Cross Border Insolvency: Perlukah Indonesia Adopsi UNCITRAL Model Law 1997?

Cross Border Insolvency: Perlukah Indonesia Adopsi UNCITRAL Model Law 1997?

Tanpa pengadopsian UNCITRAL Model Law 1997, eksekusi aset objek pailit di berbagai negara akan rumit dan memakan waktu. Di ASEAN, Singapura, Myanmar dan Filipina nyatanya sudah melabuhkan pilihan untuk mengadopsi prinsip resiprokal.
Cross Border Insolvency: Perlukah Indonesia Adopsi UNCITRAL Model Law 1997?

Berbeda negara, berbeda pula kedaulatan hukum yang berlaku (asas teritorial), begitupun dengan putusan pengadilannya. Putusan pengadilan di suatu negara sudah tentu tak bisa serta-merta dilaksanakan untuk mengeksekusi objek putusan di negara lain, kecuali sudah ada perjanjian untuk saling mengakui dan melaksanakan putusan pailit antar pengadilan masing-masing negara yang bersangkutan (resiprokal/mutual recognition and enforcement of court decision of contracting countries).

Sutan Remy Sjahdeini dalam buku Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan mengatakan bahwa hukum kepailitan suatu negara tidak dapat menjangkau kepailitan yang terjadi di negara lain. Sehingga dalam hal debitur pailit dan asetnya tersebar di banyak yurisdiksi (multiple jurisdiction) maka eksekusinya merujuk pada hukum kepailitan di negara tempat objek eksekusi itu berada (lex rei sitae). Kurator senior, Jamaslin James Purba juga berpandangan sama. Putusan pengadilan Indonesia yang memutus pailitnya debitur, hanya berlaku di wilayah NKRI sesuai dengan asas teritorial dan kedaulatan suatu negara.

Lantaran harta boedel pailit tak terbatas pada harta debitur yang di Indonesia saja (mencakup harta di luar negeri), maka di sinilah dikenal mekanisme eksekusi objek pailit lintas negara yang dikenal dengan istilah Cross Border Insolvency (CBI). Implementasinya, prosedur seperti apa saja agar eksekusi tadi bisa dilakukan sangat bergantung pada aturan pailit di masing-masing di negara tujuan, sehingga alternatif yang banyak diambil adalah menggunakan jasa advokat di negara tujuan yang tentunya lebih memahami segala proses hukum yang dibutuhkan di negara itu.

Dari pemantauan Hukumonline, isu akan adanya suatu kerja sama antar negara ASEAN terkait eksekusi objek pailit ini dalam bentuk konvensi sudah lama terdengar, mengikuti Uni-Eropa yang sudah memiliki European Cross-Border Insolvency Law antar negara-negara Uni-Eropa. Namun Konvensi Internasional yang pernah diwacanakan itu belum juga tersedia. Akhirnya, acuan yang hingga kini dijadikan pijakan CBI hanya UNCITRAL Model law on cross border insolvency 1997 yang sifatnya sukarela tanpa ada kewajiban untuk mengadopsi, sehingga tidak mengikat siapapun.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional