Dalam hal tanda tangan suatu untuk keperluan yayasan apakah ketua yayasan dapat memberikan kuasa kepada pengurus untuk menandatanganinya jika berhalangan? Lalu menjadi tanggung jawab siapakah jika surat yang ditandatanganinya tersebut menimbulkan masalah dengan pihak ketiga? Apakah ketua ataukah pengurus yang telah diberi kuasa untuk tanda tangan? Demikian pertanyaan dari kami terima kasih
Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan (Pasal 31 ayat (1) UU Yayasan).Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas (Pasal 32 ayat (2) UU Yayasan):
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Kami kurang jelas dengan apa yang Anda maksud dengan kuasa. Pada dasarnya dalam menjalankan tugasnya, Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan (Pasal 35 ayat (3) UU Yayasan). Dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa "pelaksana kegiatan" adalah Pengurus harian Yayasan yang melaksanakan kegiatan Yayasan sehari-hari.Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana kegiatan Yayasan ini diserahkan pengaturannya pada Anggaran Dasar Yayasan (Pasal 35 ayat (4) UU Yayasan).
Dalam hal pemberian kuasa yang Anda maksud adalah pemberian kuasa untuk hal tertentu, bukan untuk mengurus kegiatan yayasan sehari-hari, dalam UU Yayasan sendiri tidak diatur mengenai pemberian kuasa oleh ketua Yayasan kepada orang lain untuk melakukan suatu urusan.
Akan tetapi, kita dapat merujuk pada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ("KUHPer"). Pengaturan hukum mengenai surat kuasa dapat kita temui secara tersirat dalam Pasal 1792 KUHPer yang menyatakan:
“Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.”
Pemberian kuasa ini dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa (Pasal 1795 KUHPer). Jika ketua pengurus hanya ingin memberikan kuasa untuk menandatangani suatu dokumen, maka pemberian kuasa dilakukan dengan surat kuasa khusus, karena untuk melakukan suatu kepentingan saja.
Jika surat yang ditandantangani oleh orang yang diberikan kuasa di kemudian hari menimbulkan permasalahan, maka yang bertanggung jawab adalah orang yang memberikan kuasa, selama yang dilakukan oleh si penerima kuasa adalah sesuai dengan apa yang dikuasakan oleh pemberi kuasa. Ini karena penandatanganan tersebut dilakukan atas namanya. Hal ini diatur dalam Pasal 1806 dan Pasal 1807 KUHPer. Ini berarti jika yang dilakukan oleh penerima kuasa tidak sesuai dengan apa yang dikuasakan kepadanya, maka pemberi kuasa tidak bertanggung jawab atas hal tersebut.
Dengan demikian jika surat yang ditandatangani tersebut menimbulkan masalah di kemudian hari, sedangkan penerima kuasa telah melakukan hal sesuai dengan yang dikuasakan kepadanya, maka yang bertanggung jawab adalah ketua pengurus sebagai pemberi kuasa.