Disetujui DPR, RUU Pilkada Langsung “Digugat” ke MK
Utama

Disetujui DPR, RUU Pilkada Langsung “Digugat” ke MK

Permohonan uji materi akan didaftarkan Senin (29/9).

Oleh:
ANT/Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

Dalam ruangan rapat paripurna masih ada enam anggota Fraksi Partai Demokrat yang bertahan, dan mereka memilih opsi pertama.

Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrat mengambil sikap politik 'walk out' atau meninggalkan ruang sidang rapat paripurna DPR-RI dengan agenda pengesahan RUU Pilkada karena opsi pilkada langsung dengan 10 syarat akumulatif absolut tidak diakomodir.

"Dengan tidak diakomodirnya opsi pilkada langsung dengan 10 syarat akumulatif absolut, maka Partai Demokrat menyatakan posisi politiknya dalam opsi netral. Karena itu mohon berkenan PD ambil sikap keluar 'walk out'," kata juru bicara F-PD Benny K Harman pada rapat paripurna DPR RI Senayan Jakarta, Jumat dini hari (26/9).

Sebelumnya, pimpinan rapat paripurna Priyo Budi Santoso atas desakan anggota mencabut keputusan tawaran dua opsi untuk voting, apakah pilkada langsung atau DPRD.

"Setelah mengikuti dengan seksama dinamika dan tahap demi tahapan perkembangan dalam forum maupun ditengah-tengah masyarakat dan menimbang sungguh2 ideologi demokrat yang senantiasa menjunjung tinggi kesantunan," kata Benny.

Lebih lanjut Benny menjelaskan bahwa F-PD tidak ingin kehadirannya membawa masalah-masalah baru. Karena itu tambah Benny, F-PD jelas menjunjung tinggi seluruh proses yang ada dan sungguh meminta rakyat sebagai politik. "Partai Demokrat menyatakan sebagai penyeimbang," kata Benny.

Ketika petugas dari Sekretariat Jenderal DPR RI dan sejumlah anggota yang menjadi saksi selesai menghitung, waktu sudah menunjukkan pukul 01.40 WIB.

Judicial Review ke MK

Tidak lama pasca RUU Pilkada ini disetujui oleh DPR dan Pemerintah, sejumlah pihak sudah ancang-ancang untuk membawanya ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Saya akan mengajukan uji materi UU Pilkada via DPRD mewakili 17 buruh harian, lembaga survei dan bupati. Daftar ke MK hari Senin (29/9),” ujar pengacara Andi M Asrun melalui pesan singkatnya.

Pria yang kerap berperkara di MK menangani sengketa Pilkada ini menyatakan bahwa UU Pilkada via DPRD mengkhianati hak pilih rakyat untuk memilih Kepala Daerah dalam sebuah pesta demokrasi. “Efek paling buruk adalah menyuburkan praktik politik uang yang terukur di DPRD,” sebutnya.

Asrun menilai pasca pengesahan RUU Pilkada ini membuktikan bahwa ternyata pemerintah belum sepenuh hati melaksanakan otonomi daerah. “Ternyata legislatif masih tetap ingin desentralisasi kekuasaan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait