Aturan Pendidikan Bertaraf Internasional Diuji ke MK
Berita

Aturan Pendidikan Bertaraf Internasional Diuji ke MK

Majelis panel mempertanyakan letak pertentangan antara pasal yang diuji dan pasal batu uji.

Oleh:
ash
Bacaan 2 Menit
Aturan pendidikan bertaraf international diuji ke MK. Foto: SGP
Aturan pendidikan bertaraf international diuji ke MK. Foto: SGP

Lantaran tak bisa mengakses pendidikan bertaraf internasional, sejumlah orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji Pasal 50 ayat (3) UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tercatat sebagai pemohon yaitu Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan). Mereka menilai pasal yang mengatur penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional diskriminatif.
    

“Pemohon I-III merasa dirugikan hak konstitusional karena praktiknya terjadi diskriminatif dan sangat sulit dan mahal untuk menyekolahkan anak-anaknya di RSBI,” kata kuasa hukum para pemohon Wahyu Wagiman dalam sidang panel pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Anwar Usman di gedung MK Jakarta, Jum’at (27/1).

Seperti dikutip dalam permohonan sejak 2006 pemerintah telah mengembangkan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Berdasarkan data Kemendiknas hingga 2011 jumlah RSBI di seluruh Indonesia mencapai 1.305 sekolah. Rinciannya, Sekolah Dasar (239), Sekolah Menengah Pertama (356), Sekolah Menengah Atas (359), dan Sekolah menengah Kejuruan (351).

Hingga kurun waktu 2006-2010, Kemendiknas telah mensubsidi 1.172 RSBI menjadi SBI dengan total bantuan sebesar Rp11,2 triliun. Selain Kemendiknas, RSBI dan SBI juga telah mendapatkan bantuan dana dari pemerintah daerah dan masyarakat. Berdasarkan pemantauan ICW, dana-dana itu sangat rawan untuk dikorupsi karena dinilai tak transparan dalam pengelolaan keuangannya.                      

Wahyu menegaskan adanya keberadaan pasal itu menimbulkan praktek antara sekolah umum dan RSBI/SBI. Misalnya, dalam sekolah umum fasiltasnya minim dan guru-gurunya kurang memenuhi kualifikasi. Sementara dalam sekolah RSBI ini fasilitas lengkap dan guru-gurunya berkualitas.

“Dari fakta aktual itu Pasal 50 ayat (3) itu telah menimbulkan pelanggaran hak jaminan warga negara untuk mendapatkan hak pendidikan secara adil dan tidak diskriminatif,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: