"Ijon" Program Dana Aspirasi Damayanti Seharga Lebih dari Rp8 M
Berita

"Ijon" Program Dana Aspirasi Damayanti Seharga Lebih dari Rp8 M

Damayanti tak ajukan eksepsi.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti bersama-sama Budi Supriyanto, Dessy Ariyati Edwin, dan Julia Prasetyarini alias Uwi didakwa menerima suap dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir. Suap yang diterima Damayanti sebesar Sing$732 ribu dan Rp1 miliar (dalam dollar Amerika Serikat) atau jika diakumulasikan berjumlah lebih dari Rp8 miliar.

Penuntut umum KPK, Iskandar Marwanto mengatakan, pemberian uang itu diketahui atau patut diduga untuk menggerakan Damayanti agar mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dan menggerakan Budi agar mengusulkan pekerjaan konstruksi Jalan Werinamu-Laimu di Wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.

"Sebagai usulan 'program aspirasi' anggota Komisi V DPR supaya masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran (TA) 2016 dan nantinya dikerjakan oleh PT Windhu Tunggal Utama," katanya membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/6).

Bermula pada Agustus 2015. Damayanti bersama anggota Komisi V, Fary Djemi Francis, Michael Watimena, Yudi Widiana Adia, dan Mohammad Toha melakukan kunjungan kerja ke Maluku dan bertemu Kepala BPJN IX Amran Hi Mustary. Lalu, Amran mempresentasikan program-program yang akan diusulkan BPJN IX ke dalam APBN TA 2016 Kementerian PUPR.

Dalam rangka penyusunan APBN TA 2016, dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat antara Komisi V dengan Kementerian PUPR pada September 2015 di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat. Amran bertemu Damayanti dan mengatakan, "Bu, nanti aspirasi ibu ditaruh di tempat saya aja di Maluku, nanti ajak temen-temen yang mau siapa" yang dijawab Damayanti, "Ya, nanti saya kabari".

Kemudian, pada Oktober 2015, Damayanti mengajak temannya, Dessy dan Julia untuk bertemu Budi, Amran, serta dua anggota Komisi V dari Fraksi PKB, Fathan dan Alamuddin Dimyati Rois di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan. Amran menyampaikan program pembangunan TA 2016 yang diantaranya kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dan konstruksi Jalan Werinamu-Laimu di Maluku.

"Amran juga menyampaikan adanya fee 6 persen dari nilai program yang akan diberikan kepada masing-masing anggota Komisi V yang mengusulkan program tersebut sebagai 'program aspirasi'. Atas penyampaian Amran, terdakwa keberatan karena berdasarkan pengalaman anggota DPR sebelumnya, untuk wilayah Papua, anggota DPR mendapatkan fee sebesar 7 persen," ujar Iskandar.

Namun, lanjut Iskandar, Amran mengatakan fee di wilayah Maluku tidak sebesar itu. Amran menyampaikan bahwa fee akan disiapkan oleh masing-masing rekanan. Damayanti, Budi, Fathan, dan Alamuddin pun menyatakan kesiapan mereka untuk menjadikan beberapa program BPJN IX sebagai usulan "program aspirasi" Komisi V yang akan diupayakan masuk ke dalam RAPBN TA 2016.

Pada pertemuan berikutnya, Damayanti, Budi, Dessy, Julia, Fathan, Alamuddin, serta beberapa staf BPJN IX membahas judul-judul "program aspirasi" anggota Komisi V. Pekerjaan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu yang merupakan "program aspirasi" Damayanti diberi kode "1E" dan pekerjaan konstruksi Jalan Werinamu-Laimu yang merupakan "program aspirasi" Budi diberi kode "2D".

Sementara, usulan "program aspirasi" milik Fathan dan Alamuddin ternyata tidak terdapat dalam "program aspirasi" Komisi V yang dikeluarkan oleh Kementerian PUPR. Amran menyampaikan, "program aspirasi" Damayanti dan Budi yang masing-masing senilai Rp41 miliar dan Rp50 miliar akan dikerjakan oleh rekanan, salah satunya Abdul Khoir. Damayanti dan Budi setuju.

Damayanti dan Budi meminta Abdul berkoordinasi dengan Dessy dan Julia. Untuk itu, Damayanti menanyakan bagian fee Dessy dan Julia yang akhirnya disanggup masing-masing mendapat fee 1 persen, sehingga  total fee dari Abdul untuk Damayanti, Dessy, dan Julia berjumlah 8 persen. Besaran fee Budi pun disamakan menjadi 8 persen. Budi sepakat pembayaran fee melalui Damayanti.

Iskandar mengungkapkan, setelah kesepakatan itu, pada 30 Oktober 2015, Damayanti memerintahkan tenaga ahlinya, Ferri Anggrianto untuk mengecek "program aspirasi" miliknya di Kementerian PUPR. Sesuai penjelasan dari Kementerian PUPR, "program aspirasi" milik Damayanti telah disetujui oleh Kementerian PUPR dan pimpinan Komisi V DPR.

Mengetahui "program aspirasi" miliknya masuk dalam RAPBN TA 2016, Damayanti memerintahkan Dessy menghubungi Abdul untuk menanyakan realisasi fee. Alhasil, pada 25 November 2015, Abdul memerintahkan stafnya, Erwantoro menyiapkan uang sejumlah Rp3,28 miliar untuk ditukarkan dalam mata uang dollar Singapura sejumlah Sing$328 ribu.

Abdul menyerahkan uang itu kepada Damayanti, Dessy, dan Julia di restauran Meradelima, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Uang tersebur dibagi-bagi dengan perincian, Sing$245,7 ribu untuk Damayanti, sedangkan Sing$41,15 ribu masing-masing untuk Dessy dan Julia. Lalu, untuk memenuhi permintaan uang dari Damayanti dalam rangka keperluan Pilkada di Jawa Tengah, Abdul memberikan lagi Rp1 miliar.

Iskandar menjelaskan, uang itu diberikan Erwanto dalam bentuk dollar Amerika Serikat kepada Dessy dan Julia di kantor Kementerian PUPR. Selanjutnya, Damayanti memberikan Rp300 juta kepada calon Walikota Semarang Hendrar Prihadi melalui Farkhan Hilmie. Sebagian lagi, diberikan Damayanti kepada Widya Kandi Susanti dan Gus Hilmi selaku pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kendal masing-masing Rp150 juta.

Sisanya, Rp400 juta dibagikan kepada Dessy dan Julia masing-masing Rp100 juta, serta Damayanti Rp200 juta. Selain menerima fee miliknya, Damayanti juga menerima fee milik Sing$404 ribu atau setara Rp4 miliar sebagaimana permintaan Budi kepada Abdul. Uang itu diserahkan Abdul melalui Julia di food court Pasaraya Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Lalu, Dessy melaporkan kepada Damayanti bahwa fee dari Abdul telah diterima dengan mengatakan, "Tadi sudah ketemu, bajunya udah pada bisa diambil jahitannya", yang dijawab oleh terdakwa, "Oh ya ya ya. Paham". Keesokan harinya, pada 8 Januari 2016, Julia menyampaikan kepada Damayanti, "Mbak Yanti, dari Mas Dul sudah ada, mohon arahannya mbak".

Menanggapi pernyataan Julia, sambung Iskandar, Damayanti menjawab, 'Ya, minta tolong dihitung, yang penting Mas Budi enem dari seket ya, nanti sisanya kita bagi bertiga'. Kemudian, Julia memisahkan uang sejumlah Sing$305 ribu untuk Budi, sedangkan sisanya Sing$99 ribu dibagi tiga, untuk Damayanti, Dessy, dan Julia masing-masing Sing$33 ribu.

Pada 11 Januari 2016, bertempat di restauran Soto Kudus Blok M di Jl Tebet Raya No.10A, Jakarta Selatan, Julia menyerahkan uang bagian Budi sebesar Sing$305 ribu yang dimasukan ke dalam kantong plastik hijau bertuliskan Century. Pada 13 Januari 2016, bertempat di Jl Tebet Barat Dalam VII G/2, Julia menyerahkan uang Sing$33 ribu bagian Damayanti  melalui Leny Mulyani dan Sahyo Samsudin alias Ayong.

Leny dan Sahyo merupakan orang suruhan Damayanti. Setelah itu, Dessy menjemput Julia, dan Julia pun menyerahkan uang Sing$33 ribu bagian Dessy di dalam mobil Honda HRV dengan nomor polisi B 213 NTA. "Pada malam harinya, terdakwa, Julia, Dessy, dan Abdul beserta barang bukti uang yang diterimanya diamankan oleh petugas KPK," tutur Iskandar.

Atas perbuatannya, Damayanti didakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Namun, Damayanti tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan penuntut umum, sehingga Ketua Majelis Hakim Sumpeno mengagendakan sidang berikutnya untuk pemeriksaan saksi-saksi.

Usai sidang, pengacara Damayanti, Wirawan Adnan mengatakan kliennya sudah menyatakan menyesal telah menerima hadiah atau janji. Hanya saja, ia mempermasalahkan penggunaan istilah "menggerakan" yang digunakan jaksa dalam surat dakwaan. Ia menganggap pasal yang lebih tepat digunakan untuk menjerat Damayanti bukan lah Pasal 12 huruf a, melainkan Pasal 11 UU Tipikor.

"Kami tidak ingin membantah telah menerima uang, dan kami telah mengembalikan uang itu kepada KPK. Nah pembelaan kami di persidangan ini untuk mengatakan, yang tepat diterapkan itu Pasal 11. Tadi kan dakwaan alternatif, Pasal 11 dan Pasal 12. Menurut kami, ini adalah pasal 11. Nanti, bagaimana dinamika persidangan, kita ikuti bersama," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait