Ini Kelemahan RUU Minerba Versi Masyarakat Sipil
Utama

Ini Kelemahan RUU Minerba Versi Masyarakat Sipil

Minim perlindungan terhadap masyarakat dan lingkungan, serta mekanisme perizinan yang tak jelas.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pertambangan minerba. Foto: ADY
Ilustrasi pertambangan minerba. Foto: ADY

Pada akhir Januari lalu, pemerintah merilis versi teranyar draf rancangan undang-undang tentang pertambangan mineral dan batubara (RUU Minerba). Ada beberapa hal yang menjadi sorotan lembaga swadaya masyarakat Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) terhadap RUU tersebut. Salah satunya, mengenai pemangkasan sebanyak 40-an pasal UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba yang saat ini berlaku.

Menurut aktivis Jatam, Ki Bagus Hadi Kusuma, pemangkasan pasal-pasal itu menimbulkan masalah baru. Sebab, meniadakan keterlibatan masyarakat sehingga mengakibatkan pengingkaran terhadap hak masyarakat. Selain itu muncul pula masalah menyangkut perizinan danlingkungan.

“Ada kesan pemerintah ini ingin membuat UU baru ketimbang merevisi UU yang ada,” ujar Bagus di Jakarta (5/4).

Bagus menjelaskan bahwa ada tiga poin krusial mengapa draf versi pemerintah harus ditolak. Pertama, tak berbeda dengan draf RUU yang diajukan oleh parlemen, di mana pemerintah akan menarik pelimpahan wewenang dari daerah kabupaten/kota ke tingkat provinsi dan kementerian. Kedua, terlihat ada upaya relaksasi ekspor dan penghindaran kewajiban hilirisasi.

Ketentuan mengenai relaksasi dan hilirisasi itu baru akan berlaku lima tahun setelah RUU disahkan. Jika pemerintah dan parlemen menargetkan akan mengesahkan RUU tahun ini, maka ketentuan itu baru akan berlaku pada tahun 2021. Secara kebetulan, tahun 2021 adalah masa berakhirnya kontrak PT Freeport Indonesia.

“Entah itu memang murni kebetulan atau kebetulan yang disengaja. Tetapi nyata sekali indikasi bahwa RUU ini ditunggangi oleh kepentingan korporasi-korporasi besar,” tandas Bagus.

Bagus menjelaskan, selain substansi pasal yang banyak mengarah pada kepentingan korporasi tertentu pembahasan RUU Minerba juga penuh misteri. Menurutnya, pembahasan RUU ini sangat senyap. Ia mengaku, publik sangat sulit mendapat informasi perkembangan dalam pembahasan RUU Minerba.

Sementara itu, jika dibandingkan dengan draf RUU yang diinisiasi oleh DPR dalam hal perlindungan terhadap masyarakat, Bagus menilai DPR lebih progresif. Sebab, DPR mempertahankan upaya perlindungan masyarakat melalui mekanisme ganti rugi lahan dan adanya hak gugatan jika masyarakat menderita kerugian. Ada pula tambahan mekanisme di dalam RUU yaitu masyarakat memiliki peran dalam mereview izin bahkan menolak izin yang sudah diberikan kepada penambang.

Kendati demikian, Bagus menambahkan bahwa draf versi DPR pun memiliki banyak kelemahan. Ia menjabarkan, salah satunya adalah mengenai pengaturan divestasi. Menurut Bagus, di dalam RUU versi DPR, aturan divestasi akan dirinci di dalam UU. Padahal, menurut Bagus tidak ada urgensi pengaturan mengenai divestasi di dalam produk hokum setingkat undang-undang.

“Selain itu, di dalam draf juga disebutkan bahwa aturan mengenai divestasi ini baru berlaku lima tahun setelah UU disahkan. Di sini juga terlihat ada titipan kepentingan yang menumpang dalam pembahasan UU,” tutur Bagus.

Bagus mengatakan, pihaknya bersama LSM lain yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Advokasi UU Minerba akan menempuh jalur-jalur formal mengkritisi RUU yang ada. Ia menyebut, salah satunya dengan membuat policy note. Selain itu, Bagus mengaku juga berupaya melakukan intervensi terhadap Daftar Inventaris Masalah (DIM).

“Kita akan berusaha bagaimana UU Minerba yang disahkan nanti bias memberikan perlindungan kepada masyarakat dan lingkungan,” katanya.

Untuk menuju arah itu, Bagus menilai selayaknya RUU Minerba disesuaikan dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ia mengingatkan, pemberian kewenangan perizinan harus mampu mengantisipasi masalah tumpang tindih lahan. Sehingga, selain pembagian kewenangan yang proporsional, menurutnya juga harus ada mekanisme kontrol dan penegakan hukum yang tegas.

“Penegakan hukum juga menjadi kunci bagaimana nantinya RUU Minerba bisa menjadi aturan yang efektif,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait