Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Ketentuan sita jaminan terdapat pada pasal 227 HIR (RIB-S.1941 No. 44).
Pada ayat (1) pasal 227 tersebut, dinyatakan bahwa: Jika terdapat persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya, atau selagi putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang barang itu dari penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang berkepentingan ketua pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus diberitahukan akan menghadap persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya.
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus memahami terlebih dahulu tujuan dari dikeluarkannya perintah sita jaminan. Pada pasal tersebut jelas tertulis tujuannya adalah untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan….
Siapakah pihak dan apa hak yang dimaksudkan diatas? Pihak yang dimaksudkan ketentuan pasal tersebut adalah Pihak yang memiliki piutang (kreditur) terhadap pihak yang dimintakan sita jaminan. Sedangkan hak yang dimaksudkan pada pasal tersebut adalah hak kreditur, baik sebagai kreditur biasa ataupun kreditur yang diistimewakan.
Untuk memahami hak tersebut maka kita harus melihat ketentuan pasal 1131 BW yang menyatakan bahwa, setiap kreditur mempunyai hak jaminan atas piutangnya berupa segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari.
Jaminan berdasar pasal 1131 BW tersebut bersifat umum, berlaku untuk seluruh kreditur. Sedangkan pasal 1132 BW, menyatakan diperbolehkannya hak jaminan yang bersifat istimwa dan didahulukan, misalnya dalam bentuk Hak Tanggungan, yang dahulu dikenal dengan Hipotik.
Dengan demikian jelaslah, bahwa setiap kreditur memiliki hak jaminan atas piutangnya, baik yang berupa jaminan umum ataupun dapat pula jaminan yang bersifat istimewa dan didahulukan.
Kembali kepada tujuan dari sita jaminan yang sudah kita bahas diatas. Tujuannya adalah untuk ..menjaga hak… bukan menciptakan atau memberikan hak baru. Dengan demikian, oleh karena keseluruhan harta debitur, baik yang bergerak ataupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang akan ada adalah jaminan untuk keseluruhan kreditur, maka setiap kreditur berhak untuk mengajukan permohonan sita jaminan atas keseluruhan harta debitur baik yang telah dijaminan secara istimewa dan didahulukan ataupun tidak.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?
Perusahaan Anda Di Sini!