Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Keabsahan Faksimile Sebagai Alat Bukti

Share
copy-paste Share Icon
Teknologi

Keabsahan Faksimile Sebagai Alat Bukti

Keabsahan Faksimile Sebagai Alat Bukti
Abi Jam'an Kurnia, S.H. Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Keabsahan Faksimile Sebagai Alat Bukti

PERTANYAAN

Apakah surat faksimili dapat digunakan sebagai barang bukti? Kalau ada, dasar hukumnya dari mana? UU ITE kah atau yurisprudensi?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
     
    Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU ITE jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016, informasi elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah sepanjang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul “Faksmili Sebagai Alat Bukti” yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pernah dipublikasikan pada Jumat, 11 Februari 2011.
     
    Intisari :
     
     
    Surat faksimile termasuk informasi elektronik menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
     
    Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU ITE jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016, informasi elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah sepanjang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Definisi
    Faksimile menurut laman Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana yang kami akses melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia didefinisikan sebagai berikut:
     
    1. pesawat atau mesin untuk mengirim dan menerima berita dan gambar melalui telefoto atau komunikasi radio dengan sistem reproduksi fotografi.
    2. teknik mengubah halaman surat kabar untuk ditransmisikan melalui satelit komunikasi dari percetakan di suatu negara ke percetakan di negara lain.
     
    Faksimile Sebagai Alat Bukti
    Surat faksimile termasuk informasi elektronik menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”).
     
    Definisi informasi elektronik menurut Pasal 1 angka 1 UU 19/2016 adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
     
    Kemudian, di dalam Pasal 5 UU ITE dinyatakan sebagai berikut:
     
    1. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
    2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
    3. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
    4. Ketentuan mengena Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
      1. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
      2. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
     
    Dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 menyatakan bahwa frasa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik” dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) di atas bertentangan dengan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai khususnya frasa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik” sebagai alat bukti dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE.
     
    Dijelaskan juga dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU 19/2016 sebagai berikut:
     
    Bahwa keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik, terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
     
    Alat bukti yang sah pada hukum pidana menurut Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) ialah:
    1. keterangan saksi;
    2. keterangan ahli;
    3. surat;
    4. petunjuk; dan
    5. keterangan terdakwa.
     
    Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010, Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang pengertian saksi tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.
     
    Sementara itu dalam ranah hukum perdata, alat bukti yang sah dijelaskan dalam Pasal 164 Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”), yaitu:
    1. surat
    2. saksi
    3. persangkaan
    4. pengakuan
    5. sumpah
     
    Menurut Jaksa pada Kejaksaan Agung RI Arief Indra Kusuma Adhi dalam sebuah diskusi yang dilaksanakan Hukumonline, ada dua pilihan yang sering dipakai untuk menyikapi alat bukti elektronik yaitu, sebagai alat bukti surat, atau alat bukti petunjuk, dengan ketentuan:
    • informasi elektronik menjadi alat bukti surat jika informasi elektronik itu diubah dalam bentuk cetak;
    • Informasi elektronik menjadi alat bukti petunjuk apabila informasi elektronik itu punya keterkaitan dengan alat bukti lain dan semua kekuatan alat bukti tersebut bebas. Artinya, informasi elektronik tersebut tetap dikaitkan dengan alat bukti lain dan menurut keyakinan hakim, selain kemampuan jaksa meyakinkan hakim.
     
    Lebih jauh simak artikel kami berjudul UU ITE Jadi Payung Hukum Print Out Sebagai Alat Bukti.
     
    Jadi, berdasarkan uraian di atas, hasil cetak dari informasi elektronik seperti dari mesin faksimile, e-mail, ataupun mesin ATM (Automated Teller Machine) dapat digunakan sebagai alat bukti surat, atau dapat juga menjadi alat bukti petunjuk.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Dasar 1945;
    Putusan:
    1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010;
    Referensi:
    Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada Selasa, 11 Desember 2018, pukul 13.30 WIB.

    Tags

    bukti elektronik
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Begini Cara Hitung Upah Lembur Pada Hari Raya Keagamaan

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!