KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

3 Alternatif Cara Ganti Nazhir Wakaf Perseorangan ke Badan Hukum

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

3 Alternatif Cara Ganti Nazhir Wakaf Perseorangan ke Badan Hukum

3 Alternatif Cara Ganti Nazhir Wakaf Perseorangan ke Badan Hukum
Ahmad Sadzali, Lc, M.H.PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Bacaan 10 Menit
3 Alternatif Cara Ganti Nazhir Wakaf Perseorangan ke Badan Hukum

PERTANYAAN

Sudah ada ikrar wakaf untuk perorangan, dan sekarang mau diubah ke wakaf yayasan. Caranya bagaimana? Terima kasih atas jawabannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perubahan nazhir (pihak penerima harta benda wakaf) secara hukum dapat saja dilakukan. Menyambung pertanyaan Anda, apabila yang awalnya nazhir perseorangan akan diubah menjadi nazhir yayasan atau dalam hal ini badan hukum, dapat dilakukan setidaknya melalui 3 alternatif cara, yaitu:

    1. Pengunduran diri nazhir perseorangan;
    2. Atas inisiatif Kantor Urusan Agama (KUA); dan
    3. Atas usulan wakif atau ahli waris wakif.

    Namun sebelum mengubahnya, hendaknya diperhatikan persyaratan bagi nazhir badan hukum.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Persyaratan Nazhir Badan Hukum

    KLINIK TERKAIT

    Aturan Wakaf di Indonesia

    Aturan Wakaf di Indonesia

    Berdasarkan pertanyaan Anda, kami asumsikan permasalahan ini adalah mengenai upaya perubahan status wakaf, dari yang awalnya diserahkan kepada nazhir (pihak penerima harta benda wakaf) perseorangan ke nazhir badan hukum.

    Sebelumnya perlu kami jelaskan terlebih dahulu berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (“UU Wakaf”), nazhir meliputi perseorangan, organisasi, atau badan hukum. Agar badan hukum dapat menjadi nazhir haruslah memenuhi persyaratan:[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan, yang bisa dilihat pada Pasal 10 ayat (1) UU Wakaf;
    2. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
    3. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

    Kemudian terdapat syarat tambahan bagi badan hukum yang akan menjadi nazhir, berdasarkan Pasal 11 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (“PP Wakaf”), yaitu:

    1. badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam;
    2. pengurus badan hukum harus memenuhi persyaratan nazhir perseorangan;
    3. salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf berada;
    4. memiliki:
      1. salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi berwenang;
      2. daftar susunan pengurus;
      3. anggaran rumah tangga;
      4. program kerja dalam pengembangan wakaf;
      5. daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang merupakan kekayaan badan hukum; dan
      6. surat pernyataan bersedia untuk diaudit.

    Sementara itu, menyambung pertanyaan Anda, Yayasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan perubahannya termasuk dalam kategori badan hukum. Maka pertama-tama, calon nazhir dari yayasan yang Anda maksud harus dipastikan terlebih dahulu memenuhi persyaratan sebagaimana disebut di atas.

     

    Alternatif Cara Ganti Nazhir

    Adapun mengenai pertanyaan Anda soal perubahan status nazhir perseorangan ke nazhir yayasan, setidaknya terdapat 3 alternatif cara:

    1. Pengunduran diri nazhir perseorangan. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) PP Wakaf, kedudukan nazhir dalam hal ini perseorangan dapat berhenti jika: meninggal dunia; berhalangan tetap; mengundurkan diri; atau diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia (“BWI”).

    Jika nazhir perseorangan berhenti dari kedudukannya sebagai nazhir, maka nazhir harus melaporkan ke Kantor Urusan Agama (“KUA”) untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI paling lambat 30 hari sejak tanggal berhentinya nazhir perseorangan.[2]

    Dalam hal tidak ada KUA setempat, maka laporan dapat disampaikan oleh nazhir ke KUA terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/ kota.[3] Selanjutnya, pengganti nazhir tersebut akan ditetapkan oleh BWI.[4]

     

    1. Atas dasar inisiatif KUA dapat mengusulkan kepada BWI agar dilakukan pemberhentian dan penggantian nazhir jika dalam jangka satu tahun sejak terbitnya Akta Ikrar Wakaf (AIW), nazhir tidak menjalankan tugasnya.[5]

     

    1. Atas usulan wakif atau ahli waris wakif kepada Kepala KUA dapat mengusulkan agar dilakukan pemberhentian dan penggantian nazhir, yang selanjutnya akan diusulkan kepada BWI.[6]      

    Sehingga perlu digarisbawahi, pemberhentian dan penggantian nazhir adalah kewenangan BWI, baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota sebagai perwakilan. Sebagai contoh, jika harta benda wakaf Anda berupa tanah, untuk klasifikasi luasan tanah wakaf di atas 20.000 meter2 menjadi kewenangan BWI pusat. Tapi jika luasan tanah wakafnya antara 1.000 sampai dengan 20.000 meter2, maka menjadi kewenangan BWI provinsi. Sedangkan jika luasan tanah wakafnya kurang dari 1.000 meter2, maka menjadi kewenangan BWI kabupaten/kota.[7]

    Sebelumnya jika kita melihat berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), pemberhentian dan penggantian nazdir menjadi kewenangan KUA, namun sekarang sudah tidak lagi.[8] Kewenangan pemberhentian dan penggantian nazhir kini menjadi kewenangan BWI sebagaimana telah diterangkan.

    Disarikan dari laman yang sama, KUA sendiri hanya menerbitkan surat pengantar permohonan pergantian nazhir yang ditujukan kepada BWI. Surat pengantar tersebut harus menyebutkan alasan penggantian dan pemberhentian nazhir sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Selanjutnya masih bersumber dari laman yang sama, setelah surat keputusan BWI tentang penggantian dan pemberhentian nazhir terbit, lalu nazhir harus mengurus surat pengesahan nazhir yang baru di KUA setempat agar dicatatkan kembali sebagai nazhir yang baru yang sah mengelola wakaf.

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1.  
    2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan;
    3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
    5. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

     

    Referensi:

    Pergantian Nazhir, Bagaimana Seharusnya?, yang diakses pada 3 September 2021 pukul 12.58 WIB.


    [1] Pasal 10 ayat (3) UU Wakaf

    [2] Pasal 6 ayat (1) PP Wakaf

    [3] Pasal 6 ayat (3) PP Wakaf

    [4] Pasal 6 ayat (1) PP Wakaf

    [5] Pasal 6 ayat (4) PP Wakaf

    [6] Pasal 6 ayat (4) PP Wakaf

    [7] Pergantian Nazhir, Bagaimana Seharusnya?, yang diakses pada 3 September 2021 pukul 12.58 WIB

    [8] Pasal 221 ayat (1) KHI

    Tags

    pertahanan
    kua

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!