Ini Dia Kisi-kisi RPP Minerba
Berita

Ini Dia Kisi-kisi RPP Minerba

Salah satu klausul dalam RPP Minerba mewajibkan perusahaan tambang untuk memenuhi pasokan mineral atau batubara dalam negeri. Klausul lainnya mewajibkan perusahaan tambang asing untuk mendivestasikan saham kepada institusi Negara setelah lima tahun sejak berproduksi.

Oleh:
Yoz/Lay
Bacaan 2 Menit
Ini Dia Kisi-kisi RPP Minerba
Hukumonline

 

Kekhawatiran Alwin itu dijawab dalam RPP ini. Disebutkan di RPP tersebut, Pemegang IUP dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) Operasi Produksi wajib mengutamakan kepentingan dalam negeri dan mendukung keamanan pasokan mineral dan/atau batubara untuk kebutuhan dalam negeri. Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi juga dapat menjual mineral atau batubara yang diproduksi ke luar negeri, sepanjang dapat memenuhi kebutuhan mineral atau batubara dalam negeri pada kurun waktu yang ditentukan.

 

Nantinya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan kewajiban pemasokan kebutuhan mineral untuk dalam negeri oleh pemegang IUP dan IUPK Operasi Mineral, dengan mempertimbangkan kebutuhan mineral dalam negeri yang meliputi kebutuhan mineral untuk pemakaian langsung di dalam negeri. Penetapan besaran dan kewajiban pemasokan kebutuhan mineral untuk dalam negeri selanjutnya diatur dengan Peraturan Menteri ESDM.

 

Praktisi hukum pertambangan Dendi Adisuryo menegaskan, IUP bagi perusahaan non pertambangan yang akan menjual barang tambang (seperti diatur di Pasal 105) hanya untuk satu kali transaksi. Ini berkaitan dengan domestic market obligation agar tidak diakal-akali DMO-nya, katanya. Ke depan, akan ada arah pembatasan perusahaan non-pertambangan untuk jual barang tambang.

 

Selain DMO, ketentuan lain yang perlu diperhatikan, kata Alwin Syah Lubis, menyangkut kewajiban pengolahan dan pemurnian (Pasal 103 ayat (1)). Kewajiban pengolahan dan pemurnian hanya diatur bagi perusahaan yang memegang Kontrak Karya (KK). Menurutnya, tidak jelas apakah pengelohan dan pemurnian diberlakukan juga bagi pemegang Kuasa Pertambangan (KP). Apabila hal ini berlaku juga bagi pemegang KP maka akan berdampak pada aktivitas operasional BUMN yang masih mengekspor bijih sebelum dapat membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian dalam jangka waktu tahun, tandasnya.

 

Untuk mejawab pertanyaan Alwin tadi, dalam RPP diterangkan, pemegang IUP dan IUPK Operasi dan Produksi Mineral wajib melakukan pengolahan dan/atau pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah mineral yang diproduksi, baik secara langsung, kerja sama maupun melalui pihak lain di dalam negeri, termasuk di dalamnya BUMN, BUMD, swasta, koperasi atau perseorangan di dalam negeri. Pemegang IUP dan IUPK Operasi dan Produksi Mineral dilarang mengekspor mineral yang diproduksi sebelum diolah dan/atau dimurnikan, baik secara langsung, kerjasama maupun melalui pihak lain di dalam negeri, termasuk di dalamnya BUMN, BUMD, swasta, koperasi atau perseorangan di dalam negeri.

 

Kemudian, pemegang IUP dan IUPK Operasi dan Produksi Batubara wajib melakukan pengolahan dan/atau pencucian untuk meningkatkan nilai tambah batubara yang diproduksi. Pemegang IUP dan IUPK Operasi dan Produksi batubara juga dilarang menjual batubara yang diproduksi sebelum diolah dan/atau dicuci.

 

Divestasi Saham

Lantas bagaimana dengan ketentuan divestasi saham perusahaan tambang asing? Tentu masih hangat dalam ingatan kita mengenai kasus divestasi saham Newmont, dimana Pemerintah menang di jalur arbitrase lantaran perusahaan tambang asal negeri Paman Sam, Amerika, itu gagal menjual 17 persen sahamnya ke institusi Indonesia.

 

Lepas dari persoalan Newmont, pengamat pertambangan Ryad Chairil sempat mempertanyakan keberadaan Pasal 112 UU Minerba mengenai divestasi saham pertambangan. Pasal 112 ayat (1) menyebutkan, setelah lima tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta nasional. Dalam hal ini, Ryad mengatakan, bagaimana kontraktor asing mau mendivestasikan sahamnya, jika keuntungan belum mereka peroleh selama lima tahun—sejak IUP dan IUPK dipegang. Ketentuan ini jelas menjadi ancaman bagi kontraktor asing yang mau berbisnis tambang di Negeri ini. Pasalnya, investasi pengelolaan tambang nilainya tidak kecil, ujar Ryad.

