Presiden Akui Hukum Masih Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas
Berita

Presiden Akui Hukum Masih Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Setidaknya, ada 3 hal yang harus diperhatikan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap keadilan dan kepastian hukum.

Oleh:
Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, Indonesia harus segera melakukan reformasi hukum besar-besaran, dari hulu sampai hilir. Menurutnya, ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap keadilan dan kepastian hukum.

Pertama, penataan regulasi untuk menghasilkan regulasi hukum yang berkualitas. Jokowi menegaskan, kita adalah negara hukum bukan negara undang-undang atau peraturan. Karena itu, orientasi setiap kementerian dan lembaga seharusnya bukan lagi memproduksi peraturan yang sebanyak-banyaknya.

“Harusnya menghasilkan peraturan yang berkualitas yang melindungi rakyat, tidak mempersulit rakyat, tapi justru mempermudah rakyat, yang memberi keadilan bagi rakyat, serta yang tidak tumpang tindih satu dengan yang lain,” tutur Presiden seperti dikutip dari situs Setkab, Selasa (11/10).

Kedua, menurut Jokowi, reformasi hukum harus mencakup reformasi internal di institusi Kejaksaan, Kepolisian, dan dilingkup Kementerian Hukum dan HAM untuk menghasilkan pelayanan dan penegakan hukum yang profesional.

“Saya minta ada pembenahan besar-besaran pada sentra-sentra pelayanan, seperti imigrasi, lapas, pelayanan SIM/STNK/BPKB, termasuk yang berkaitan dengan perkara tilang,” tegas Presiden seraya meminta agar aparat terkait memastikan bahwa tidak ada praktik-praktik pungli di situ.

“Saya akan terus mengawasi langsung perubahan lapangan dengan cara-cara yang akan saya lakukan dengan pengawasan-pengawasan,” sambung Presiden. (Baca Juga: Pesan Presiden ke Pejabat BPN: Jangan Coba-coba Main Pungli !!)

Jokowi juga minta ada langkah-langkah terobosan dalam pencegahan dan penyelesaian kasus, baik kasus korupsi, kasus HAM masa lalu, kasus penyelundupan, kasus kebakaran hutan dan lahan, serta kasus narkoba.

Sedangkan yang ketiga yang juga harus diperhatikan dalam reformasi hukum adalah pembangunan budaya hukum. “Penguatan budaya hukum juga harus jadi prioritas di tengah maraknya sikap-sikap intoleransi, premanisme, tindak kekerasan, serta aksi main hakim sendiri,” tutur Jokowi.

Presiden Jokowi mengakui bahwa cita-cita sebagai negara hukum belum sepenuhnya terwujud dalam praktik penyelenggaraan negara maupun dalam realita kehidupan rakyat sehari-hari. “Hukum masih dirasa cenderung tajam dan runcing ke bawah dan tumpul ke atas,” katanya.

Jokowi mencontohkan, dalam indeks persepsi korupsi dunia 2015 misalnya, Indonesia masih di urutan 88. Begitu pula dalam indeks rule of law 2015, Indonesia di ranking 52. Jika hal ini dibiarkan, menurut Presiden, maka akan memunculkan ketidakpercayaan dan ketidakpatuhan pada hukum maupun pada institusi-institusi penegak hukum.

“Hal ini tidak boleh dibiarkan dan tidak boleh terjadi.  Apalagi di era kompetisi sekarang ini, kepastian hukum merupakan suatu keharusan bagi sebuah negara agar mampu bersaing di tingkat regional,” tuturnya.

Presiden Jokowi menegaskan, tidak ada pilihan lain, kita harus segera melakukan reformasi hukum besar-besaran, dari hulu sampai hilir.

Tags:

Berita Terkait