Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Asas Personalitas Keislaman
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam, salah satunya
di bidang perkawinan.
[1]
Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang
dengan sendirinya menundukan diri dengan sukarela kepada hukum Islam, mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan agama.
[2]
Ketentuan ini menggambarkan bahwa peradilan agama menganut asas personalitas keislaman.
Maknanya, bahwa yang tunduk dan dapat ditundukan kepada kekuasaan lingkungan peradilan agama adalah mereka yang beragama Islam.
Menurut M Yahya Harahap dalam bukunya Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (hal. 57 - 58), asas personalitas keislaman dikaitkan bersamaan dengan perkara perdata bidang tertentu yang menjadi kewenangan peradilan agama.
Menurutnya, asas personalitas keislaman penerapannya menjadi sempurna dan mutlak apabila didiukung dan tidak dipisahkan dengan unsur hubungan hukum.
Terdapat dua strategi untuk menerapkan asas personalitas keislaman, yaitu patokan umum dan patokan saat terjadi hubungan hukum.
Patokan umum merupakan patokan yang bersifat formal. Apabila seseorang telah mengaku beragama Islam, maka terhadapnya telah melekat asas personalitas keislaman.
Sedangkan patokan saat terjadi hubungan hukum ditentukan berdasarkan dua syarat, yaitu
pada saat terjadi hubungan hukum, kedua pihak sama-sama beragama Islam; dan
hubungan ikatan hukum yang mereka lakukan berdasarkan hukum Islam.
Apabila kedua syarat telah dipenuhi, maka telah melekat asas personalitas keislaman terhadap kedua pihak. Sehingga, sengketa yang terjadi di antara pihak-pihak tersebut menjadi kewenangan peradilan agama.
Masih menurut Yahya Harahap, untuk menentukan asas personalitas keislaman bukan didasarkan atas agama yang dianut saat terjadinya sengketa, namun ditentukan oleh dasar hukum yang menjadi landasan saat hubungan hukum berlangsung.
Baca juga:
Perceraian Pasangan yang Berpindah Agama
Berdasarkan pertanyaan Anda, kedua belah pihak melakukan pernikahan berdasarkan agama Islam dengan dokumen-dokumen pernikahan secara Islam (dicatat oleh Kantor Urusan Agama).
Meskipun di kemudian hari kedua belah pihak telah pindah agama secara Katolik (yang tidak dilaporkan), terhadap kedua belah pihak telah melekat asas personalitas keislaman, berdasarkan patokan saat terjadi hubungan hukum.
Peralihan agama dari suami, istri, maupun keduanya tidak menggugurkan asas personalitas keislaman itu.
Dengan demikian tidak menjadi soal apakah salah satu atau kedua belah pihak telah berpindah dari agama Islam.
Sengketa yang terjadi di kemudian hari (dalam kasus ini adalah perceraian) menjadi kewenangan peradilan agama.
Oleh karenanya tepat apabila perceraian kedua belah pihak diajukan kepada pengadilan agama.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
M Yahya Harahap. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama: UU No. 7 Tahun 1989. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.
[2] Alinea kedua Penjelasan Pasal 49 UU 3/2006