Saya masih sering bingung dalam membedakan apa itu terdakwa dan tersangka. Secara sekilas terdengar seperti istilah yang memiliki definisi yang sama. Lantas, apa perbedaan tersangka dan terdakwa?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya, terdakwa dan tersangka merupakan pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana. Definisi dari terdakwa dan tersangka dapat ditemukan dalam KUHAP.
Lantas, apa perbedaan tersangka dan terdakwa?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda mengenai perbedaan terdakwa dan tersangka, penting untuk diketahui terlebih dahulu bahwa terdakwa dan tersangka merupakan pihak yang terlibat pada hukum acara pidana. Oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam KUHAP.
Tersangka
Merujuk pada Pasal 1 angka 14 KUHAP jo.Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, yang dimaksud dengan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Penetapan tersangka sendiri merupakan salah satu kegiatan dari penyidikan tindak pidana.[1] Adapun yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.[2]
Dalam menetapkan seorang tersangka, harus didasarkan dengan paling sedikit 2 alat bukti yang didukung barang bukti dan dilaksanakan melalui mekanisme gelar perkara, kecuali tertangkap tangan.[3]
Berkaitan dengan alat bukti, Pasal 184 ayat (1) KUHAP mengatur tentang alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana, yang bunyinya sebagai berikut:
Kemudian, perlu diperhatikan juga hak privilege yan dimiliki tersangka adalah perlindungan dari stigmatisasi praduga bersalah oleh “praduga tak bersalah” (presumption of innocence), artinya setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.[4]
Terdakwa
Selanjutnya, pengertian terdakwa tercantum dalam Pasal 1 angka 15 KUHAP, yaitu terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.
Menurut Adam Ilyas dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Pidana Dari Penyelidikan Hingga Eksekusi Putusan (hal. 58-59), dari definisi Pasal 1 angka 15 KUHAP dapat dipahami bahwa seorang terdakwa pastilah seorang tersangka yang kemudian menjadi terdakwa karena perkaranya dilimpahkan ke pengadilan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdakwa adalah seseorang yang sedang diadili di pengadilan dengan tuduhan atas suatu perkara pidana.
Jika dibandingkan dengan tersangka, terdakwa merupakan status yang lebih tinggi dibandingkan dari tersangka. Setelah seseorang berstatus sebagai tersangka, apabila ditemukan bukti lebih lanjut mengenai dugaan terhadap tindak pidana, maka akan ditetapkan sebagai terdakwa. Kemudian berkas perkara penyelidikan yang telah lengkap menjadi bahan untuk memulai sidang di pengadilan.[5]
Terpidana
Selain terdakwa dan tersangka, terdapat juga istilah terpidana. Berdasarkan Pasal 1 angka 32 KUHAP, terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Adam Ilyas dalam buku yang sama memberikan penjelasan bahwa, jika sebelumnya, seorang tersangka yang perkaranya dilimpahkan pengadilan disebut terdakwa. Maka saat ini, setelah perkara yang bersangkutan telah diputus dan terdakwa atau penuntut umum tidak menempuh upaya hukum apa pun hingga putusannya berkekuatan hukum tetap, ia akan menjadi seorang terpidana (hal. 60).
Adapun yang dimaksud dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap adalah putusan pengadilan pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi, putusan pengadilan yang memutus perkara pidana pada tingkat banding yang tidak mengajukan kasasi, atau putusan kasasi.
Kesimpulannya, perbedaan tersangka, terdakwa dan terpidana terletak pada tahapannya dalam penyelesaian perkara pidana. Penyebutan tersangka terdapat pada tahapan penyidikan, dimana seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindakpidana. Selanjutnya, jika tersangka perkaranya dilimpahkan ke pengadilan, maka ia menjadi terdakwa. Dalam arti lain, terdakwa adalah seseorang yang sedang diadili di pengadilan dengan tuduhan atas suatu perkara pidana. Kemudian, jika seorang terdakwa telah diputus perkaranya dan putusannya berkekuatan hukum tetap, maka ia akan menjadi seorang terpidana.
Sebagai informasi, baik seorang tersangka maupun terdakwa mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi. Andi Hamzah dalam bukunya Hukum Acara Pidana di Indonesia (hal. 69-70) menjelaskan bahwa KUHAP memberikan seperangkat hak-hak kepada tersangka atau terdakwa, antara lain:
Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili (Pasal 50 ayat (1), (2), dan (3));
Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan (Pasal 51 butir a dan b);
Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim (Pasal 52);
Hak untuk mendapat juru bahasa (Pasal 53 ayat (1));
Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54); dan lain-lain.
Hak-hak tersangka dan terdakwa selengkapnya dapat Anda temukan dalam Pasal 50s.d.Pasal 68 KUHAP.
Kemudian, mengutip artikel Hak-hak Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana, pada saat menjalani hukuman, terpidana memperoleh hak-hak yang serupa seperti tersangka/terdakwa yang sedang dalam penahanan.
Selain itu, terpidana juga berhak untuk:
Mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.[6]
Menuntut ganti kerugian karena diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.[7]
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Adam Ilyas. Hukum Acara Pidana Dari Penyelidikan Hingga Eksekusi Putusan. Depok: RajaGrafindo Persada, 2023;
Ade Inggit Paramitha. Pembelaan Terhadap Terdakwa Menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam. Jurnal Al-Qanun: Jurnal Kajian Sosial dan Hukum Islam, Vol. 1, No. 1, 2020;
Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2019;
Dedi Prasetyo. Diskresi Kepolisian Pada Tahap Penangkapan Tersangka Terorisme. Depok: Rajawali Pers, 2021.
[4] Dedi Prasetyo. Diskresi Kepolisian Pada Tahap Penangkapan Tersangka Terorisme. Depok: Rajawali Pers, 2021, hal. 289
[5] Ade Inggit Paramitha. Pembelaan Terhadap Terdakwa Menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam. Jurnal Al-Qanun: Jurnal Kajian Sosial dan Hukum Islam, Vol. 1, No. 1, 2020, hal. 106