Divonis Lima Tahun, Wawan Kecewa
Berita

Divonis Lima Tahun, Wawan Kecewa

Pengacara Wawan minta KPK tetapkan Amir Hamzah sebagai tersangka.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus suap sengketa Pilkada Lebak, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan divonis lima tahun penjara dan denda Rp.150 juta subsider tiga bulan kurungan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/6). Foto: RES.
Terdakwa kasus suap sengketa Pilkada Lebak, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan divonis lima tahun penjara dan denda Rp.150 juta subsider tiga bulan kurungan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/6). Foto: RES.
Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan divonis lima tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidair tiga bulan kurungan karena terbukti memberikan sesuatu kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar. Putusan itu dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai Matheus Samiadji, Senin (23/6).

Matheus mengatakan, berdasarkan fakta dan alat bukti di persidangan, perbuatan Wawan yang memberikan Rp1 miliar kepada Akil melalui advokat Susi Tur Andayani untuk mempengaruhi putusan sengketa Pilkada Lebak telah memenuhi semua unsur Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara, untuk penanganan sengketa Pilkada Banten, Matheus berpendapat Wawan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Wawan terbukti memberikan uang sejumlah Rp7,5 miliar kepada Akil melalui Susi dan CV Ratu Samagat.

Adapun alasan pemberian itu terkait kerja sama investasi batubara dan kelapa sawit di daerah Kalimantan antara Wawan dengan Akil dan CV Ratu Samagat, Matheus menyatakan sudah sepatutnya dikesampingkan. “Karena terhadap adanya kerja sama investasi tersebut tidak didukung alat bukti surat atau akta kerja sama,” katanya.

Sebelum menjatuhkan putusan, Matheus mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan. Dua hal yang memberatkan Wawan adalah perbuatan Wawan dianggap majelis tidak mendukung upaya pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, serta menodai demokrasi dan hak-hak rakyat.

Hakim anggota Sofialdi menguraikan, atas hasil rekapitulasi suara KPU Kabupaten Lebak yang memenangkan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi, pasangan calon Amir Hamzah-Kasmin yang diwakili kuasa hukum Rudy Alfonso dan Susi mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah ke MK.

Amir menunjuk Susi sebagai kuasa hukum karena Susi diketahui memiliki kedekatan dengan Akil selaku hakim MK maupun Ketua Majelis Panel. Dalam beberapa komunikasi antara Susi dengan Akil terlihat adanya permintaan uang Rp3 miliar dari Akil agar sengketa Pilkada Lebak dapat diputus dengan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Akan tetapi, Amir yang tidak memiliki uang disarankan Susi agar meminta dukungan kepada Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Setelah pertemuan itu, Amir, Kasmin, Susi, dan Wawan yang merupakan adik Atut, melakukan pertemuan untuk membicarakan pengurusan sengketa Pilkada Lebak, Tangerang, dan Serang.

“Terdakwa diminta Susi membantu dana terlebih dahulu untuk Pilkada Lebak karena ada kekhawatiran dari terdakwa kalau tidak membantu Pilkada Lebak nantinya Pilkada Serang tidak akan dibantu Susi maupun Akil. Kemudian, terdakwa melalui stafnya menyerahkan Rp1 miliar kepada Susi untuk diserahkan kepada Akil,” ujar Sofialdi.

Sehubungan dengan adanya permohonan PHPU Lebak, pada 25 September 2013 dan 29 September 2013, Wawan melakukan pertemuan dengan Akil di rumah dinasnya, Jl Widya Candra III No.7. Pertemuan itu, lanjut Sofialdi, untuk membicarakan PHPU Lebak yang akan diputus dan rencana permohonan sengketa Pilkada Serang.

Ketika hari pembacaan putusan, 1 Oktober 2013, Susi mengirimkan SMS kepada Akil untuk memberitahukan uang Rp1 miliar sudah siap. “Ass.. pak bu Atut lg ke singapur, brg (barang) yg siap 1 ekor untuk lebak aja jam 14 siap tunggu perintah bpk ajak sy kirim kemana,” demikian isi SMS Susi kepada Akil.

Mengetahui uang tidak sesuai komitmen awal, Akil menjawab SMS Susi, “Ah males aku gak bener janjinya”. Namun, Susi membujuk Akil agar bersedia menerima uang Rp1 miliar dan membantu pengurusan sengketa Pilkada Lebak. Alhasil, MK mengabulkan permohonan Amir dengan memerintahkan PSU di seluruh Kabupaten Lebak.

Setelah pembacaan putusan Pilkada Lebak, Susi melalui SMS, menanyakan kepada Akil ke mana uang itu akan dibawa. Akil menyatakan akan mengontak Susi karena sedang sidang sengketa Pilkada Jawa Timur. Lalu, Susi menyimpan uang Rp1 miliar di rumah orangtuanya, di Tebet Barat. Sebelum uang diberikan, Susi ditangkap petugas KPK.