 

Namun pendapat Ryas sepertinya tidak digubris oleh pemerintah. Dalam RPP ditegaskan perusahaan tambang yang sahamnya dimiliki asing wajib melakukan divestasi saham setelah lima tahun sejak berproduksi. Terkait hal ini, dalam RPP ditegaskan, (i) Pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing, setelah lima tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi saham kepada peserta Indonesia (pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, atau  badan usaha swasta Nasional secara bersamaan melalui pemilikan langsung); (ii) dalam hal ada peminat sebagaimana maka akan diberikan prioritas kepada pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD.

 

Lalu (iii) jumlah saham yang didivestasikan sebesar 20 persen dari kepemilikan saham asing dan dilakukan secara bertahap dengan rinciang sebagai berikut; (a) pada akhir tahun keenam, sekurang-kurangnya 5 persen, (b) pada akhir tahun ketujuh, sekurang-kurangnya 10 persen, (c) pada akhir tahun kedelapan, sekurang-kurangnya 15 persen, (d) pada akhir tahun kesembilan, sekurang-kurangnya 20 persen.

 

Kemudian (iv) Jumlah saham yang didivestasikan sebesar 20 persen dari kepemilikan asing tidak termasuk saham yang terdaftar di pasar bursa, baik bursa saham Indonesia atau luar negeri; (v) Pengembangan atau perluasan investasi baru tidak boleh mengurangi komposisi prosentase kepemilikan saham nasional sebagaimana dimaksud pada angka 3; (vi) Penggabungan, peleburan atau pengambilalihan kepemilikan IUP/IUPK, harus oleh badan usaha yang berbadan hukum Indonesia yang bergerak di bidang usaha pertambangan mineral dan/atau batubara.

 

Masih dalam RPP, pelaksanaan divestasi akan dilakukan melalui enam tahap. Pertama, penawaran saham dilakukan selambat-lambatnya pada triwulan pertama tahun keenam berproduksi. Kedua, harga saham yang ditawarkan juga harus dinilai oleh independenter valuer. Ketiga, divestasi saham harus terlaksana selambat-lambatnya pada triwulan keempat setiap tahunnya dimulai dari tahun keenam berproduksi. Keempat, saham yang telah dimiliki oleh peserta Indonesia tidak boleh dialihkan kembali kepada peserta asing.

 

Kelima, dalam hal ada penambahan jumlah dalam modal saham perusahaan, pemegang saham Indonesia akan ditawarkan saham baru sebandng dengan saham yang telah dipegang. Keenam, semua kewajiban divestasi pemegang IUP dan IUPK akan dianggap telah dilaksankan sesudah tidak kurang dari 20 persen saham yang ditawarkan dibeli oleh peserta Indonesia.

Kisi-kisi Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RPP Minerba) mulai terkuak. Meski demikian, pembahasan RPP sebagai pelaksana UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, masih terus dilakukan pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha. Hal ini ditegaskan Sekretaris Jenderal Departemen Energi Sumber daya dan Mineral (ESDM) Witoro Soelarno.

 

Bedasarkan dokumen RPP yang diperoleh hukumonline, RPP pertama yang akan dikeluarkan mengenai tata cara mendapatkan Wilayah Izin dan Usaha Pertambangan (WIUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). RPP ini mewakili Pasal 5 ayat (5) Pasal 34 ayat (3), Pasal 49, Pasal 63, Pasal 65 ayat (2), Pasal 76 ayat (3), Pasal 84, Pasal 103 ayat (3), Pasal 109, Pasal 111 ayat (2), Pasal 112, Pasal 116 dan Pasal 156 UU Minerba.

 

Dalam RPP dijelaskan, yang dimaksud WIUP adalah wilayah atau bagian dari wilayah usaha pertambangan batubara, mineral logam, mineral bukan logam dan batuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah. Lalu, setiap usaha pertambangan bahan galian mineral logam dan batubara dapat dilaksanakan setelah mendapat WIUP dengan cara lelang. Kepada pemenang lelang, langsung diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kemudian setiap usaha pertambangan mineral bukan logam dan mineral batuan, dapat dilaksanakan setelah mendapat WIUP dengan cara permohonan wilayah. WIUP ini nantinya akan diberikan oleh menteri, gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya kepada badan usaha, koperasi atau perorangan.

 

Sejak disahkan menjadi Undang-Undang, sejumlah perusahaan tambang batubara milik negara (BUMN) masih khawatir dengan RPP Minerba. Seperti dikatakan oleh Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk Alwin Syah Lubis beberapa waktu lalu, ia mengkhawatirkan soal domestic market obligation (DMO). Menurutnya, DMO dapat dilaksanakan sepanjang hasil tersedia di pasar domestik dapat menerima produk-produk yang dihasilkan dan sesuai dengan harga pasar. Apabila pasar dalam negeri tidak tersedia maka BUMN diperbolekan untuk mengekspor ke luar negeri, katanya.

Tags: