Indonesia berkomitmen bersama seluruh negara di dunia menghadapi dampak perubahan iklim melalui Perjanjian Paris. Sebagai negara yang tergolong rawan terhadap ancaman perubahan iklim, Indonesia meratifikasi Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2016 dan menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan 2020-2024.
Pemerintah pun menerbitkan pajak karbon dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tujuan pengenaan pajak karbon mengubah perilaku ekonomi agar beralih pada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. Hal ini sejalan dengan Paris Agreement yang telah diratifikasi Indonesia yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC).
Melalui komitmen NDC, Indonesia berupaya mencapai target emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan international pada tahun 2030. Dalam jangka panjang, Pemerintah telah menetapkan Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (Long-Term Strategy For Low Carbon Climate Resilience/LTS-LCCR) di tahun 2050 dan target Emisi Nol Bersih (Net Zero Emission) pada tahun 2060 atau lebih awal.
Indonesia juga sudah melakukan perencanaan secara matang mulai dari jangka pendek hingga panjang. Di mana tahap pertama, objek pajak karbon yang dikenakan ialah pada PLTU batubara melalui mekanisme cap and trade sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.