Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perlukah Adendum Perjanjian dalam Penarikan Kredit Revolving?

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Perlukah Adendum Perjanjian dalam Penarikan Kredit Revolving?

Perlukah Adendum Perjanjian dalam Penarikan Kredit <i>Revolving</i>?
Vania Natalie, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perlukah Adendum Perjanjian dalam Penarikan Kredit <i>Revolving</i>?

PERTANYAAN

Seperti diketahui, perjanjian kredit modal kerja revolving termasuk perjanjian pinjam-meminjam, karena klausula di dalam perjanjian kredit modal kerja revolving di bank BUMN pada hakikatnya merupakan perjanjian pinjam-meminjam. Objek perjanjian tersebut adalah benda yang habis dipakai, termasuk uang atau kredit yang diberikan kepada debitur, dan debitur berkewajiban untuk mengembalikan kredit tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Tetapi penarikan berulang secara de jure harus ada adendum, meskipun perjanjian belum berakhir atau belum mencapai plafon kredit. Mohon penjelasannya. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Penarikan kredit modal kerja yang bersifat revolving tidak memerlukan adendum terhadap perjanjian pokoknya. Pada praktiknya bank secara umum hanya mensyaratkan penggunaan cek atau bilyet giro dalam penarikan kredit, termasuk yang bersifat revolving. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diperhatikan kaidah-kaidah hukum mengenai kedudukan cek dan bilyet giro.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Kredit Revolving dan Adendum
    Sebagai informasi awal, sebagaimana diuraikan Anton Tan dalam bukunya The Real Secret of Successful Investor and Developer (hal. 199), kredit menurut sifat penarikannya dapat diklasifikasi menjadi dua macam, yaitu kredit revolving dan kredit non-revolving. Secara khusus, kredit revolving didefinisikan sebagai penyediaan pinjaman yang penarikannya dapat dilakukan berkali-kali apabila ada pengembalian kredit. Berdasarkan sifat tersebut, kredit revolving memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
    1. Umumnya tergolong kredit jangka pendek dan dapat diperpanjang;
    2. Debitur diberikan batas jumlah maksimal (plafond) dana pinjaman yang dapat ditarik;
    3. Kebutuhan dana bergantung pada arus kas;
    4. Penarikan dan pelunasan dapat dilakukan secara bertahap.
     
    Sedangkan adendum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring bermakna jilid tambahan (pada buku), lampiran, maupun ketentuan atau pasal tambahan. Pada umumnya, istilah adendum dipergunakan saat ada tambahan atau lampiran pada perjanjian pokok yang merupakan satu kesatuan dengan perjanjian pokoknya. Meskipun jangka waktu perjanjian tersebut belum berakhir, para pihak dapat menambahkan adendum sepanjang disepakati oleh kedua belah pihak.
     
    Kesepakatan para pihak dalam pembuatan adendum harus dimaknai sebagai satu kesatuan dengan perjanjian pokok, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1348 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) sebagai berikut:
     
    Semua janji yang diberikan dalam satu persetujuan harus diartikan dalam hubungannya satu sama lain, tiap-tiap janji harus ditafsirkan dalam hubungannya dengan seluruh persetujuan.
     
    Sehubungan dengan pertanyaan Anda, menurut hemat kami dalam KUH Perdata tidak dipersyaratkan secara spesifik mengenai kewajiban adendum dalam penarikan kredit. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa dalam pencairan kredit, bank memiliki ketentuan mengenai bentuk persetujuan atas tindakan tersebut.
     
    Dalam hal ini, sebagaimana diuraikan Thomas Suyatno dkk. dalam buku Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Keempat (hal. 85), pencairan kredit yang telah disetujui dapat dilakukan dengan alat-alat dan cara yang ditentukan oleh bank, antara lain pencairan dengan cara menarik cek atau bilyet giro, dengan kuitansi, atau dengan dokumen-dokumen lainnya yang oleh bank dapat diterima sebagai perintah pembayaran, atau dengan pemindah-bukuan atas beban rekening pinjaman nasabah.
     
    Kedudukan Cek dan Bilyet Giro
    Perlu diperhatikan bahwa kedudukan cek berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”) merupakan bentuk legitimasi dalam penarikan kredit dan harus didasarkan pada perjanjian atau kesepakatan para pihak sebelumnya. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 KUHD, yang berbunyi:
     
    Cek itu harus ditarik atas seorang bankir yang menguasai dana untuk kepentingan penarik dan menurut perjanjian tegas atau secara diam-diam yang menetapkan, bahwa penarik mempunyai hak untuk menggunakan dana itu dengan menarik cek. Akan tetapi bila peraturan-peraturan itu tidak diindahkan, maka atas hak itu tetap berlaku sebagai cek.
     
    Namun, sebagaimana diatur dalam KUHD di atas, dalam hal ketentuan mengenai penarikan dengan cek tidak diatur dalam perjanjian atau kesepakatan para pihak sebelumnya, cek tetap memegang kedudukan sebagai media penarikan dana.
     
    Sedangkan mengenai bilyet giro, penggunaanya tunduk pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/32/DPSP tentang Bilyet Giro. Sebagaimana diringkas dalam Frequently Asked Question Ketentuan Bilyet Giro (hal. 2), penggunaan bilyet giro tunduk pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
    1. Bilyet giro yang diterbitkan harus memenuhi syarat formal. Jika syarat formal bilyet giro tidak terpenuhi maka tidak dikategorikan sebagai bilyet giro.
    2. Guna mencegah risiko dalam penggunaan bilyet giro, diatur kewajiban para pihak yang terlibat dalam penggunaan bilyet giro yaitu bank tertarik, penarik, bank penerima, dan penerima.
    3. Untuk menjamin pembayaran, terdapat kewajiban bagi penarik untuk menyediakan dana yang cukup selama tenggang waktu efektif.
    4. Pengunjukan bilyet giro oleh penerima dapat dilakukan dalam tenggang waktu efektif, yang terhitung sejak tanggal efektif sampai dengan berakhirnya tenggang waktu pengunjukan bilyet giro.
    5. Tenggang waktu pengunjukan bilyet giro adalah 70 hari sejak bilyet giro diterbitkan. Setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukan maka bilyet giro menjadi tidak berlaku dan kewajiban penarik untuk menyediakan dana atas penarikan bilyet giro menjadi tidak berlaku.
    6. Apabila pada saat pengunjukan, bilyet giro yang telah memenuhi syarat formal namun dana pada rekening tidak mencukupi maka dapat dikategorikan sebagai bilyet giro kosong.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Referensi:
    1. Anton Tan. The Real Secret of Successful Investor and Developer. Jakarta: Gramedia, 2014.
    2. Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Frequently Asked Question Ketentuan Bilyet Giro. Jakarta: Bank Indonesia, 2019.
    3. Thomas Suyatno, dkk. Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia, 2007.

    Tags

    perjanjian
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!