Posisi Jaksa Agung, Sebaiknya Berasal dari Karir atau Non Karir?
Utama

Posisi Jaksa Agung, Sebaiknya Berasal dari Karir atau Non Karir?

Ada dua pemikiran yang saling bertentangan dalam pembahasan RUU Kejaksaan. Satu pihak menghendaki orang luar alias non karir yang punya kapabilitas bisa diangkat menjadi jaksa agung. Tapi suara lain meminta hanya jaksa karir saja yang bisa menduduki posisi puncak di Gedung Bundar.

Oleh:
Mys/Amr
Bacaan 2 Menit
Posisi Jaksa Agung, Sebaiknya Berasal dari Karir atau Non Karir?
Hukumonline

 

Tabel

Jaksa Agung dari Masa ke Masa

 

Nama

Periode

Mr. Gatot Taroenamihardja, SH

1945

Kasman Singodimedjo, SH

1945-1946

Tirtawinata, SH

1946-1951

R. Soeprapto, SH

1951-1959

Mr. Gatot Taroenamihardja, SH

1959

R. Goenawan, SH

1959-1962

Kadaroesman, SH

1962-1964

A. Soetardhio, SH

1964-1966

Sugih Arto, SH

1966-1973

Ali Said, SH

1973-11981

Ismail Saleh, SH

1981-1984

Hari Suharto, SH

1984-1988

Sukarton Marmo Sudjono, SH

1988-1990

Singgih, SH

1990-1998

A. Soedjono C. Atmonegoro, SH

1998

H.Andi Muhammad Ghalib, SH

1998-1999

Marzuki Darusman, SH

1999-2001

Prof. DR. Baharuddin Lopa, SH

2001

dr Marsillam Simanjuntak, SH

2001

H.M.A Rachman, SH

15 Agustus 2001- Sekarang

??????

?????

 

       Diolah Pusat Data Hukumonline

 

Buka peluang buat non karir

Dalam konteks ini, Jum'at (9/7) kemarin tiga lembaga yang concern di bidang pemberantasan korupsi, hukum dan pengadilan mengeluarkan pernyataan bersama. Ketiga lembaga tersebut ICW, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) meminta agar RUU Kejaksaan tidak menutup sama sekali peluang jaksa agung bagi pejabat non karir.

 

Menurut mereka, pengisian jabatan jaksa agung bisa oleh siapa saja. Asalkan orangnya bersih, berintegritas, kompeten dan memiliki keberanian dalam upaya pemberantasan korupsi. Termasuk dalam melakukan perubahan di lingkungan kejaksaan.

 

Pandangan yang menyatakan bahwa jaksa agung harus dari karir dinilai ketiga lembaga bukan jaminan bahwa yang bersangkutan akan melakukan perubahan di tubuh kejaksaan. Jaksa Agung MA Rachman yang berasal dari karir murni, misalnya. ICW, KRHN dan MaPPI menilai gagalnya Rahman membawa perubahan penting di tubuh kejaksaan seharusnya dijadikan pelajaran bahwa tampilnya jaksa karir di tampuk tertinggi Gedung Bundar tidak menjamin terjadinya pembaharuan.

 

Bagaimana menurut Anda?

Pertarungan dan perbedaan pemikiran itu tampaknya terus mencuat dalam pembahasan RUU Kejaksaan. Hingga rapat Tim Perumus di sebuah hotel di kawasan Kuningan Jakarta Selatan, Jum'at (9/7), perbedaan pendapat itu dikabarkan terus mencuat. Seorang anggota tim yang dihubungi hukumonline membenarkan bahwa beda pendapat pengisian jaksa agung dari karir atau non karir terus terjadi. Kata sumber yang anggota DPR itu, pembahasan masalah ini masih deadlock.

 

Menurut sumber tadi, siapa yang berhak mengisi kursi jaksa agung menjadi salah satu dari sejumlah masalah yang mencuat. Misalnya soal keberadaan Sekteraiat Jenderal Kejaksaan Agung, tenaga ahli bagi Jaksa Agung, dan persetujuan DPR atas pengangkatan seorang Jaksa Agung. Sebagian masalah yang deadlock akan di-pending sementara untuk dibawa ke dalam rapat kerja dengan Menteri Kehakiman. Rapat itu direncanakan berlangsung pekan depan.

 

Oleh karena rapat-rapat pembahasan RUU Kejaksaan dilakukan tertutup, tidak banyak perkembangan yang diketahui publik mengenai perdebatan seputar masalah karir atau non karir. Yang pasti, dalam rapat konsinyering di Hotel Atlet Century Park pada 21-23 September 2001, salah satu kesepakatan adalah bahwa untuk diangkat menjadi jaksa agung harus terlebih dahulu menduduki jabatan jaksa agung muda dan dapat juga dari Sekjen atau Irjen yang berasal dari jaksa karir. Tapi disepakati pula bahwa jaksa agung muda boleh diisi oleh pejabat non karir, semisal guru besar hukum pidana, hakim agung, perwira tinggi oditur militer, atau advokat dengan pengalaman minimal 25 tahun.

 

Dalam prakteknya, tidak semua jaksa agung berasal dari karir. Ada Prof. Baharuddin Lopa, Marzuki Darusman dan Marsillam Simanjuntak. Bahkan ada yang berasal dari petinggi militer seperti Andi M. Ghalib (lihat tabel). 

Halaman Selanjutnya:
Tags: