KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Titel dan Substansi Gugatan PHI, Mana yang Terpenting?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Titel dan Substansi Gugatan PHI, Mana yang Terpenting?

Titel dan Substansi Gugatan PHI, Mana yang Terpenting?
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Titel dan Substansi Gugatan PHI, Mana yang Terpenting?

PERTANYAAN

Dalam melakukan gugatan ke PHI, mana yang lebih penting untuk dijadikan dasar menggugat? Titel gugatan atau substansi gugatan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Yang terpenting dalam mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”) adalah substansi gugatan (terkait posita dan petitum gugatan). Titel gugatan tidak terlalu menentukan arah gugatan karena pada praktiknya hakim dapat menentukan jenis perselisihan dalam PHI.
     
    Mengapa demikian? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Yang terpenting dalam mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”) adalah substansi gugatan (terkait posita dan petitum gugatan). Titel gugatan tidak terlalu menentukan arah gugatan karena pada praktiknya hakim dapat menentukan jenis perselisihan dalam PHI.
     
    Mengapa demikian? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”) berdasarkan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”) adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.
     
    Perselisihan Hubungan Industrial
    PHI memiliki kewenangan terbatas terhadap perselisihan hubungan industrial sebagaimana disebutkan di Pasal 56 UU PPHI yaitu bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:
    1. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
    2. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
    3. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
    4. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
     
    Agar lebih jelas, mari kita simak terlebih dahulu penjelasan mengenai sengketa dalam PHI:
    1. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;[1]
    2. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;[2]
    3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak;[3]
    4. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan;[4]
     
    Menurut Juanda Pangaribuan, dalam bukunya Seluk Beluk Hukum Acara Pengadilan Hubungan Industrial (hal. 145), limitasi kewenangan itu memastikan bahwa PHI tidak berwenang mengadili perkara lain seperti, perbuatan melawan hukum dan perbuatan ingkar janji. Kalau pengusaha tidak membayar hak pekerja, kategorinya bukan wanprestasi, tetapi pelanggaran norma kerja, lalu dikualifikasikan sebagai perselisihan hak. Selanjutnya, hak pesangon yang muncul dalam pemutusan hubungan kerja (“PHK”), kualifikasinya bukan perselisihan hak, tetapi perselisihan PHK.
     
    Ia juga menjelaskan bahwa hak dalam hubungan kerja yang disebut perselisihan hak, jenisnya bermacam-macam, misalnya kekurangan upah, upah lembur tidak dibayar atau kurang bayar, tidak menyertakan pekerja sebagai peserta Jamsostek (sekarang BPJS), dan sebagainya. Kalu pengusaha tidak membayar hak pekerja yang timbul dalam hubungan kerja, atau pengusaha tidak membayar hak pesangon yang timbul akibat PHK, permasalahan itu bukan kategori perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), tetapi perselisihan hubungan industrial sehingga penyelesaiannya masuk ke dalam kewenangan PHI.
     
    Kekeliruan dalam Membuat Titel Gugatan
    Ketidakmampuan membedakan antara perselisihan kepentingan, perselisihan hak dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh, menurutnya dalam buku yang sama (hal. 150) bisa menimbulkan kesalahan dalam menentukan titel dan petitum gugatan. Kadang terjadi di dalam praktik, titel gugatan tentang perselisihan hak, tetapi materi perkara mengenai perselisihan kepentingan, atau titel gugatan perselisihan kepentingan, tetapi objek gugatan mengenai perselisihan PHK. Kekeliruan membuat titel gugatan pada dasarnya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap gugatan. Tetapi, mungkin saja ada yang menjadikan kesalahan titel gugatan itu untuk mengatakan gugatan tidak dapat diterima. Kesalahan membuat titel gugatan, jelas mempengaruhi posita dan petitum. (baca: Tentang Posita, Petitum, Replik, dan Duplik).
     
    Ia pun memberikan contoh (hal. 150-151), perkara No. 113/PL/2006/PHI.PN.JKT.PST, titel gugatan: “Gugatan Perbuatan Melawan Hukum.” Akibatnya, petitum menuntut ganti rugi, bukan uang pesangon, pada hal uraian pokok perkara mengenai PHK. Kalau titel gugatan berbeda dengan uraian pokok perkara, apakah kondisi seperti itu mengakibatkan gugatan obscuur libel, dan harus diputus NO (niet onvankelijk verklaard)?
     
    Juanda pun menyatakan bahwa yang menjadi pokok permasalahan adalah substansi perkara, bukan titel gugatan. Hakim cukup menjelaskan kekeliruan titel gugatan itu di dalam pertimbangan, sekaligus meluruskan jenis perselisihan yang sebenarnya. Dalam hal ini bisa dikatakan hakim berwenang menentukan jenis perselisihan dari suatu perkara yang diperiksanya. Kewenangan itu paralel dengan pembatasan upaya hukum, putusan PHI tidak semua bisa diajukan kasasi. Oleh karena itu, pencari keadilan yang takut salah dalam menentukan titel gugatan, cukup menyebut titel gugatannya dengan “Perselisihan Hubungan Industrial.” Dalam konteks itu, hakim yang akan menentukan sendiri jenis perselisihan yang relevan dengan perkara yang diperiksanya.
     
    Sehingga menjawab pertanyaan Anda, yang terpenting dalam mengajukan gugatan ke PHI adalah substansi gugatan (terkait posita dan petitum gugatan). Titel gugatan tidak terlalu menentukan arah gugatan karena pada praktiknya hakim dapat menentukan jenis perselisihan dalam PHI.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
     
    Referensi:
    Juanda Pangaribuan. 2017. Seluk Beluk Hukum Acara Pengadilan Hubungan Industrial. Jakarta: MISI.

    [1] Pasal 1 angka 2 UU PPHI
    [2] Pasal 1 angka 3 UU PPHI
    [3] Pasal 1 angka 4 UU PPHI
    [4] Pasal 1 angka 5 UU PPHI

    Tags

    hukumonline
    phi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!