Ini Cara Legal Jual BBM dengan Modal Minim
Berita

Ini Cara Legal Jual BBM dengan Modal Minim

Peraturan BPH Migas No. 6 Tahun 2015 memberikan kesempatan bagi pengusaha kecil untuk menjual BBM secara legal.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Outlet penjualan bensin. Foto: SGP (Ilustrasi)
Outlet penjualan bensin. Foto: SGP (Ilustrasi)
Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menegaskan bahwa kegiatan usaha bisnis bensin eceran adalah ilegal. Menurut Direktur Bahan Bakar Minyak BPH Migas Hendry Ahmad, hal itu telah diatur dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Tak tanggung-tanggung, para penjual bensin di pinggir jalan itu bisa didenda hingga Rp6 miliar dan dipenjara selama enam tahun.

Untuk mengatasi maraknya penjualan bensin eceran, BPH Migas pun menawarkan masyarakat untuk bisa membuka usaha semacam itu dengan modal minim. Bulan Mei lalu, Kepala BPH Migas, Andy Noorsaman Sommeng, mengeluarkan aturan yang membuka peluang penjualan bensin dalam skala kecil bagi masyarakat umum. Menurut Hendry, aturan itu dibuat untuk mengatasi penjualan bensin ilegal.

"Kami mencoba membuat rancangan bagaimana investasi SPBU bisa dengan modal mini, kalau bisa hanya dengan Rp75 juta sudah berjalan,” kata Hendry, Kamis (20/8).

Peraturan BPH Migas No.6 Tahun 2015 memang memberikan kesempatan bagi pengusaha kecil untuk menjual BBM secara legal. BBM yang bisa dijual pun bisa berbagai jenis bahkan sampai biofuel. Pasal 1 Peraturan BPH Migas itu memang menyebut bahwa koperasi, usaha kecil, maupun sekelompok konsumen yang ingin menjalankan usaha penjualan BBM sebagai sub-penyalur.

Sayangnya, kesempatan itu hanya berlaku di daerah yang belum ada penyalur BBM alias SPBU. Di dalam aturan itu, disebutkan secara eksplisit bahwa sub penyalur hanya boleh beroperasi di daerah tertentu. Sementara itu, penjelasan mengenai daerah tertentu adalah daerah yang belum ada penyalur BBM. “Kita memang merancang untuk di daerah terpencil," kata Hendry.

Menurutnya, hal ini lantaran di daerah terpencil jarang sekali pelaku usaha yang mau berinvestasi untuk menyalurkan BBM. Pasalnya, investasi yang dibutuhkan sangat besar. Di sisi lain, keuntungan yang didapatkan tak terlampau besar. Hendry menyebut, tiap penjualan satu liter premium, keuntungan bagi pelaku usaha tak lebih dari Rp300.

"Di luar Jakarta berinvestasi tidak mau. Untung Rp280 per liter dengan investasi Rp20 miliar," ujar Hendry.

Hendry menuturkan, pengusaha dijadikan sub penyalur BBM tersebut tidak bisa mematok harga seenaknya. Lantaran Pemerintah Daerah menentukan harga dengan mempertimbangkan ongkos angkut. Menurutnya, skema ini berbeda dengan penjual bensin eceran yang bisa menjual dengan harga suka-suka.

Ia mengeluhkan, selama ini para penjual bensin eceran memang banyak yang memasang harga berbeda dengan yang ditetapkan secara resmi oleh Pertamina. Menurutnya, hal ini lantaran wilayah terpencil sangat minim fasilitas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Akibatnya, di wilayah pelosok menjamur penjual BBM eceran yang menjual dengan harga tinggi.

Untuk bisa menjadi sub penyalur, menurut Pasal 4 Peraturan BPH Migas No.6 tahun 2015, bergantung dari keputusan pemerintah daerah. Sebab, pemerintah daerah lah yang berwenang menunjuk pihak yang boleh menjadi sub penyalur BBM di wilayahnya. Namun, penunjukan itu harus berdasarkan pada kualifikasi teknis, keamanan, dan keselamatan kerja yang diatur peraturan perundang-undangan.

Menurut pasal 6, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh badan usaha atau perorangan yang ingin jadi sub penyalur BBM. Pertama, memiliki kegiatan usaha yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa. Selain itu, badan usaha tersebut harus memiliki sarana penyimpanan untuk sekitar tiga ribu liter.

Selain itu, calon sub penyalur juga harus memiliki alat angkut BBM yang memenuhi standar. Peralatan penyaluran yang dimiliki pun harus memenuhi ketentuan teknis. Hal lain yang harus dimiliki adalah data konsumen yang telah diverifikasi oleh pemerintah daerah.

Untuk bisa membangun fasilitas sub penyalur, harus ada izin lokasi dari pemerintah daerah setempat. Lokasi yang boleh dijadikan tempat usaha bagi sub penyalur pun tidak sembarangan. Minimal, jaraknya lima kilo meter dari agen penyalur minyak solar atau sepuluh kilo meter dari SPBU. Ketentuan ini bisa saja dikecualikan dengan pertimbangan lain yang bisa dipertanggungjawabkan.
Tags:

Berita Terkait