Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Siapa yang Bertanggungjawab Atas Kesemrawutan Kabel di Jalan?

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Siapa yang Bertanggungjawab Atas Kesemrawutan Kabel di Jalan?

Siapa yang Bertanggungjawab Atas Kesemrawutan Kabel di Jalan?
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Siapa yang Bertanggungjawab Atas Kesemrawutan Kabel di Jalan?

PERTANYAAN

Jika ada kabel semrawutan di jalanan sehingga merugikan pejalan kaki atau pengendara kendaraan bermotor, kemana menggugat?
 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya setiap orang dilarang menggunakan dan memanfaatkan ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Penempatan bangunan dan instalasi utilitas seperti kabel telepon atau kabel listrik bisa dimungkinkan dipasang pada bagian ruang milik jalan apabila telah memperoleh izin pemanfaatan ruang milik jalan.
     
    Jika ada gangguan pada ruang milik jalan akibat kabel, pemerintah atau pemerintah daerah wajib segera mengambil tindakan.
     
    Bagaimana jika masyarakat dirugikan atas kesemrawutan kabel tersebut? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Fungsi dan Peruntukan Jalan
    Sepanjang penelusuran kami, tidak ada peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai kabel di jalanan. Akan tetapi tentang kabel disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan (“UU 38/2004”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (“PP 34/2006”).
     
    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kita perlu mengetahui dulu arti jalan. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.[1]
     
    Sebagai bagian prasarana transportasi jalan mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan juga merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sebagai sebagai prasarana distribusi barang dan jasa. Jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.[2]
     
    Perlu diketahui bahwa jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas:[3]
    1. jalan umum, dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas;
    2. jalan khusus, bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan.
     
    Bagian-bagian jalan dan peruntukannya meliputi:[4]
    1. Ruang manfaat jalan terdiri dari badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
     
    Ruang manfaat jalan ini, hanya diperuntukkan bagi median (pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan), perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan (penampungan dan penyaluran air agar badan jalan bebas dari pengaruh air). Trotoar (hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki), lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya;[5]
    1. Ruang milik jalan terdiri meliputi dari manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan.
     
    Ruang milik jalan, diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. Selain itu juga berfungsi sebagai lansekap jalan berupa ruang terbuka hijau;[6]
    1. Ruang pengawasan jalan terdiri dari ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.
     
    Ruang pengawasan, diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.[7]
     
    Kabel di Ruang Milik Jalan
    Setiap orang dilarang menggunakan dan memanfaatkan ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.[8]
     
    Selain peruntukan yang telah ditetapkan, pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan wajib memperoleh izin. Hal tersebut meliputi bangunan yang ditempatkan di atas, pada, dan di bawah permukaan tanah di ruang manfaat jalan dan di ruang milik jalan dengan syarat:[9]
      1. tidak mengganggu kelancaran dan keselamatan pengguna jalan serta tidak membahayakan konstruksi jalan;
      2. sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
      3. sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri dan pedoman yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
     
    Izin pemanfaatan ruang milik jalan dapat diberikan sepanjang tidak mengganggu fungsi jalan antara lain untuk:[10]
    1. pemasangan papan iklan, hiasan, gapura, dan benda-benda sejenis yang bersifat sementara;
    2. pembuatan bangunan-bangunan sementara untuk kepentingan umum yang mudah dibongkar setelah fungsinya selesai seperti gardu jaga dan kantor sementara lapangan;
    3. penanaman pohon-pohon dalam rangka penghijauan, keindahan ataupun keteduhan lingkungan yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan
    4. penempatan bangunan dan instalasi utilitas seperti tiang telepon, tiang listrik, kabel telepon, kabel listrik, pipa air minum, pipa gas, pipa limbah dan lainnya yang bersifat melayani kepentingan umum.
     
    Dalam PP 34/2006 ini, kabel (telepon dan listrik) disebutkan secara eksplisit, sehingga kabel dimungkinkan dipasang di ruang milik jalan jika telah memperoleh izin. Bagaimana jika pemasangan kabel tersebut tidak rapi atau semrawut di jalanan?
     
    Kabel Semrawut di Jalan Tanggung Jawab Siapa?
    Berkaitan dengan masalah kabel yang tidak rapi atau semrawut sehingga mengganggu fungsi jalan, berdasarkan Pasal 41 PP 34/2006 yaitu:
     
    Apabila terjadi gangguan dan hambatan terhadap fungsi ruang milik jalan, penyelenggara jalan wajib segera mengambil tindakan untuk kepentingan pengguna jalan.
     
    Apabila melihat artikel Kemana Menggugat jika ‘Celaka’ karena Jalanan Rusak?, perlu dipahami bahwa wewenang penyelenggaraan jalan ada pada:[11]
    1. Pemerintah pusat (“pemerintah”), adalah Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945, meliputi jalan secara umum dan jalan nasional.
    2. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, meliputi jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.
     
    Berarti jika terjadi gangguan dan hambatan akibat kabel semrawut terhadap fungsi ruang milik jalan, maka pemerintah atau pemerintah daerah harus segera mengambil tindakan seperti memperbaiki atau merapikan kabel tersebut agar tidak mengganggu.
     
    Bagaimana jika Dirugikan oleh Kabel Semrawut?
    Jika ada yang dirugikan pastinya ada yang meminta ganti rugi atas kerugian tersebut.
     
    Pemerintah dan/atau pemerintah daerah harusnya mengambil tindakan dengan membereskan kabel semrawut pada ruang milik jalan. Jika pemerintah tidak melakukan hal yang diperintahkan oleh undang-undang, maka dengan ini berarti pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum (“PMH”). Sebagaimana diketahui bahwa terdapat 2 jenis PMH yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata”):
    1. PMH (Onrechtmatige Daad);
    2. PMH oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad).
     
    Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi:
    Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
     
    Berdasarkan pasal di atas, setidaknya ada lima unsur yang harus dipenuhi:
    1. adanya perbuatan;
    2. perbuatan itu melawan hukum;
    3. adanya kerugian;
    4. adanya kesalahan; dan
    5. adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara perbuatan melawan hukum dengan akibat yang ditimbulkan.
     
    Kelima unsur di atas bersifat kumulatif, sehingga satu unsur saja tidak terpenuhi akan menyebabkan pemerintah tak bisa dikenakan pasal PMH. Maka dari itu, pemerintah bisa digugat oleh masyarakat apabila sampai merugikan masyarakat karena malasah kabel yang tidak rapi dan mengganggu fungsi jalan tersebut.
     
    Selengkapnya baca artikel Kemana Menggugat jika ‘Celaka’ karena Jalanan Rusak? dan Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

    [1] Pasal 1 angka 4 UU 38/2004 dan Pasal 1 angka 3 PP 34/2006
    [2] Pasal 5 UU 38/2004
    [3] Pasal 6 ayat (1), (2) dan (3) UU 38/2004
    [4] Pasal 11 ayat (1), (2), (3) dan (4) UU 38/2004
    [5] Pasal 34 ayat (3) dan (4) jo. Pasal 35 ayat (1) jo. Pasal 36 ayat (1) PP 34/2006
    [6] Pasal 39 ayat (3) dan (4) PP 34/2006
    [7] Pasal 44 ayat (2) PP 34/2006
    [8] Pasal 38 jo. Pasal 43 jo. Pasal 45 ayat (1) PP 34/2006
    [9] Pasal 52 ayat (1) dan (2) PP 34/2006
    [10] Penjelasan Pasal 52 ayat (1) PP 34/2006
    [11] Pasal 57 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) jo. Pasal 1 angka 1 dan angka 2 PP 34/2006

    Tags

    jalan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!