Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Tanggungan
Pasal 10 ayat (1) dan (2) UUHT berbunyi:
Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan.
[1]
Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh kantor pertanahan dengan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
[2]
Sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan, kantor pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
[3]
Sertifikat hak tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
[4]
Sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti
grosse acte hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.
[5]
Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan:
[6]hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, atau
titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan, objek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya.
Namun, berdasarkan keterangan Anda, hak tanggungan tersebut “tidak terpasang” pada objek jaminan yang dimaksud. Kami asumsikan maksud dari “tidak terpasang” adalah tidak terdaftarnya hak tanggungan di kantor pertanahan.
Akibatnya, tidak pernah diterbitkan sertifikat hak tanggungan.
Dalam artikel
Jika Debitur Pailit dan Hak Tanggungan Belum Didaftarkan, ditegaskan bahwa jika tidak didaftarkan, maka hak tanggungan tersebut tidak pernah lahir/tidak pernah ada. Jika jaminan hak tanggungan tersebut tidak pernah lahir, maka kreditur tidak berkedudukan sebagai kreditur yang didahulukan (kreditur separatis) untuk mendapatkan pelunasan utang debitur.
Berdasarkan uraian di atas, hubungan utang piutang antara nasabah dengan bank, tidak ada penjaminan berupa hak tanggungan.
Jaminan atas Utang Nasabah
Lalu, bagaimana jika nasabah tersebut default atau wanprestasi, apa yang dapat disita sebagai jaminan?
Pasal 1311
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) menegaskan bahwa segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.
Dalam artikel
Mengenal Berbagai Jenis Sita dalam Hukum Acara Perdata, diterangkan bahwa sita jaminan dapat dilakukan terhadap objek-objek sebagaimana diterangkan M. Yahya Harahap dalam buku
Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, antara lain (hal. 341):
Perkara utang piutang yang tidak dijamin dengan agunan tertentu. Sita jaminan dapat diletakkan atas seluruh harta kekayaan tergugat meliputi barang bergerak maupun tidak bergerak;
Objek sita jaminan dalam perkara ganti rugi dapat diletakkan atas seluruh harta kekayaan tergugat. Tuntutan ganti rugi ini timbul dari wanprestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1243 – Pasal 1247 KUH Perdata atau perbuatan melawan hukum dalam bentuk ganti rugi materiil dan imateriil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata;
Sengketa hak milik atas benda tidak bergerak yang hanya terbatas atas objek yang diperkarakan/disengketakan;
Dapat diletakkan pada barang yang telah diagunkan sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, menjawab pertanyaan Anda, atas perkara utang piutang yang Anda alami yang tidak ada perjanjian penjaminan sebelumnya, karena hak tanggungannya tidak terdaftar, dapat dilakukan sita jaminan terhadap seluruh harta kekayaan debitur.
Menurut SE MA 5/1975, benda-benda yang disita nilainya diperkirakan tidak jauh melampaui nilai gugatan (nilai uang yang menjadi sengketa), jadi seimbang dengan yang digugat.
[7]
Selain itu, agar lebih dahulu dilakukan penyitaan atas benda-benda bergerak dan baru diteruskan ke benda-benda tidak bergerak jika menurut perkiraan nilai benda-benda bergerak itu tidak akan mencukupi.
[8]
Siapa yang melakukan penilaian terhadap harta kekayaan ini?
Pasal 2 huruf c Permenkeu 101/2014 menegaskan bahwa penilaian yang dilakukan oleh penilai bertujuan untuk, salah satunya, penjaminan utang.
Berdasarkan uraian di atas, jika hak tanggungan tersebut tidak terdaftar, maka menurut hemat kami, Anda masih bisa melakukan sita jaminan atas harta kekayaan nasabah, dimulai dari benda bergerak terlebih dahulu.
Jika dinilai bahwa benda bergerak tersebut tidak cukup nilainya dibandingkan dengan utang nasabah, maka baru dilakukan sita jaminan pada harta kekayaan berupa benda tidak bergerak milik nasabah.
Penilaian terhadap penjaminan utang nasabah ini dilakukan oleh penilai publik.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
[1] Pasal 13 ayat (1) UUHT
[2] Pasal 13 ayat (3) UUHT
[3] Pasal 14 ayat (1) UUHT
[4] Pasal 14 ayat (2) UUHT
[5] Pasal 14 ayat (3) UUHT
[6] Pasal 20 ayat (1) UUHT
[7] Angka 1 huruf d SE MA 5/1975
[8] Angka 1 huruf e SE MA 5/1975