BI Keluaran Kebijakan Program e-money Jelang Lebaran
Utama

BI Keluaran Kebijakan Program e-money Jelang Lebaran

YLKI menilai kebijakan ini tidak efektif.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
BI keluarkan kebijakan program e-money jelang lebaran. Foto: Sgp
BI keluarkan kebijakan program e-money jelang lebaran. Foto: Sgp

Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan terkait program e-money dalam rangka menghadapai lonjakan transaksi dan kebutuhan akan uang pada lebaran mendatang. Dalam menjalankan program ini, BI mengajak 13 bank umum untuk bekerja sama.  Namun, baru empat bank yang menyatakan kesediaannya.

Keempat bank itu adalah PT Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI) serta Bank Central Asia (BCA). Hal ini disampaikan oleh Deputi Gubernur BI Ronald Waas di Jakarta, Senin (23/7). “Kita sudah lakukan kerjasama dengan beberapa bank dan empat bank sudah meyetujui,” kata Ronald.

Program e-money merupakan infrastruktur dan layanan sistem pembayaran non tunai untuk mengantisipasi transaksi non tunai yang volumenya selalu meningkat sebesar 13,7 persen dari transaksi normal harian. Menurut Ronald, untuk menghadapi lonjakan transaksi BI akan bekerja sama secara optimal dengan Perbankan dan siap menambah jam operasional jika dibutuhkan.

Dalam program ini, kata dia, pihak bank akan memberikan kartu e-money secara cuma-cuma. Artinya tidak ada biaya administrasi yang dibebankan kepada masyarakat yang ingin menggunakan e-money sebagai alat transaksi. Peluncuran pelaksanaan program ini akan dilakukan pada 30 Juli 2012 mendatang dengan mekanisme kas keliling bertempat di Monas dan akan membuka cabang di beberapa tempat.

Bukan itu saja. Selama periode kas keliling ini, masyarakat dapat melakukan penukaran uang ke uang elektronik hanya dengan membawa kartu ATM/debit untuk kemudian ditukarkan.

“Selain untuk perluasan sistem pembayaran non tunai, juga untuk memberikan kemanan dan kenyamanan masyarakat dalam bertransaksi, jadi kami  menghimbau masyarakat untuk lebih menggunakan uang elektronik,” ujar Ronald.


Namun, program dalam rangka menghadapi lonjakan transaksi sebelum Idul Fitri yang dilakukan oleh BI tidak hanya sebatas program e-money. BI juga  memadukan layanan pembayaran tunai dan non tunai. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan peritel agar semakin sering menggunakan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) terutama uang elektronik sebagai alternatif uang kertas dan uang logam terutama uang kecil.

Untuk layanan tunai, lanjut Ronald, BI memproyeksikan kebutuhan uang periode Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini sebesar Rp89,4 triliun atau meningkat sebesar Rp9,1 triliun dibanding dengan realiasi outflow periode ramadhan dan Idul Fitri tahun lalu. Dari total uang Rp89,4, sebesar Rp81,1 triliun diproyeksikan untuk uang pecahan besar (UPB) mulai dari Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20,000.

Sementara, sisanya sebesar Rp8,3 triliun diproyeksikan untuk uang pecahan kecil (UPK) mulai dari Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000 dan Rp1.000 serta uang logam. “Persediaan uang ini dinilai sangat mencukupi dalam memenuhi proyeksi uang periode Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini, baik dari sisi total maupun jumlah per pecahan,” katanya.

Koordinator Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menilai, kebijakan BI terkait program e-money  ini kurang tepat. Pasalnya, angka financial literacy Indonesia masih rendah. "Imbauan BI ini tidak efektif,” katanya ketika dihubungi hukumonline.

Sudaryatmo juga mengkhawatirkan ketersediaan sarana dan prasanan terkait program ini. Menurutnya, program e-money ini hanya dapat dilaksanakan di kota-kota besar yang masyarakatnya sudah mengenal sistem uang elektronik serta infrastruktur yang memadai. Sementara di daerah, program ini tidak dapat dilaksanakan karena infrastruktur yang tidak memadai layaknya di kota.

“Di daerah infrastrukturnya tidak memadai untuk melakukan transaksi e-money ini,” pungkasnya.

Tags: