Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Terhambatnya Perizinan Usaha karena Tidak Menjadi Peserta BPJS

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Terhambatnya Perizinan Usaha karena Tidak Menjadi Peserta BPJS

Terhambatnya Perizinan Usaha karena Tidak Menjadi Peserta BPJS
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Terhambatnya Perizinan Usaha karena Tidak Menjadi Peserta BPJS

PERTANYAAN

Apabila suatu perusahaan/PT dormant (ada investasi sebagai pemegang saham di PT lain), namun tidak ada  penghasilan karena tidak ada pembagian dividen dan tidak ada operasional/ tenaga kerja. Pertanyaan:
1. Apakah tetap harus ada yang harus didaftarkan di BPJS Ketenagakerjaan?
2. Siapakah yang wajib didaftarkan (apakah direksi atau pemegang saham)?
3. Bagaimanakah dengan iurannya apakah juga wajib bayar? Bagaimanakah rumus perhitungannya? dimana tidak ada penghasilan/upah, dibuktikan dengan laporan pajak dan laporan keuangan.
4. Apakah benar apabila tidak bayar iuran/tidak ada pendaftaran, perusahaan dapat ditutup oleh BPJS Ketenagakerjaan?
5. Apabila sudah pernah mendaftar BPJS Ketenagakerjaan, apakah kepesertaan dapat ditutup sementara? sampai ada operasional/penghasilan/ada keperluan pengurusan perizinan di instansi pemerintah.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Meskipun perusahaan tidak ada penghasilan, tetapi perusahaan memiliki kewajiban untuk mendaftarkan dirinya (direksi dan pemegang saham) dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kesehatan maupun Ketenagakerjaan).
     
    Apabila perusahaan tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta, maka dikenakan sanksi administratif.
     
    Sanksi administratif tersebut dapat berupa:
    1. teguran tertulis, dilakukan oleh BPJS;
    2. denda; dan/atau, diakukan oleh BPJS
    3. tidak mendapat pelayanan publik tertentu, dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas permintaan BPJS.
     
    Yang dimaksud pelayanan publik tertentu disini ialah terhambatnya perizinan usaha, izin mendirikan bangunan, dan sebagainya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Meskipun perusahaan tidak ada penghasilan, tetapi perusahaan memiliki kewajiban untuk mendaftarkan dirinya (direksi dan pemegang saham) dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kesehatan maupun Ketenagakerjaan).
     
    Apabila perusahaan tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta, maka dikenakan sanksi administratif.
     
    Sanksi administratif tersebut dapat berupa:
    1. teguran tertulis, dilakukan oleh BPJS;
    2. denda; dan/atau, diakukan oleh BPJS
    3. tidak mendapat pelayanan publik tertentu, dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas permintaan BPJS.
     
    Yang dimaksud pelayanan publik tertentu disini ialah terhambatnya perizinan usaha, izin mendirikan bangunan, dan sebagainya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Haruskah Pekerja Didaftarkan BPJS-TK Meskipun PT Tidak Ada Penghasilan?
    Dijelaskan dalam artikel Wajibkah Pengusaha Mendaftarkan Pekerjanya di BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan? bahwa setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial, meliputi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”) Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan.[1]
     
    Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial (“PP 86/2013”), bahwa terdapat 2 subjek yang diwajibkan untuk menjadi peserta BPJS yaitu:
    1. Pekerja, adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.[2]
    2. Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara adalah:[3]
    1. orang, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
    2. orang, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
    3. orang, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
     
    Jika melihat ketentuan di atas, direksi termasuk ke dalam istilah Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara sebagaimana dijabarkan dalam angka 2 huruf b, karena direksi menjalankan perusahaan bukan miliknya. Begitu juga dengan pemegang saham, termasuk sebagai Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara, sebagaimana dijelaskan dalam angka 2 huruf a, karena menjalankan perusahaan milik sendiri.
     
    Meskipun perusahaan tidak ada penghasilan, tetapi Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) PP 86/2013, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
     
    Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara wajib:
    1. mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS secara bertahap sesuai dengan program jaminan sosial yang diikutinya; dan
    2. memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya kepada BPJS secara lengkap dan benar.
     
    Selain itu dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“PP 84/2013”) antara lain disebutkan bahwa pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp 1 juta sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
     
    Artinya di sini perusahaan wajib mendaftarkan BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK) untuk tenaga kerjanya, begitu juga direksi dan pemegang saham perusahaan tersebut. Meskipun pemegang saham tidak digaji dan tidak termasuk ke dalam pekerja, tapi sebagai pemilik perusahaan atau orang yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri, maka pemegang saham pun wajib mendaftar sebagai peserta BPJS-TK.[4]
     
    Kewajiban perusahaan mendaftarkan direksi dan pemegang saham dalam kepesertaan BPJS juga disebutkan kembali di Pasal 4 ayat (1) PP 86/2013, yaitu:
     
    Setiap orang, selain pemberi kerja, Pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan wajib:
      1. mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta kepada BPJS; dan
      2. memberikan data dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
     
    Rumusan Iuran BPJS Ketenagakerjaan
    Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.[5]
     
    Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya (iuran yang menjadi beban peserta) kepada BPJS.[6] Peserta yang bukan pekerja dan bukan penerima bantuan iuran juga wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.[7] Mengenai iuran BPJS Ketenagakerjaan, secara rinci diatur di PP 84/2013.
     
