga kredit dari debitur tersebut menjadi macet, apakah bank tersebut dapat dikategorikan melakukan perbuatan melanggar hukum? Dan apa alasannya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Cessie adalah suatu cara pemindahan piutang atas nama dari kreditur lama kepada kreditur baru, namun hubungan hukum utang piutang tersebut tidak hapus sedetikpun, tetapi dalam keseluruhannya dipindahkan kepada kreditur baru.

    Pelaksanaan penagihan piutang oleh bank sebagai kreditur baru pada dasarnya merupakan hak, dan bukan kewajiban. Hanya saja, jika hak tagih tersebut tidak digunakan maka bank selaku kreditur baru dapat mengalami kerugian secara komerisal, apalagi jika didahului dengan cara pembelian oleh bank dari kreditur lama/asal.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Cessie yang dibuat oleh Si Pokrol dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 8 November 2002.

    KLINIK TERKAIT

    Bolehkah Pihak Ketiga Menagih Piutang ke Debitur?

    Bolehkah Pihak Ketiga Menagih Piutang ke Debitur?

     

    Apa itu Cessie?

    Cessie adalah istilah yang diciptakan oleh doktrin, untuk menunjuk kepada tindakan penyerahan tagihan atas nama, sebagaimana diatur oleh Pasal 613 KUH Perdata. Penyerahannya dilakukan dengan membuat akta yang disebut dengan akta cessie.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Adapun bunyi Pasal 613 KUH Perdata sendiri adalah sebagai berikut:

    Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu.

    Menurut Subekti sebagaimana dikutip oleh Puteri Nataliasari, cessie adalah suatu cara pemindahan piutang atas nama di mana piutang itu dijual oleh kreditur lama kepada orang yang nantinya menjadi kreditur baru, namun hubungan hukum utang piutang tersebut tidak hapus sedetikpun, tetapi dalam keseluruhannya dipindahkan kepada kreditur baru.[2]

    Perlu dipahami, yang dimaksud dengan ‘tagihan atas nama’ adalah tagihan yang krediturnya tertentu dan diketahui dengan baik oleh debitur.[3] Hal ini berbeda dengan tagihan atas tunjuk (aan toonder) yang merupakan tagihan-tagihan yang krediturnya (sengaja dibuat, demi untuk memudahkan pengalihannya) tidak tertentu.[4]

    Selain itu, yang disebut dengan tagihan, tidak selalu harus berupa tagihan atas sejumlah uang. Yang dimaksud dengan tagihan di sini adalah tagihan atas prestasi, yang merupakan benda tak berwujud. Jadi, apabila dikatakan cessie merupakan penyerahan tagihan atas nama, tidak berarti harus berupa tagihan sejumlah uang, meskipun biasanya memang mengenai sejumlah uang. Jadi, yang dimaksud dengan tagihan atas nama adalah tagihan atas prestasi perikatan, di mana krediturnya adalah tertentu (diketahui oleh debiturnya).[5]

    Perlu diingat pula bahwa ada tagihan-tagihan tertentu yang tidak bisa dijadikan objek cessie, yaitu yang oleh undang-undang dinyatakan tidak bisa dipindahkan (Pasal 1602g KUH Perdata), yang karena sifatnya tidak bisa dialihkan (hak alimentasi dan hak pensiun) dan tagihan yang bersifat sangat pribadi, sangat melekat pada pribadi debiturnya.[6] 

     

    Pihak-pihak dalam Cessie

    Dalam cessie, setidaknya ada 3 pihak yang terlibat yaitu:[7]

    1. Pihak yang menyerahkan tagihan atas nama (kreditur asal), yang disebut cedent;
    2. Pihak yang menerima penyerahan (kreditur baru), yang disebut cessionaris; dan
    3. Pihak yang punya utang (debitur), yang disebut cessus.

