Tuntutan Kenaikan Upah Pengaruhi Daya Saing Nasional
Berita

Tuntutan Kenaikan Upah Pengaruhi Daya Saing Nasional

Persoalan ketenagakerjaan tidak perlu terjadi jika perusahaan memiliki kesadaran untuk memberikan informasi atas kinerja perusahaan.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Foto: ilustrasi (Sgp)
Kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Foto: ilustrasi (Sgp)

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menilai isu-isu krusial seperti daya saing nasional harus mendapatkan perhatian lebih. Berdasarkan catatan Kadin, pada 2010 sampai 2011, peringkat daya saing ekonomi Indonesia menurun dari peringkat 44 menjadi peringkat 46 dan kemudianmenurun lagi menjadi 50 pada tahun ini.

Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya daya saing nasional adalah infrastruktur nasional dan daerah yang masih rendah. Meskipun hal tersebut memang menjadi perhatian pemerintah, namun fakta dilapangan berbicara lain. Buktinya, masih adakemacetan di jalan, transportasi publik yang tidak memadai, bandara dan pelabuhan yang tidak bertambah, kapasitas listrik yang tidak memadai serta jajaran irigasi yang justru menurun.

“Daya saing Indonesia masih rendah karena kualitas dan jumlah infrastruktur sangat rendah dan sangat jauh dari memadai,” kata Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto dalam siaran pers, Selasa (11/12).

Suryo melanjutkan, peringkat daya saing yang rendah jugatercermin dari kondisi kelembagaan birokrasi yang tidak produktif dan bahkan dinilai mengganggu usaha. Artinya, kebijakan dan regulasi pemerintah sering tidak memiliki kepastian sehingga mengganggu dunia usaha.

Lebih lanjut, tenaga kerja yang tidak efisien dan faktor ketidaksiapan teknologi juga mempengaruhi rendahnya daya saing. Tekanan dan tuntutan kenaikan upah tidak disertai dengan efisiensi dan produkivitas tenaga kerja. Menurut Suryo, ini menyebabkan dunia usaha, terutama untuk sektor industri semakin tertekan pertumbuhannya.

Kondisi infrastruktur dan layanan birokrasi yang buruk mempengaruhi ongkos produksi dan perdagangan yang semakin mahal. Sementara faktor ketenagakerjaan yang tidak efisien dan teknologi yang rlatif rendah menyebabkan inefesiensi industri. Kondisi seperti ini, kata Suryo, mempengaruhi rendahnya kemudahan melakukan usaha atau doing bussines.

Direktur Eksekutif Institut Pengembangan Manajemen Indonesia (IPMI), Budi Soetjipto, mengatakan seharusnya persoalan ketenagakerjaan dan tuntutan upah dari pekerja yang mempengaruhi daya saingnasional tidak terjadi jika pihak perusahaan memiliki kesadaran untuk memberikan informasi atas kinerja perusahaan seperti total keuntungan, penjualan, serta pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan.

Melalui informasi tersebut, buruh atau tenaga kerja dapat mengetahui berapa upah yang patut mereka terima atas kinerja perusahaan.“Misalnya mereka karyawan rumah makan, mereka pasti tahu berapa pelanggan yang datang dan bisa diakumulasikan. Jika keterbukaan tersebut dilakukan, maka karyawan tidak perlu menuntut gaji lebih jika memang keuntungan perusahaan sedikit. Tapi permasalahannya, perusahaan berusaha menutup-nutupi,” katanya kepada hukumonline.

Keterbukaan informasi perusahaan terkait keuangan perusahaan sangat mungkin dilakukan oleh perusahaan. Pasalnya, tanpa dibuka pun karyawan dapat memperhitungkan sendiri. Tetapi sayangnya, pihak perusahaan enggan membuka informasi tersebut kepada karyawan karena banyaknya aliran keuangan perusahaan yang digunakan untuk kepentingan pribadi.

Jika perusahaan mau lebih jujur kepada karyawan, Budi meyakini tidak akan ada tuntutan kenaikan upah seperti yang terjadi pada saat ini dan tentunya juga tidak berpengaruh banyak terhadap dunia usaha dan daya saing nasional Indonesia.

Tags: