Dua Lembaga Survei Menolak Diaudit
Berita

Dua Lembaga Survei Menolak Diaudit

Kegiatan survei harus dilakukan secara ilmiah dan profesional.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Foto: RES (Ilustrasi)
Foto: RES (Ilustrasi)
Dalam rangka mengurangi kebingungan masyarakat atas perbedaan hasil hitung cepat Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014, Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) melakukan audit terhadap anggotanya. Audit oleh Dewan Etik Persepi dilaksanakan pada 15-16 Juli 2014. Audit ini melibatkan anggota Persepi yang melakukan quick count yaitu CSIS, Cyrus Network, SMRC, Lembaga Survei Indonesia (LSI), Indikator Politik Indonesia, Populi Center dan Pol Tracking Institute. Serta Jaringan Suara Indonesia (JSI) dan Puskaptis.

Menurut Ketua Dewan Etik Persepi, Hari Wijayanto, dari 9 lembaga survei itu hanya 7 yang bersedia diaudit. JSI hanya hadir dalam sidang lalu menyerahkan surat pengunduran diri dari Persepi karena ‘tidak ingin terlalu jauh masuk dalam polemik hitung cepat Pilpres 2014.’ JSI mengimbau untuk menunggu hasil pleno rekapitulasi suara KPU pada 22 Juli 2014.

Puskaptis tidak bersedia datang dalam sidang Dewan Etik dengan alasan audit harus dilakukan kepada seluruh lembaga survei setelah KPU mengumumkan hasil Pilpres 22 Juli 2014. Dewan Etik Persepi dinilai tidak objektif karena ada Saiful Mujani yang menjadi anggota Dewan Etik. Puskaptis juga mengusulkan untuk pertanggungjawaban, semua lembaga duduk bersama dan menandatangani pernyataan sikap yang hasil surveinya (quick count) salah atau berbeda dengan penghitungan real count KPU harus bersiap untuk dibubarkan.

Wijayanto melanjutkan, Dewan Etik Persepi menganggap JSI dan Puskaptis tidak memiliki itikad baik. Padahal, kegiatan ilmiah yang sudah menimbulkan kontroversi di masyarakat itu patut dipertanggungjawabkan. “Dewan Etik Persepi memutuskan JSI dan Puskaptis melanggar kode etik dan dikeluarkan dari keanggotaan Persepi,” katanya membacakan hasil sidang Dewan Etik Persepi di Jakarta, Rabu (16/7).

Wijayanto menjelaskan, proses edit tidak harus menunggu hasil penghitungan suara KPU 22 Juli 2014 karena proses audit merupakan domain ilmiah dan professional, dan tidak terkait dengan hasil rekapitulasi suara dalam Pilpres 2014. Yang ingin dilihat adalah proses dan pelaksanaan quick count sebagai kegiatan riset yang memenuhi kaidah-kaidah ilmiah. Selain itu Persepi menjaga objektivitas dan independensi dengan membentuk task force dalam menggelar sidang etik.

Mengenai perbedaan hasil hitung cepat lembaga survei yang bernaung di bawah Persepi, Wijayanto mengatakan Dewan Etik Persepi mengambil sikap untuk melakukan audit daripada membubarkan lembaga survei yang hasilnya berbeda dengan KPU. Lagi-lagi ia menekankan yang disorot bukan kecocokan hasil quick count dengan real count KPU tapi sejauh mana kegiatan itu dilakukan secara ilmiah dan profesional. “Sehingga hasil kegiatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” tukasnya.

Dewan Etik memeriksa proses penetapan sampel, pengambilan data, penghitungan dan manajemen quick count. Dokumen pendukung yang harus diserahkan kepada Dewan Etik berupa daftar kerangka sampling, seluruh TPS yang menjadi sampel, tenaga pengumpul data di seluruh TPS sampel, susunan organisasi dan manajemen quick count. Metode audit dilakukan dengan presentasi di depan Dewan Etik, dan tanya jawab serta validasi data dan dokumen.

Atas dasar itu sidang Dewan Etik menyimpulkan 7 lembaga survei yang diaudit telah melakukan pengambilan sampel secara ilmiah, meskipun ada variasi dalam cara pengambilan sampel. Ketujuh lembaga sudah memenuhi kaidah ilmiah dalam mengambil sampel secara benar (memenuhi prinsip probability sampling).

Pada kesempatan yang sama anggota Dewan Etik Persepi, Hamdi Muluk, menegaskan Persepi tunduk pada etik akademik. Selain itu sikap ilmiah menekankan pada prinsip keterbukaan. “Kalau menolak diaudit berarti ada yang ditutup-tutupi,” paparnya.

Oleh karenanya lembaga survei harus berani melakukan akuntabilitas kepada publik dan bisa diaudit secara ilmiah. Lembaga survei yang patuh terhadap hal itu menurut Hamdi tidak bisa diintervensi sekalipun oleh penyokong dana. Oleh sebab itu dalam proses audit, Persepi tidak menyoroti dana yang diperoleh lembaga survei, tapi yang penting bagaimana lembaga tersebut melaksanakan kegiatannya dengan ilmiah.

Tapi yang jelas, quick count menurut Hamdi penting untuk menjaga demokrasi, khususnya dalam kegiatan Pemilu. Untuk pembenahan ke depan, layak dipikirkan apakah lembaga survei perlu diatur dalam regulasi. Misalnya, lembaga survei harus mengantongi sertifikasi.

Tim Independen sekaligus Ketua Badan Pengawas LP3ES, Rustam Ibrahim, mengusulkan agar sertifikasi atau akreditasi terhadap lembaga survei diberikan oleh asosiasi masing-masing. Sehingga peran pemerintah untuk melakukan sertifikasi kepada lembaga survei tidak diperlukan. Selain itu asosiasi juga harus memberdayakan kemampuan anggotanya seperti di bidang ilmiah dan metodologi.

Sekadar informasi, anggota tim yang dibentuk Dewan Etik Persepi untuk melakukan audit terdiri dari Hari Wijayanto (Ketua Dewan Etik Persepi) dan Hamdi Muluk (Anggota Dewan Etik Persepi). Kemudian, Rustam Ibrahim (Tim Independen), Jahja Umar (Tim Independen-Pakar Psikometri) dan Komarudin Hidayat (Tim Independen-mantan Ketua Panwaslu RI).
Tags:

Berita Terkait