“Dari fakta-fakta tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdakwa memberikan uang Rp1 miliar kepada Akil melalui Susi ditujukan untuk mempengaruhi Akil agar dalam memeriksa dan mengadili sengketa Pilkada Lebak memenangkan pasangan Amir Hamza dan Kasmin yang pengurusannya dilakukan oleh Susi,” tutur Sofialdi.

Kemudian, untuk sengketa Pilkada Banten, hakim anggota Alexander Marwata menyatakan Wawan terbukti memberikan uang sejumlah Rp7,5 miliar secara tidak langsung kepada Akil. Dengan cara, memerintahkan stafnya di PT Bali Pasific Pragama (BPP) untuk menransfer secara bertahap ke rekening CV Ratu Samagat milik istri Akil.

Pemberian uang itu, menurut Alexander, ditujukan agar proses sengketa Pilkada Banten di MK dimenangkan pasangan Atut-Rano Karno. Tak berapa lama setelah pemberian uang, MK memutuskan tidak dapat menerima permohonan pemohon, sehingga menguatkan kemenangan Atut-Rano dalam Pilkada Banten tahun 2010.

Susi lebih berperan
Majelis tidak sependapat dengan tuntutan 10 tahun penjara. Pasalnya, untuk perkara Susi yang diputus sebelumnya, majelis menghukum Susi lima tahun penjara. Matheus berpendapat, apabila ditilik dari peran dalam pengurusan sengketa Pilkada Lebak, Susi jauh lebih berperan atas terjadinya tindak pidana ketimbang Wawan.

Matheus menilai, Susi sedemikian aktif, tidak hanya sekedar berkontak dengan Akil untuk meminta bantuan dan membicarakan imbalan uang, tapi juga menemui Atut untuk meminta dukungan. Selain itu, Susi meminta Wawan bersedia membantu perkara Amir-Kasmin di MK dengan menyediakan uang untuk diserahkan kepada Akil.

Kemudian, walau Wawan dan Susi sama-sama melakukan dua tindak pidana yang berkaitan dengan pemberian uang kepada Akil, Matheus menyatakan, peran dan kedudukan Susi sebagai advokat penegak hukum menjadi salah satu pertimbangan. Majelis beranggapan tidak seharusnya Wawan dituntut lebih tinggi dari Susi.

“Selain itu, telah menjadi pengetahuan umum bahwa terdakwa masih diproses sebagai tersangka dalam perkara Alkes dan TPPU yang nanti harus dihadapi di persidangan. Maka, apa yang dinyatakan dalam amar putusan dinilai majelis adalah upaya untuk mengakomodir berbagai kepentingan yang bersingungan dengan keadilan,” terangnya.

Wawan Kecewa
Usai sidang, Wawan mengaku memerasa kecewa dengan putusan majelis hakim. Pasalnya, apabila dilihat dari fakta persidangan, peran Wawan hanya membantu. “Namun, tidak ada niatan saya untuk membantu. Saya diminta bantuan juga dipaksa dan dijebak. Yang punya inisiatif dan kepentingan kan Amir dan Susi,” bebernya.

Senada, pengacara Wawan, Adnan Buyung Nasution menganggap putusan majelis hakim tidak mempertimbangkan sejumlah fakta yang terungkap di persidangan. Menurut Buyung, jika majelis hakim mengakui Susi lebih banyak berperan dan Wawan hanya membantu, mengapa putusan Wawan dan Susi sama beratnya?

Buyung menegaskan, dari fakta-fakta di persidangan, sudah terlihat jelas bahwa Susi adalah orang yang dekat dengan Akil. Susi yang melakukan deal, bahkan tawar-menawar dengan Akil. Walau Wawan dianggap membantu menyediakan uang Rp1 milar, semata-mata dilakukan karena Wawan merasa terpaksa.

Oleh karena itu, advokat senior ini meminta KPK menetapkan Amir sebagai tersangka. Buyung berpendapat, hukum harus ditegakan sama kepada semua orang. Tidak boleh ada diskriminasi dalam hukum. Apabila KPK konsekuen menegakan negara hukum, KPK juga harus menetapkan Amir sebagai tersangka.

“Jadi, soal pemberian uang kepada Akil, jika Wawan, Susi dianggap salah, apalagi Amir. Dia otak dan pihak yang punya kepentingan. Dia yang minta uang itu. Seharusnya dia juga dituntut. Harus ditetapkan (sebagai tesangka). Kalau tidak, policy penuntutan benar-benar melanggar azas-azas keadilan dan kepatutan,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait