![]() | NAYARA Advocacy merupakan lawfirm yang mengkhususkan keahliannya dalam bidang hukum perorangan dan hukum keluarga. Untuk berdiskusi lebih lanjut, silakan hubungi +6221 - 5200381 / 5208348 atau email ke: [email protected] Website : http://www.nayaraadvocacy.com |
Intisari:
Gugatan gono-gini yang diajukan oleh B selaku penggugat tidaklah gugur dengan meninggalnya A selaku tergugat melainkan harus diteruskan oleh ahli waris tergugat yaitu X. Hakim harus memutus bagian gono-gini untuk A dan untuk B terlebih dahulu sebelum memberikan harta gono-gini A kepada X sebagai warisan.
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Sebelumnya kami bersimpati atas permasalahan Anda. Kami akan mencoba menelaah pertanyaan Anda dan menjawab pertanyaan Anda satu persatu dari perspektif hukum sebagai berikut:
Fakta 1:
A dan B menikah tanpa perjanjian kawin. Dalam pernikahannya, A dan B memiliki 1 anak yaitu X. A dan B kemudian bercerai, dan selanjutnya B selaku istri menggugat harta gono-gini. Di tengah proses gugatan gono-gini, A meninggal.
Fakta 2:
Ternyata A meninggalkan wasiat yang pada intinya meninggalkan seluruh harta dan utang-piutang hanya kepada X.
Atas kedua fakta tersebut maka Anda ingin menanyakan hal sebagai berikut:
1. Apakah hakim harus memutuskan terlebih dahulu bagian B dalam gugatan gono-gini atau langsung menggunakan hukum waris perdata?
2. Apabila hakim memutuskan bahwa wasiat dari A yang berlaku dan memberikan hak sepenuhnya kepada si anak tunggal sesuai isi wasiat tanpa mempertimbangkan harta gono-gini dari B, apakah hal tersebut telah sesuai dengan kaedah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”)?
3. Dengan mengingat bahwa B sudah bukan merupakan ahli waris ab intestato dari A karena perceraiannya dan oleh karena itu yang berhak atas warisan A hanyalah X, apakah B dimungkinkan untuk mendapatkan haknya melalui gugatan harta gono-gini yang diajukannya?
Pertama-tama harus diketahui terlebih dahulu apakah dengan meninggalnya tergugat, apakah gugatan gono-gini menjadi tidak dapat diteruskan?
berita Terkait:
Merujuk kepada Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 429.K/Sip/1971 tanggal 10 Juli 1971[1] dan No.459.K/Sip/1973 tanggal 29 Desember 1975[2] yang pada prinsipnya mengatur bahwa apabila dalam suatu proses gugatan ternyata tergugat meninggal maka proses gugatan dapat diteruskan kepada ahli warisnya. Anda dapat melihat selengkapnya dalam artikel 119 KAIDAH-KAIDAH HUKUM YURISPRUDENSI yang kami akses dari situs Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Siapakah yang berhak menjadi ahli waris dari tergugat?
Baik berdasarkan pada Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) maupun Pasal 832 KUHPerdata, yang berhak menjadi ahli waris adalah pihak yang mempunyai hubungan darah dan bagi pasangan adalah yang mempunyai hubungan pernikahan. Oleh karena pada saat A selaku tergugat meninggal, dan bahwa A dan B sudah bercerai, maka yang berhak menjadi ahli waris adalah X selaku anak tunggal dari A.
Dengan demikian, proses gugatan penggugat tidak gugur melainkan hanya meneruskan kepada ahli waris A yaitu X.
Selanjutnya, atas pertanyaan Anda apakah hakim memutus pembagian harta berdasarkan hukum waris atau berdasarkan gugatan gono-gini yang diajukan B, berikut penjelasan kami.
Oleh karena perkara gono-gini tidak gugur walau tergugat meninggal melainkan diteruskan kepada ahli waris, maka dasar hukum yang digunakan oleh hakim dalam memutus perkara ini adalah tetap memutus pembagian harta gono-gini antara tergugat dan B.
Adapun pada prinsipnya berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 424.K/Sip.1959, tanggal 9 Desember 1959[3] dan No. 656 K/Pdt/2012, tanggal 24 Oktober 2012[4], seluruh harta yang diperoleh dalam perkawinan (harta gono-gini) apabila terjadi perceraian maka dibagi dua antara suami dan istri.
Tentunya hakim dalam memeriksa perkara akan menilai harta tersebut didapat dalam perkawinan atau bukan dengan melihat pada bukti yang diajukan B di persidangan yaitu waktu/kapan kepemilikan suatu harta yang dipermasalahkan tersebut diperoleh.
Setelah hakim memutuskan mana sajakah yang menjadi bagian A dan mana bagian B, maka akan tampak jelas mana bagian yang menjadi milik B dan mana yang sepenuhnya akan menjadi milik A yang kemudian berdasarkan Pasal 832 KUHPerdata akan jatuh kepada X selaku ahli waris satu-satunya.
Namun demikian, perlu dicatat bahwa putusan tersebut haruslah berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu, artinya putusan hakim yang memutus bagian A dan bagian B sudah tidak diajukan upaya hukum lanjutan kembali sehingga dapat dieksekusi pelaksanaan putusannya.
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan kami di atas maka dapat disimpulkan bahwa gugatan gono-gini yang diajukan oleh B selaku penggugat tidaklah gugur dengan meninggalnya A selaku tergugat melainkan harus diteruskan oleh ahli waris tergugat yaitu X. Hakim harus memutus bagian gono-gini untuk A dan untuk B terlebih dahulu sebelum memberikan harta gono-gini A kepada X sebagai warisan.
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Kompilasi Hukum Islam.
[1] Putusan MA-RI No.429.K/Sip/1971, tanggal 10 Juli 1971: Dalam hal pada waktu perkara disidangkan Tergugat ternyata telah meninggal, apabila Penggugat tidak berkeberatan, perkara dapat diteruskan oleh ahli waris Tergugat.
[2] Putusan MA-RI No.459.K/Sip/1973, tanggal 29 Desember 1975: Karena Tergugat I telah meninggal dunia sebelum perkara diputus oleh Pengadilan Negeri adalah tidak tepat jika nama Tergugat I masih saja dicantumkan dalam putusan Pengadilan Negeri, karena seandainya Penggugat menginginkan Tergugat; diikutsertakan sebagai pihak dalam perkara ini, yang harus digugat adalah ahli warisnya.
[3] Putusan MA-RI No. 424.K/Sip.1959, tanggal 9 Desember 1959: Harta bersama suami isteri kalau terjadi perceraian maka masing-masing pihak mendapat masing-masing setengah bagian dari seluruh harta bersama.
[4] Putusan MA-RI No. 656 K/Pdt/2012, tanggal 24 Oktober 2012: Bahwa oleh karena, harta kekayaan maupun hutang yang ada, adalah diperoleh dan dibuat selama perkawinan, maka seharusnya dengan putusnya perkawinan antara Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi, Seluruhnya dibagi sama (menjadi dua), masing-masing setengah bagian.