KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Status Utang Istri dan Hak Asuh Anak Setelah Bercerai

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Status Utang Istri dan Hak Asuh Anak Setelah Bercerai

Status Utang Istri dan Hak Asuh Anak Setelah Bercerai
Abdurrahman Alfaqiih, S.H., M.A., LLM. PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Bacaan 10 Menit
Status Utang Istri dan Hak Asuh Anak Setelah Bercerai

PERTANYAAN

Bagaimana jika istri mengajukan gugatan perceraian tetapi suami ingin tetap mempertahankan? Karena sudah memiliki anak yang secara hak lahir/ekonomi istri dan anak masih dipenuhi. Adapun alasan perceraiannya karena suami kurang bisa memenuhi kebutuhan ekonomi istri dikarenakan harus membayar cicilan utang istri. Pertanyaannya:

  1. Apakah tetap dapat dikabulkan permohonan gugatan perceraian istri jika suami masih ingin mempertahankan pernikahan?
  2. Bagaimana status utang istri?
  3. Bagaimana hak asuh anak?

Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Permohonan gugatan perceraian oleh istri dapat dikabulkan walaupun sang suami tetap ingin mempertahankan pernikahan mereka, jikalau pengadilan mendapati tidak terjadi upaya damai di antara mereka dan pengadilan mendapatkan bukti yang cukup dan didukung dengan kesaksian mengenai alasan sah perceraian.

    Lalu, bagaimana dengan status utang istri dan hak asuh anak?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Perceraian dalam Islam dan Hukum Positif Indonesia

    Guna menjawab pertanyaan Anda, kiranya perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai perceraian. Dalam hukum Islam, perceraian dipandang sebagai tindakan yang dibenci Allah. Hal ini dilandasi oleh hadist nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Nabi Muhammad SAW berkata: “Perceraian itu adalah hal yang halal namun dibenci oleh Allah SWT, dan bahkan apabila kata “cerai” terucapkan, maka Ars (Singgasana) Allah SWT akan berguncang”.

    Mengapa dibenci? Karena pada hakikatnya perkawinan tidak diorientasikan pada perceraian, melainkan terbentuknya keluarga sakinah, mawaddah wa-rahmah. Sebagaimana Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda-Nya bahwa Dia menciptakan jodoh untuknya dari dirimu (bangsamu) supaya kamu bersenang-senang kepadanya, dan Dia mengadakan sesama kamu kasih sayang dan rahmat. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berfikir.”

    KLINIK TERKAIT

    Apakah Bisa Nikah Langsung Cerai?

    Apakah Bisa Nikah Langsung Cerai?

    Namun demikian, faktanya masih banyak praktik perceraian yang dilakukan oleh umat muslim itu sendiri. Bagi pasangan suami istri beragama Islam di Indonesia, pengaturan soal perceraian dapat mengacu pada KHI yang telah ditindaklanjuti dengan Keputusan Menag 154/1991. Menurut ketentuan KHI, terdapat dua jenis perceraian, yaitu perceraian karena talak dan perceraian karena gugatan perceraian. Apa bedanya?

    Perceraian karena talak diajukan oleh suami terhadap istri.[1] Sedangkan perceraian karena gugatan perceraian diajukan oleh istri terhadap suami.[2] Selain itu, KHI juga mengatur bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah pengadilan sudah berupaya melakukan mediasi (mendamaikan) terhadap kedua belah pihak mempelai namun tidak berhasil mendamaikan.[3]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Istri Gugat Cerai dan Suami Menolak

    Menjawab pertanyaan Anda, seorang istri menurut hukum Islam dapat melakukan gugatan cerai terhadap suaminya. Bahkan istri yang mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya secara diam-diam (tanpa sepengetahuan suami) pun boleh menurut hukum, sebab tidak ada ketentuan aturan yang mengharuskan seorang istri untuk secara terang-terangan menyampaikan informasi bahwa dirinya akan mengajukan gugatan perceraian kepada suami terlebih dahulu.

    Baca juga: Bisakah Istri Diam-Diam Menggugat Cerai Suami?

    Sedangkan menurut hukum positif di Indonesia, persoalan perceraian dapat dirujuk ketentuannya dalam UU Perkawinan dan perubahannya serta dan PP 9/1975. Adapun Pasal 38 UU Perkawinan mengatur:

    Perkawinan dapat putus karena:

    1. kematian,
    2. perceraian, dan
    3. atas keputusan pengadilan.

    Harus ada cukup alasan bagi pasangan suami istri untuk melakukan perceraian, bahwa suami istri itu sudah tidak mampu lagi hidup rukun sebagai suami istri.[4] Adapun alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian, yaitu:[5]

    1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
    2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
    3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
    4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
    5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
    6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

    Gugatan perceraian diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan diajukan kepada pengadilan di tempat kediaman penggugat. Tapi jika tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan diajukan ke pengadilan di tempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan yang menyampaikan permohonan tersebut ke tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.[6]

    Perlu Anda ketahui pula, gugatan perceraian yang diajukan tersebut dapat diterima atau dikabulkan manakala pengadilan mendapatkan pembuktian yang cukup dan tentunya setelah mendapatkan kesaksian dari pihak keluarga serta orang-orang dekat terkait alasan perceraian yang diajukan.

    Dengan demikian, istri tetap dapat mengajukan gugatan cerai walau sang suami tetap ingin mempertahankan pernikahan. Sebab, gugatan dapat diterima atau dikabulkan jika pengadilan mendapati tidak bisa tercapai damai antara suami dan istri, serta adanya alasan sah perceraian. Misalnya dalam kasus Anda, telah terjadi perselisihan secara terus menerus karena masalah ekonomi.

    Baca juga: Istri Gugat Cerai Suami Menolak, Dapatkah Akta Cerai Terbit?

     

    Status Utang Istri dan Hak Asuh Anak Pasca Cerai

    UU Perkawinan sendiri tidak mengatur secara khusus mengenai hak asuh anak. Artinya tidak ada ketentuan pasal yang secara eksplisit mengatur siapa yang berhak mendapatkan hak asuh anak. Melainkan hanya mengatur baik ibu atau bapak tetap wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya dan jika ada perselisihan hak asuh anak, pengadilan yang akan memberi keputusannya.

    Sementara itu, jika merujuk Pasal 156 KHI, putusnya perkawinan karena perceraian berkonsekuensi pada hak asuh anak sebagai berikut:

    1. anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh:
      1. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;
      2. ayah;
      3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;
      4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;
      5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
    2. anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya;
    3. apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula;
    4. semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun);
    5. bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), dan (d);
    6. pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.

    Selain itu, dikutip dari laman Pengadilan Agama Jakarta Pusat, SE Dirjen Badan Peradilan Agama No. 1669/DJA/HK.00/5/2021 menjabarkan bahwa perceraian yang terjadi karena gugatan istri kepada suaminya ke Pengadilan Agama dan jika Pengadilan Agama mengabulkan permohonan cerai, maka seorang istri berhak mendapatkan:

    1. Berhak atas nafkah lampau, apabila selama perkawinan tersebut, suami tidak memberi nafkah;
    2. Perempuan berhak atas harta bersama, dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam Pasal 96 dan 97 KHI;
    3. Perempuan berhak untuk mendapatkan hak hadhanah bagi anak yang belum berumur 12 tahun.

    Hak anak akibat perceraian kedua orang tua:

    1. Setiap anak berhak mendapat pemeliharaan, pendidikan, kesehatan, rumah dan lingkungan tempat tinggal yang baik lahir dan batin termasuk mendapatkan curahan kasih sayang;
    2. Semua biaya kehidupan anak menjadi tanggung jawab ayah dan ibunya;
    3. Hak untuk bertemu ayah dan ibunya bagi setiap anak pasca perceraian ayah dan ibunya.

    Dengan demikian, status utang istri masih tetap melekat pada sang istri, tidak dapat dialihkan kepada suaminya yang telah diceraikan. Sedangkan status hak asuh anak menurut KHI bahwa apabila terjadi perceraian, maka pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau masih di bawah umur 12 tahun adalah hak penuh ibu. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya.[7] Kemudian, biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.[8]

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    3. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam;
    4. Keputusan Menteri Agama Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991;
    5. Surat Edaran Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1669/DJA/HK.00/5/2021 tentang Jaminan Pemenuhan Hak-hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian.

     

    Referensi:

    1.  
    2. Meita Djohan Oelangan. Hak Asuh Anak Akibat Perceraian (Studi Perkara Nomor 0679/Pdt.G/2014/PA TnK). Pranata Hukum, Vol. 11, No. 1, 2016;
    3. Pengadilan Agama Jakarta Pusat, diakses pada 14 Juni 2022 pukul 13.00 WIB.

    [1] Pasal 114 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)

    [2] Pasal 132 ayat (1) KHI

    [3] Pasal 115 KHI

    [4] Pasal 39 ayat (2) KHI

    [5] Penjelasan Pasal 39 ayat (2) KHI dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP 9/1975”)

    [6] Pasal 41 huruf a PP 9/1975

    [7] Meita Djohan Oelangan. Hak Asuh Anak Akibat Perceraian (Studi Perkara Nomor 0679/Pdt.G/2014/PA TnK). Pranata Hukum, Vol. 11, No. 1, 2016, hal. 65

    [8] Pasal 105 huruf c KHI

    Tags

    cerai
    cerai gugat

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    1 Sep 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!