     

    Cara Melakukan Cessie

    Berdasarkan Pasal 613 KUH Perdata, cessie bisa dilaksanakan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari debitur. Cessie cukup dilaksanakan oleh kreditur asal dan kreditur baru, dan cessie sudah selesai dengan ditanda-tanganinya akta cessie. Artinya hak milik atas tagihan atas nama diserahkan sudah pindah kepemilikannya dari kreditur asal kepada kreditur baru.[8]

    Akan tetapi, sebagaimana yang dijelaskan juga dalam Pasal 613 KUH Perdata, agar perjanjian pengalihan piutang yang dibuat oleh kreditur asal dengan kreditur baru mempunyai akibat hukum kepada debitur, maka mengenai telah dilakukannya pengalihan piutang tersebut harus diberitahukan kepada debitur atau secara tertulis disetujui atau diakui oleh debitur yang bersangkutan.[9]

     

    Cessie Bank

    Berkaitan dengan pertanyaan Anda, Puteri Nataliasari menjelaskan, pengalihan piutang dengan cessie dapat terjadi di dunia perbankan. Penyaluran fasilitas kredit yang dirasa tidak efektif atau kebijakan internal bank untuk melakukan restruksturisasi di dalam kegiatan perkreditannya merupakan beberapa di antara alasan-alasan yang dapat menjadi dasar pertimbangan bank untuk mengalihkan piutangnya dengan jalan menjual piutang kreditnya itu kepada pihak ketiga.[10]

    Namun, kami kurang memahami dengan jelas maksud dari pertanyaan Anda, karena tidak dijelaskan siapa yang menjadi kreditur asal dan kreditur lama. Oleh karena itu, dalam hal ini, kami asumsikan bahwa kreditur asal telah mengalihkan hak tagih atas utang debitur kepada bank yang menjadi kreditur baru berdasarkan cessie.

    Maka dalam hal ini, bank selaku kreditur baru mempunyai hak tagih atas utang debitur, yang mana hal ini merupakan hak dari bank tersebut, dan bukan kewajiban sebagaimana yang Anda tanyakan. Hanya saja, jika hak tagih tersebut tidak digunakan oleh bank maka bank selaku kreditur baru akan mengalami kerugian secara komerisal, apalagi jika didahului dengan cara pembelian oleh bank dari kreditur lama/asal.

    Di sisi lain, kewajiban hukum debitur untuk memenuhi tagihan kepada bank tetap ada meskipun bank tidak menagih berdasarkan akta cessie. Singkatnya, sepanjang debitur membayar utangnya ke bank, maka ia akan terbebas dari utangnya. 

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

     

    Referensi:

    1. Puteri Nataliasari. Pengalihan Piutang Secara Cessie dan Akibatnya Terhadap Jaminan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia. Tesis Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia, 2010;
    2. Rachmad Setiawan dan J. Satrio. Penjelasan Hukum tentang Cessie. Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010.

    [1] Rachmad Setiawan dan J. Satrio. Penjelasan Hukum tentang Cessie. Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010, hal. 1

    [2] Puteri Nataliasari. Pengalihan Piutang Secara Cessie dan Akibatnya Terhadap Jaminan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia. Tesis Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia, 2010, hal. 14

    [3] Rachmad Setiawan dan J. Satrio. Penjelasan Hukum tentang Cessie. Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010, hal. 3

    [4] Rachmad Setiawan dan J. Satrio. Penjelasan Hukum tentang Cessie. Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010, hal. 4

    [5] Rachmad Setiawan dan J. Satrio. Penjelasan Hukum tentang Cessie. Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010, hal. 6

    [6] Rachmad Setiawan dan J. Satrio. Penjelasan Hukum tentang Cessie. Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010, hal.  5-6

    [7] Rachmad Setiawan dan J. Satrio. Penjelasan Hukum tentang Cessie. Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010, hal. 1

    [8] Rachmad Setiawan dan J. Satrio. Penjelasan Hukum tentang Cessie. Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010, hal. 1

    [9] Puteri Nataliasari. Pengalihan Piutang Secara Cessie dan Akibatnya Terhadap Jaminan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia. Tesis Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia, 2010, hal. 20

    [10] Puteri Nataliasari. Pengalihan Piutang Secara Cessie dan Akibatnya Terhadap Jaminan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia. Tesis Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia, 2010, hal. 20

    Tags

    cessie
    perdata

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!