Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Langkah Hukum Jika Ayah Tidak Menafkahi Keluarganya

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Langkah Hukum Jika Ayah Tidak Menafkahi Keluarganya

Langkah Hukum Jika Ayah Tidak Menafkahi Keluarganya
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Langkah Hukum Jika Ayah Tidak Menafkahi Keluarganya

PERTANYAAN

Ayah saya sangat tidak bertanggung jawab. Ia tidak pernah memberikan nafkah suami kepada istri dan anak, sebagaimana kewajiban seharusnya dalam memberikan nafkah istri dan nafkah anaknya. Ayah saya juga sudah lama tidak pulang, pun tidak menanyakan kabar keluarganya. Tempo lalu saya sempat berutang kepada pacar saya sebesar Rp25 juta untuk keperluan modal usaha ayah saya. Katanya, ia akan pulang jika sudah punya modal. Namun, ternyata, ia berbohong dan selain itu, ayah saya juga punya banyak utang lainnya. Apakah ibu saya dan anak-anaknya bisa menuntut ayah saya untuk bertanggung jawab? Apa saya bertanggung jawab atas utang kepada pacar saya meskipun sebenarnya ayah saya yang berutang? Mohon penjelasannya, saya masih berharap ayah dan ibu saya bisa rukun kembali. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Secara hukum, suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Sesuai dengan penghasilannya, nafkah suami yang wajib dipenuhi oleh seorang suami, antara lain:

    1. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;
    2. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan
    3. Biaya pendidikan bagi anak.

    Terhadap suami yang tidak memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya, dapat diajukan gugatan nafkah ke pengadilan. Selain itu, suami tersebut juga dapat dijerat dengan ketentuan pidana karena menelantarkan keluarganya.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. 

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Bisakah Menuntut Ayah Karena Tidak Memberi Nafkah? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H., dan pertama kali dipublikasikan pada 13 Agustus 2011, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada Senin, 20 Desember 2021.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Ragam Nafkah Setelah Cerai untuk Mantan Istri

    Ragam Nafkah Setelah Cerai untuk Mantan Istri

    Kami turut prihatin dengan masalah yang keluarga Anda alami saat ini. Dari cerita yang Anda sampaikan, kami akan mengulas seputar ayah yang tidak menafkahi anaknya dan utang yang menggunakan nama Anda sebagai peminjam. Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa perkawinan ayah dan ibu Anda dilangsungkan menurut hukum Islam dan dicatat oleh negara, sehingga sah menurut hukum dan agama.

    Hukumnya Ayah Tidak Menafkahi Anak dan Istri

    Secara hukum, seorang suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.[1] Bahkan, bagi yang beragama Islam, ketentuan nafkah dari suami ini diatur secara spesifik dalam Pasal 80 ayat (4) KHI yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;
    2. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan
    3. Biaya pendidikan bagi anak.

    Jika ditarik lebih jauh ke belakang, ketentuan dalam KHI di atas bersumber dari salah satu sumber hukum Islam, yakni Al-Qur’an, tepatnya Surah An-Nisa ayat 34, yang berbunyi:

    Laki-laki (suami) itu penanggung jawab atas para perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan sebagian (nafkah) dari hartanya….

    Terkait ayat di atas, merujuk pada tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama yang diakses dari laman Quran Kemenag, dijelaskan bahwa kaum laki-laki adalah penanggung jawab (yang mana sebagai kepala keluarga, suami bertanggung jawab untuk melindungi, mengayomi, mengurusi, dan mengupayakan kemaslahatan keluarga).

    Sejalan dengan kewajiban suami untuk bertanggung jawab atas keluarganya, termasuk atas urusan nafkah, ketentuan Pasal 34 ayat (3) UU Perkawinan menerangkan bahwa istri berhak untuk mengajukan gugatan nafkah ke pengadilan jika seorang suami tidak menafkahi keluarganya (anak dan istri) sebagaimana kewajibannya.

    Bagi yang beragama Islam, gugatan tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Agama pada domisili/tempat kediaman suami selaku tergugat. Sedangkan bagi yang beragama selain Islam, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri. Terkait pengajuan gugatan, perlu diketahui bahwa gugatan nafkah suami ini dapat dilakukan tanpa mengajukan gugatan cerai.

    Selain itu, penting untuk diketahui bahwa seorang suami atau ayah yang meninggalkan kewajibannya terhadap keluarganya dapat dijerat Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT yang mengatur ketentuan sebagai berikut.

    Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

    Bagi yang melanggar ketentuan tersebut, diancam pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp15 juta.[2]

    Meminjam Uang untuk Keperluan Keluarga

    Terkait utang yang Anda ajukan demi keperluan Ayah Anda, perlu digarisbawahi bahwa setiap orang yang berutang wajib melunasi utang tersebut. Jika utang tersebut tidak dilunasi sesuai kesepakatan, maka si peminjam atau debitur dapat digugat perdata atas wanprestasi.[3]

    Oleh karenanya, Anda perlu berhati-hati apabila meminjam uang atas nama Anda sebagai peminjam untuk keperluan orang lain, dalam hal ini ayah Anda. Sebab, kewajiban untuk melunasi ada pada Anda karena perikatan tersebut terjadi antara Anda dengan pacar Anda,[4] sekalipun yang menggunakan uang tersebut adalah ayah Anda.

    Kemudian, terkait utang-utang yang lain, ayah Anda adalah pihak yang berkewajiban untuk melunasinya. Jika tidak dilunasi, ada kemungkinan para pemberi utang (kreditur) akan menggugat ayah Anda atas wanprestasi.

    Demikian jawaban dari kami terkait nafkah suami dan penyelesaiannya, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga;
    4. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

    Referensi:

    Quran Kemenag, diakses pada 10 Februari 2023 pukul 15.00 WIB.


    [1] Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    [2] Pasal 49 huruf a jo. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

    [3] Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”)

    [4] Pasal 1338 KUH Perdata

    Tags

    hukumonline
    keluarga dan perkawinan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    19 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!