    Program jaminan sosial tenaga kerja terdiri atas:[8]
    1. Jaminan berupa uang yang meliputi:
    1. Jaminan Kecelakaan Kerja;
    2. Jaminan Kematian; dan
    3. Jaminan Hari Tua.
    1. Jaminan berupa pelayanan, yaitu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
     
    Besarnya iuran program jaminan sosial tenaga kerja adalah sebagai berikut:[9]
    1. Jaminan Kecelakaan Kerja yang perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, sebagai berikut:
    • Kelompok I : 0,24% dari upah sebulan;
    • Kelompok II : 0,54°% dari upah sebulan;
    • Kelompok III : 0,89% dari upah sebulan;
    • Kelompok IV : 1,27% dari upah sebulan;
    • Kelompok V : 1,74% dari upah sebulan;
    1. Jaminan Hari Tua, sebesar 5,70% dari upah sebulan;
    2. Jaminan Kematian, sebesar 0,30% dari upah sebulan;
     
    Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.[10]
     
    Iuran jaminan Hari Tua, sebesar 3,70% ditanggung oleh pengusaha dan sebesar 2% ditanggung oleh tenaga kerja.[11]
     
    Tidak Bayar Iuran/Tidak Ada Pendaftaran, Maka Perusahaan Ditutup?
    Jika tidak membayar iuran atau tidak ada pendaftaran, maka berarti baik pemberi kerja maupun pekerja tidak melaksanakan kewajiban untuk mendaftar sebagai peserta BPJS sebagaimana dijelasakan di atas.
     
    Apabila perusahaan (Pemberi Kerja selain penyelenggara negara) tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan, maka dikenakan sanksi administratif.[12]
     
    Sanksi administratif tersebut dapat berupa:[13]
    1. teguran tertulis, dilakukan oleh BPJS;
    2. denda; dan/atau, diakukan oleh BPJS
    3. tidak mendapat pelayanan publik tertentu, dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas permintaan BPJS.
     
    Perusahaan tidak serta merta ditutup, namun tidak mendapatkan pelayanan publik. Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada perusahaan meliputi:[14]
    1. perizinan terkait usaha;
    2. izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek;
    3. izin memperkerjakan tenaga kerja asing;
    4. izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; atau
    5. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
     
    Pengenaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu dilakukan oleh unit pelayanan publik pada instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.[15]
     
    Pernah mendaftar BPJS Ketenagakerjaan artinya sudah menjadi peserta, namun bagaimana jika tidak membayar iuran? Apakah kepesertaan ditutup sementara?
    Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan tidak mendaftarkan pekerjanya secara bertahap dikenai teguran tertulis pertama untuk jangka waktu paling lama 10 hari oleh BPJS.[16] Apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu 10 hari sanksi teguran tertulis pertama Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara tidak melaksanakan kewajibannya, BPJS mengenakan sanksi teguran tertulis kedua untuk jangka waktu 10 hari.[17]
     
    Jika setelah teguran tertulis kedua berakhir tidak juga didaftarkan, maka dikenakan sanksi denda diberikan ke perusahaan.[18] Denda yang dimaksud dikenakan sebesar 0,1 % setiap bulan dari iuran yang seharusnya dibayar yang dihitung sejak teguran tertulis kedua berakhir.[19] Denda disetorkan kepada BPJS bersamaan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.[20]
     
    Apabila sanksi berupa denda tidak disetor lunas, Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dikenai sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu.[21]
     
    Berarti dapat dipahami di sini bahwa bukan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaannya yang ditutup sementara, melainkan dikenakan sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu sebagaimana telah dijelaskan.
     
    Pembayaran iuran BPJS sangat penting dan wajib dilunasi, karena jika tidak kunjung dilunasi maka perusahaan tidak mendapatkan pelayanan publik, dalam hal ini mengurus perizinan, dan sebagainya.[22]
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
      1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

    [1] Pasal 14 jo. Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU 24/2011”)
    [2] Pasal 1 angka 4 PP 86/2013
    [3] Pasal 1 angka 5 PP 86/2013
    [4] Pasal 14 UU 24/2011
    [5] Pasal 1 angka 6 UU 24/2011
    [6] Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) UU 24/2011
    [7] Pasal 19 ayat (3) UU 24/2011
    [8] Pasal 2 ayat (1) PP 84/2013
    [9] Pasal 9 ayat (1) PP 84/2013
    [10] Pasal 9 ayat (2) PP 84/2013
    [11] Pasal 9 ayat (3) PP 84/2013
    [12] Pasal 17 ayat (1) UU 24/2011 dan Pasal 5 ayat (1) PP 86/2013
    [13] Pasal 17 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU 24/2011 serta Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), dan Pasal 8 ayat (1) PP 86/2013
    [14] Pasal 9 ayat (1) PP 86/2013
    [15] Pasal 9 ayat (3) PP 86/2013
    [16] Pasal 10 ayat (1) PP 86/2013
    [17] Pasal 10 ayat (2) PP 86/2013
    [18] Pasal 10 ayat (3) PP 86/2013
    [19] Pasal 10 ayat (4) PP 86/2013
    [20] Pasal 10 ayat (5) PP 86/2013
    [21] Pasal 10 ayat (6) PP 86/2013
    [22] Pasal 10 ayat (7) dan (8) PP 86/2013

    Tags

    pemegang saham
    kesehatan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Pemindahan Kepemilikan Perusahaan (Akuisisi) oleh Pemegang Saham

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!