Pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) merupakan sebuah kesepakatan pokok yang dibuat oleh Penjual dan Pembeli sebelum Akta Jual Beli (“AJB”) dibuat. PPJB membuktikan adanya hubungan hukum kedua belah pihak dengan landasan iktikad baik.
Apabila penguasaan objek jual beli (sebidang tanah dan rumah) sudah diberikan kepada pembeli dan pembayarannya dilakukan dengan cara mencicil, dalam hal ini jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, mengingat berdasarkan Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Sebagai konsekuensinya, Anda juga mempunyai hak sebagai pembeli sejak terjadinya jual beli tersebut, yang apabila dilanggar berhak Anda tuntut.
Pembebanan Hak Tanggungan dan Konsekuensinya
Berkaitan dengan sertipikat yang diagunkan, kami asumsikan bahwa agunan tersebut dilakukan dengan pembebanan hak tanggungan. Dalam hal ini, pemberi hak tanggungan haruslah merupakan orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan.[1]
Apakah penjual yang Anda tanyakan masih mempunyai kewenangan untuk memberikan hak tanggungan? Masih, karena adanya PPJB tidak serta merta mengalihkan hak atas tanah kepada Anda sebagai pembeli.
Dalam Lampiran Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan (hal. 5), peralihan hak atas tanah berdasarkan PPJB secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan iktikad baik. Tetapi dalam kasus yang Anda tanyakan peralihan hak atas tanah belum terjadi karena pembayaran belum lunas. Sehingga, kepemilikan hak atas tanah masih berada di tangan penjual.
Selanjutnya, sebagaimana diuraikan Letezia Tobing dalam artikel Bolehkah Menjual Tanah yang Dibebani Hak Tanggungan? pada dasarnya tidak menjadi masalah jika tanah dan rumah yang dibebani hak tanggungan tersebut dijual oleh si pemberi hak tanggungan (pemilik tanah) kepada orang lain, karena hak tanggungan tetap melekat pada tanah yang dijaminkan (dengan asumsi bahwa hak tanggungan tersebut telah didaftarkan ke Kantor Pertanahan sehingga hak tanggungan tersebut telah lahir).
Namun, sekalipun kalau objek hak tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor (bank) masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi jika debitor (penjual) cidera janji.
Argumentasi ini didasarkan pada ketentuan Pasal 7 UU HT yang menegaskan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapa pun objek tersebut berada.
Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang hak tanggungan. Walaupun obyek hak tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitor cidera janji.[2]
Langkah yang Dapat Diambil
Untuk menjawab pertanyaan Anda, berikut ini upaya yang dapat Anda lakukan;
- Musyawarah secara kekeluargaan untuk mencapai mufakat; dan
- Menempuh upaya hukum.
- Musyawarah Secara Kekeluargaan
Dalam musyawarah secara kekeluargaan penyelesaian masalah dilakukan dengan bermusyawarah dan kemudian keputusan akhir dari musyawarah itu harus disepakati oleh setiap pihak yang hadir.
Musyawarah ini diperlukan karena berdasarkan Pasal 18 ayat (1) huruf b UU HT hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan salah satunya karena dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan, atau dalam hal ini pihak bank.
Hapusnya hak tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan.[3]
Untuk itu, perlu kiranya disepakati solusi yang bisa memenuhi kepentingan baik Anda maupun pihak bank melalui jalan musyawarah, sehingga nantinya pihak bank bersedia untuk melepaskan hak tanggungan tersebut.
Apabila pelepasan hak tanggungan tersebut berhasil disepakati, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU HT, setelah hak tanggungan hapus, Kantor Pertanahan mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertipikatnya. Dengan hapusnya hak tanggungan, sertipikat hak tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.
- Upaya Hukum
Langkah hukum yang dapat Anda tempuh sebagai pembeli dalam PPJB adalah mengajukan gugatan wanprestasi terhadap penjual dan meminta ganti rugi berdasarkan Pasal 1243 KUH Perdata, apabila dalam PPJB terdapat pernyataan bahwa penjual menjamin objek jual beli tidak sedang/akan dibebankan hak tanggungan. Meskipun gugatan tersebut tidak akan menghindarkan objek hak tanggungan (tanah dan rumah yang Anda beli) dari eksekusi yang akan dilakukan bank, akan tetapi Anda dapat mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang telah Anda alami karena tindakan si penjual.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum: