Pertama Kali, Gugatan Sederhana Diperiksa PN Jakarta Selatan
Berita

Pertama Kali, Gugatan Sederhana Diperiksa PN Jakarta Selatan

Nilai gugatan tak sampai Rp100 juta.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Pada 7 Agustus 2015, MA menerbitkan PERMA Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. PERMA 2/2015 menetapkan kriteria perkara yang diselesaikan dengan mekanisme small claim court adalah perkara wanprestasi dan atau PMH.
Pada 7 Agustus 2015, MA menerbitkan PERMA Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. PERMA 2/2015 menetapkan kriteria perkara yang diselesaikan dengan mekanisme small claim court adalah perkara wanprestasi dan atau PMH.
Pada medio tahun 2015 lalu, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan MA (PERMA) No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Gugatan Sederhana atau biasa disebut dengan istilah small claim court. Setelah Perma tersebut berlaku selama satu semester, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pertama kalinya menerima pendaftaran  perkara yang masuk dalam jenis gugatan perdata ringan dengan proses penyelesaian cepat.

Dalam perkara dengan nomor register 01/Pdt.G.s/2015/PN.Jkt-Sel, tercatat sebuah perusahaan jasa konsultan korporasi Smart Consulting sebagai penggugat. Perusahaan itu melayangkan gugatan kepada mantan kliennya PT Jasa Tambang Nusantara (PT JTN). Gugatan diajukan lantaran PT JTN dinilai lalai melunasi biaya jasa konsultan sebesar Rp96 juta.

Menurut kuasa hukum Smart Consulting, Fairus Harris, gugatan yang diajukan pihaknya diterima oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua PN Jakarta Selatan sebagai gugatan sederhana. Sebab, menurut Fairus, hakim berpendapat bahwa gugatannya memenuhi syarat yang ditentukan oleh Pasal 3 PERMA No. 2 Tahun 2015.

Syarat pertama, nilai gugatan yang diajukan di bawah Rp200 juta. Kedua, perkara tersebut tidak melalui pengadilan khusus dan bukan menyangkut sengketa hak atas tanah. Ketiga, baik penggugat maupun tergugat sama-sama berdomisili dalam yurisdiksi PN Jakarta Selatan.

“Persidangan pertama sudah digelar pada hari Rabu tanggal 20 Januari lalu. Kami sebagai pihak penggugat baik kuasa hukum maupun prinsipal telah menghadiri sidang. Tetapi, tergugat tidak hadir dalam sidang itu,” ungkap Fairus sebagaimana dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (23/1).

Fairus mengaku, kliennya sebagai penggugat prinsipal menghadiri persidangan sebagai langkah menghormati proses hukum yang berjalan. Selain itu, di dalam PERMA diatur bahwa jika penggugat tidak menghadiri sidang pertama, maka gugatan akan langsung digugurkan oleh hakim. 

“Sidang dalam gugatan sederhana memang berbeda dengan perdata yang umum. Dalam gugatan sederhana ini, prinsipal baik penggugat maupun tergugat harus menghadiri sidang secara langsung. Walaupun pihak penggugat menggunakan jasa advokat, tetapi yang bersangkutan harus tetap hadir,” tambahnya.

Ketidakhadiran JTN sebagai prinsipal tergugat membuat hakim harus kembali memanggil pihak tersebut. Sebab, dalam pemeriksaan perkara sederhana prinsipal harus menghadiri sidang. Menurut Pasal 13 PERMA No. 2 Tahun 2015, jika JTN kembali tidak hadir dalam sidang kedua, maka hakim akan melanjutkan pemeriksaan dan memutus perkara tersebut secara verstek.

Lebih lanjut Fairus mengaku, pihaknya memilih untuk mengajukan gugatan sederhana karena ingin segera menuntaskannya. Ia menuturkan, gugatan perkara perdata pada umumnya membutuhkan waktu yang lama untuk sampai pada putusan akhir. Kendati nilai gugatan yang diajukan kecil, tidak ada pengecualian proses pembuktian jika diajukan melalui jalur perdata biasa.

Sementara itu, khusus untuk gugatan sederhana waktu pemeriksaannya dibatasi. Proses pembuktiannya pun dipersingkat. Dalam pemeriksaan gugatan sederhana, tidak ada proses jawab-menjawab seperti replik dan duplik. Kendati tergugat tetap memiliki hak untuk mengajukan jawaban atas gugatan penggugat, eksepsi dan gugatan rekonpensi tidak diperlukan. Selain itu, dalam gugatan sederhana tidak diperkenankan adanya tuntutan provisi dan intervensi.

Selain itu, upaya hukum berupa banding dan kasasi tidak berlaku pada putusan gugatan sederhana. Upaya hukum yang dimungkinkan hanya keberatan. Itupun harus diajukan paling lambat tujuh hari kerja setelah putusan diucapkan atau setelah adanya pemberitahuan putusan.

“Kami membutuhkan penyelesaian yang lebih cepat. Ini kami dapati dengan mengajukan gugatan sederhana. Sebab, hakim tunggal yang memeriksa perkara gugatan sederhana sudah harus memberikan putusannya sejak hari sidang pertama,” tuturnya.
Tags:

Berita Terkait