Anggota DPRD Banten Serahkan Mobil Pemberian Wawan ke KPK
Berita

Anggota DPRD Banten Serahkan Mobil Pemberian Wawan ke KPK

KPK dalami motif pemberian mobil ke anggota DPRD Banten.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Anggota DPRD Banten Serahkan Mobil Pemberian Wawan ke KPK
Hukumonline
Anggota DPRD Banten Media Warman mengembalikan mobil pemberian tersangka kasus korupsi Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan, sementara Juru Bicara KPK Johan Budi mengimbau agar anggota DPRD Banten lainnya yang menerima mobil dari Wawan segera menginformasikannya ke KPK.

Hal ini terungkap usai KPK memeriksa sejumlah anggota DPRD Banten sebagai saksi kasus pencucian uang Wawan. Tiga Anggota DPRD itu adalah Media Warman dan Sonny Indra Djaya dari Fraksi Demokrat, serta Thoni Fathoni Mukson dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.

Media Warman telah menyerahkan Honda CRV warna hitam pemberian Wawan ke KPK, minggu lalu. Mobil itu pun akhirnya disita KPK. Johan mengimbau apabila ada pihak lain, termasuk anggota DPRD Banten yang menerima mobil dari Wawan agar diinformasikan ke KPK. Setelah itu, KPK akan mendalami motif pemberian mobil.

Johan melanjutkan, meski mengembalikan mobil pemberian Wawan, Media Warman belum tentu dapat dikenakan UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tndak Pidana Pencucian Uang. “Tergantung keterangan yang digali. Kami serahkan kepada penyidik. Motif pemberian mobil sedang didalami, apa konteksnya,” katanya, Senin (10/2).

Ia juga belum dapat memastikan apakah pemberian mobil itu terkait dengan pemulusan pembahasan sejumlah anggaran di DPRD Banten. Meski Media Warman merupakan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Banten, belum tentu pemberian mobil berkaitan dengan tugas dan fungsinya sebagai anggota Banggar.

Menurut Johan, siapapun penerima sesuatu yang berasal dari hasil tindak pidana dapat dikategorikan sebagai pelaku TPPU pasif. Sepanjang dia dengan sengaja atau patut mengetahui pemberian itu berasal dari tindak pidana dan sepanjang penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup, tentu Pasal 5 UU TPPU bisa diterapkan.

Namun, pengacara Wawan, Maqdir Ismail membantah mobil tersebut sebagai pemberian Wawan. Sepanjang pengetahuan Maqdir, mobil itu dulunya dipinjami Wawan kepada sejumlah anggota DPRD Banten. “Saya tidak ingat berapa persisnya orang yang dipinjami. Ada yang karena pertemanan, pertemanan sejak kecil,” ujarnya.

Maqdir menegaskan, peminjaman mobil itu tidak ada kaitannya dengan urusan politik maupun pemulusan anggaran di DPRD Banten. Semua mobil yang dipinjam atas nama Wawan dan perusahaan. Ia menyebut, mobil yang dipinjamkan Wawan jenisnya bermacam-macam, ada Honda CRV, ada juga yang Mitsubishi Pajero.

Dari sejumlah mobil yang dipinjamkan Wawan kepada teman-temannya, sebagian sudah dikembalikan kepada Wawan. Maqdir mengaku peminjaman mobil ke teman-teman Wawan tidak disertai perjanjian hitam di atas putih. Selain kepada anggota DPRD, Wawan pernah meminjamkan mobil kepada para relawan Pilkada untuk operasional.

“Jadi, bukan karena posisinya sebagai anggota DPRD. Sepanjang yang saya tahu tidak ada motifnya, hanya karena temannya Pak Wawan saja. Mereka udah lama, puluhan tahun, berteman. Ketika belum jadi anggota DPRD. Tidak punya mobil, masak tidak dikasih. Itu kan untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka bisa mobile,” tuturnya.

Sebagaimana diketahui, KPK menyita belasan mobil dan Harley Davidson dari tujuh lokasi penggeledahan, termasuk di rumah Wawan. Sejumlah mobil yang disita KPK, diantaranya Lexus, Nissan GTR, Land Cruiser, Pajero, BMW, Freed, Fortuner, Ford Fiesta, Innova, dan Avanza. KPK kembali menyita Honda CRV dan Pajero pada 3 Februari 2014.

Wawan bersama Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ditetapkan sebagai tersangka suap pengurusan sengketa Pilkada Lebak, Banten, serta korupsi pengadaan Alkes, dan sejumlah proyek lainnya di Banten. KPK menjerat Wawan dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP untuk perkara suap yang melibatkan M Akil Mochtar.

Terkait kasus korupsi pengadaan Alkes di Tangerang Selatan dan Banten, Wawan dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Wawan juga dikenakan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 UU No.8 Tahun 2010 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Penyidik menduga, uang hasil tindak pidana korupsi tersebut dibelikan sejumlah aset.

Penetapan tersangka itu dikeluarkan setelah penyidik melakukan gelar perkara. Penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup mengenai keterlibatan Wawan dan Atut dalam dugaan korupsi pengadaan alkes di Tangerang Selatan dan Banten. Kedudukan Wawan sendiri sebagai Komisaris Utama PT BPP (Bali Pacific Pragama).

Sedangkan, Atut diduga menyalahgunakan jabatannya sebagai, sehingga menguntungkan korporasi dan merugikan negara. Wawan dan Atut diduga menggelembungkan harga, memerintahkan pemenangan tender, dan menerima fee. Penyidik hingga kini masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara dari BPK.
Tags:

Berita Terkait