Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kepergok Selingkuh, Bisakah Dipidana?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Kepergok Selingkuh, Bisakah Dipidana?

Kepergok Selingkuh, Bisakah Dipidana?
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Kepergok Selingkuh, Bisakah Dipidana?

PERTANYAAN

Istri saya kepergok berselingkuh, bagaimana saya dapat meminta pertanggungjawaban mereka? Jelas saya dirugikan, saya ingin memperkarakan masalah ini ke pengadilan. Bagaimana caranya, dan pasal-pasal apa yang dapat dipakai? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perbuatan selingkuh identik dengan tindakan serong salah satu pasangan yang melanggar janji perkawinannya. Lantas, apakah perselingkuhan bisa dipidanakan?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul perselingkuhan yang dibuat oleh Si Pokrol, dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 10 April 2002.

    KLINIK TERKAIT

    Bisakah PNS Dipecat karena Selingkuh?

    Bisakah PNS Dipecat karena Selingkuh?

     

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Pasal Perselingkuhan

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan membahas terlebih dahulu mengenai makna perselingkuhan. Menurut KBBI, selingkuh adalah menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; serong. Selingkuh juga dapat diartikan sebagai menyeleweng.

    Dalam konteks hubungan perkawinan, selingkuh identik dengan tindakan serong salah satu pasangan yang melanggar janji perkawinannya. Dalam pertanyaan yang Anda sampaikan, Anda tidak menyebutkan bagaimana perselingkuhan yang dilakukan oleh istri Anda.  

    Kami asumsikan perselingkuhan yang Anda maksud adalah suatu persetubuhan di luar perkawinan oleh seorang laki-laki atau perempuan yang kawin, sebagai pelanggaran dari janji setia perkawinan. Artinya, Anda dengan cara tertentu memergoki istri Anda telah melakukan persetubuhan dengan laki-laki lain.

    Terhadap tindakan perselingkuhan tersebut, maka muncul pertanyaan apakah perselingkuhan bisa dipidanakan? Dalam KUHP, tidak diatur secara tegas tentang istilah perselingkuhan.

    Namun demikian, di dalam KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026, perselingkuhan yang dilakukan dengan persetubuhan dapat dikenakan pasal perzinaan (overspel).

    KUHP

    UU 1/2023

    Pasal 284 ayat (1)

    Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

    1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.

    b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.

     

    1. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin.

    b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

    Pasal 411 ayat (1)

    Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta.[2]

    Penjelasan Pasal 411 ayat (1)

     

    Yang dimaksud dengan “bukan suami atau istrinya” adalah:

    1. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
    2. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
    3. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
    4. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
    5. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan

    Pasal 284 ayat (2)

    Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

    Pasal 411 ayat (2)

    Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

    1. suami atau istri bagi yang terikat perkawinan.
    2. orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

    Sebagai informasi, bahwa delik perzinaan adalah delik aduan yang mana pengaduan ini terdapat dua pilihan yaitu:[3]

    1. pengaduan tidak dapat ditarik kembali;
    2. dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

    Selanjutnya, pihak yang dapat melakukan pengaduan adalah suami/istri yang tercemar dan terhadap mereka dapat berlaku Pasal 27 KUH Perdata yang mengatakan bahwa dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang wanita sebagai istrinya demikian sebaliknya dan dalam jangka waktu 3 bulan dapat diikuti dengan permohonan bercerai atau pisah ranjang dengan alasan yang sama.[4]

    Menurut R. Soesilo sebagaimana dikutip dalam artikel Risiko Hukum Menjadi ‘Pelakor’ delik perzinaan atau overspel merupakan delik aduan absolut artinya tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami atau istri yang dirugikan. Selain itu, pengaduan tersebut tidak boleh dibelah. Jika laki-laki (A) nengadukan bahwa istrinya (B) telah berzina dengan laki-laki lain (C), maka B sebagai yang telah melakukan perzinaan dan C sebagai yang turut melakukan perzinaan, keduanya harus dituntut.

    Namun demikian, apabila istri Anda berselingkuh tanpa bersetubuh, maka tidak ada pasal pidana selingkuh yang dapat dijatuhkan. Hal ini telah dijelaskan dalam artikel Pidana Selingkuh Tanpa Bersetubuh bagi Pasangan, Adakah?

     

    Bukti-bukti Delik Perzinaan

    Berdasarkan penjelasan di atas, lantas apakah perselingkuhan bisa dilaporkan ke polisi? Jawabannya bisa. Karena perselingkuhan dengan persetubuhan termasuk delik perzinaan atau overspel.

    Namun demikian, perlu kami sampaikan bahwa hukum pidana adalah ultimum remedium atau upaya terakhir penegakan hukum. Artinya perkara diutamakan untuk diselesaikan melalui jalur kekeluargaan terlebih dahulu.

    Baca juga: Arti Ultimum Remedium sebagai Sanksi Pamungkas

    Adapun jika akan melaporkan kepada polisi, apa saja bukti perselingkuhan yang bisa digunakan? Setidak-tidaknya terdapat alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu:

    1. keterangan saksi;
    2. keterangan ahli;
    3. surat;
    4. petunjuk;
    5. keterangan terdakwa.

    Selain alat bukti tersebut di atas, tidak menutup kemungkinan Anda dapat menggunakan bukti-bukti elektronik berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana diatur di dalam Pasal 5 ayat (1) UU ITE jo. Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016. Misalnya foto, video, chat, dan lain sebagainya. Selengkapnya terkait dengan syarat alat bukti elektronik dapat Anda baca dalam Syarat dan Kekuatan Hukum Alat Bukti Elektronik.

    Perlu Anda perhatikan bahwa bukti-bukti perselingkuhan tersebut haruslah mengarah pada persetubuhan atau perzinaan agar memenuhi unsur Pasal 284 KUHP atau Pasal 411 UU 1/2023.

     

    Contoh Kasus

    Contoh kasus perselingkuhan yang dipidana dengan Pasal 284 ayat (1) ke-1a KUHP dapat disimak dalam Putusan PN Dataran Hunipopu No. 31/Pid.B/2019/PN Drh.

    Terdakwa bersama saksi (yang juga menjadi terdakwa pada berkas terpisah) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan zina dan dijatuhi pidana penjara selama 1 bulan (hal. 12–13).

    Terdakwa dan saksi korban (istri sah) masih memiliki hubungan pernikahan namun tidak harmonis karena saksi korban sering dipukul dan pergi ke Jakarta untuk menenangkan diri. Ketika ditinggal saksi korban (istri sah) ke Jakarta, terdakwa dan saksi melakukan gendak (overspel) di rumah terdakwa hingga tinggal bersama di rumah terdakwa dan berhubungan layaknya suami istri. Terdakwa dan saksi kemudian memiliki seorang anak perempuan berumur 1 tahun 7 bulan (hal. 2–3).

    Dalam kasus tersebut, bukti yang digunakan adalah saksi-saksi dan 1 lembar kutipan akta perkawinan.

     

    Demikian jawaban dari kami tentang pasal perselingkuhan, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

     

    Putusan:

    1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016;
    2. Putusan Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu Nomor 31/Pid.B/2019/PN Drh.

     

    Referensi:

    KBBI, yang diakses pada Selasa, 21 Maret 2023 pukul 08.54 WIB.


    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [2] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023

    [3] Pasal 284 ayat (3) dan (4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dan Pasal 411 ayat (3) dan (4) UU 1/2023

    [4] Pasal 284 ayat (2) KUHP

    Tags

    hukum pidana
    kuhp

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!