Apa ukuran untuk menilai telah terjadi malapraktik tindakan medis? Apakah kesalahan sepenuhnya pasti menjadi tanggung jawab dokter untuk malapraktik medis yang terjadi? Pertanyaan semacam ini tampak perlu menjadi perhatian kembali di tengah meningkatnya aktivitas pelayanan medis di masa pandemi global. Terlepas dari peran mulia para dokter dan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, tanggung jawab hukum yang mengatur hak dan kewajiban antara dokter, rumah sakit, dan pasien akan selalu melekat. Perlu ada kejelasan yang dipahami oleh ketiga pihak serta para praktisi hukum yang akan terlibat jika sengketa terjadi.
Wahyu Andrianto, Ketua dan Peneliti Senior di Center for Health Law and Policy-Fakultas Hukum Universitas Indonesia (CHLP-FHUI) menjelaskan dalam keterangan tertulisnya kepada Hukumonline, “Bidang kesehatan merupakan sebuah bidang kehidupan yang sifatnya primer karena dibutuhkan oleh setiap manusia, apapun latar belakang sosial dan strata ekonominya”.
Wahyu menyebut pelayanan medis sebagai inti dari pelayanan kesehatan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Oleh karena itu, hukum pun harus bekerja dengan cermat agar tanggung jawab para pihak yang terkait dalam pelayanan medis terpenuhi dengan baik. Kesalahan tindakan medis yang sangat mungkin terjadi jangan sampai menghambat pelayanan medis atau malah mengabaikan hak atas keadilan baik untuk pasien, tenaga medis, maupun fasilitas pelayanan medis.
Black’s Law Dictionary edisi 9 menjelaskan malapraktik dalam lema malpractice yaitu An instance of negligence or incompetence on the part of a professional. Tersedia lema lebih spesifik yang mengacu malapraktik medis yaitu medical malpractice dengan arti A doctor's failure to exercise the degree of care and skill that a physician or surgeon of the same medical specialty would use under similar circumstances. Tampak bahwa ukuran untuk menilai terjadinya malapraktik medis adalah standar kompetensi yang bisa dipenuhi oleh sejawat atau rekan seprofesi dalam situasi yang serupa.