Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Adakah Harta Bersama Nikah Siri dalam Hukum?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Adakah Harta Bersama Nikah Siri dalam Hukum?

Adakah Harta Bersama Nikah Siri dalam Hukum?
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Adakah Harta Bersama Nikah Siri dalam Hukum?

PERTANYAAN

Saya mau tanya soal harta bersama nikah siri. Pada perkawinan siri, seorang suami membelikan rumah untuk tinggal bersama istri yang dinikahi siri tersebut selama 7 tahun. Di tahun ke-8, mereka nikah resmi di KUA. Dua tahun kemudian mereka bercerai. Apakah rumah yang dibelikan untuk istri dengan atas namanya itu juga menjadi harta gono gini?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Makna “nikah siri” atau “kawin siri” dalam masyarakat memiliki banyak tafsir. Namun, pada dasarnya, terhadap kawin siri tidak dilakukan pencatatan sesuai peraturan perundang-undangan, sehingga secara hukum, perkawinan siri itu tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak dikenal harta bersama nikah siri.

    Lantas bagaimana status harta yang diperoleh selama nikah siri?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran artikel berjudul Apakah dalam Kawin Siri Dikenal Harta Bersama? yang dibuat oleh Sigar Aji Poerana, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada Jumat, 17 Juli 2020.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Sebelum membahas harta bersama nikah siri sebagaimana ditanyakan, penting untuk diketahui bahwa hukum positif di Indonesia tidak mengenal adanya istilah nikah siri atau perkawinan siri.

    Sebagaimana diterangkan dalam artikel Potensi Jerat Pidana Walaupun Syarat Nikah Siri Sudah Dipenuhi, dalam masyarakat nikah siri sering diartikan dengan:

    1. pernikahan tanpa wali atau pernikahan yang dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju, atau karena menganggap sah pernikahan tanpa wali, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat;
    2. pernikahan yang sah secara agama, dalam hal ini syarat nikah siri telah memenuhi ketentuan syarat dan rukun nikah, namun tidak dicatatkan pada kantor pencatat nikah, dalam hal ini Kantor Urusan Agama (“KUA”) bagi yang beragama Islam, Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama selain Islam; dan
    3. pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

    Baca juga: Hukum Akad Nikah Tanpa Adanya Wal

    Harta Bersama dalam Ikatan Perkawinan

    Kami mengasumsikan bahwa pasangan dan perkawinannya tunduk pada hukum Islam. Oleh karenanya, kami akan merujuk pada UU Perkawinan dan perubahannya, serta KHI.

    Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.[1] Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.[2]

    Selanjutnya, KHI menambahkan bahwa harta bersama adalah harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah, yaitu harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.[3]

    Mengenai harta bawaan, harta bawaan masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.[4]

    Suami dan istri pun mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqoh, atau lainnya.[5]

    Lantas, perkawinan apa yang dimaksud dalam konteks ini? Pasal 2 UU Perkawinan menekankan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Baca juga: Harta Bersama Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia

    Harta Bersama Nikah Siri

    Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat yang beragama Islam, setiap perkawinan harus dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah.[6]

    Untuk mewujudkan hal tersebut, maka setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.[7]

    Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.[8] Meskipun nikah siri tidak dilarang secara implisit dalam agama, namun pernikahan ini tidak mempunyai kekuatan hukum. Dalam nikah siri tidak ada pencatatan menurut peraturan perundang-undangan yang mana tidak dapat diterbitkan akta nikah.

    Ketiadaan akta nikah inilah yang menyebabkan anak maupun istri dari perkawinan siri tidak memiliki status hukum di hadapan negara. Adapun salah satu akibat hukumnya adalah tidak adanya pengakuan dan perlindungan hukum atas hak-hak istri dan anak-anak hasil dari perkawinan siri, begitu pula untuk harta bersama.

    Dalam hukum, tidak dikenal harta bersama nikah siri. Begitu juga untuk melakukan gugatan cerai, tidak ada lembaga negara yang bisa menanganinya dan memberi perlindungan atas hak-hak anak dan istri.

    Berdasarkan uraian di atas, bahwa perkawinan siri tidak diakui secara hukum, maka rumah yang diperoleh dalam perkawinan siri tersebut tidak termasuk harta bersama yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan, karena secara hukum tidak pernah ada perkawinan di antara pasangan.

    Kami asumsikan, setelah pasangan tersebut melangsungkan pernikahan di KUA, maka perkawinan tersebut menjadi sah secara hukum. Sehingga, menurut hemat kami, harta bersama baru timbul setelah ikatan perkawinan yang dicatatkan ini yaitu di tahun ke-8 dan seterusnya.

    Terhadap rumah yang Anda maksud, berarti adalah harta bawaan sang pemilik dan bukan harta bersama, sehingga ketika terjadi perceraian, maka secara hukum rumah tidak diperhitungkan dalam pembagian harta bersama.

    Demikian jawaban dari kami terkait pertanyaan harta bersama nikah siri, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

    [1] Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)

    [2] Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan

    [3] Pasal 1 huruf f Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)

    [4] Pasal 87 ayat (1) KHI

    [5] Pasal 87 ayat (2) KHI

    [6] Pasal 5 KHI

    [7] Pasal 6 KHI

    [8] Pasal 7 ayat (1) KHI

    Tags

    cerai
    gono gini

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!