Kala RKUHP Belum Lindungi Kelompok Rentan
Utama

Kala RKUHP Belum Lindungi Kelompok Rentan

Mulai kaum perempuan, penyandang disabilitas, tenaga kesehatan, hingga disorientasi seksual yang berpotensi dikriminalisasi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Kenapa pasal ini mengkrimalisasi kelompok rentan. Dia sebenarnya bukan lalai, tapi tidak punya akses. Harusnya pemerintah buat layanan pencatatan keliling. Harusnya pemerintah memberi layanan cepat agar warganya punya identitas (e-KTP). Hak warga negara untuk mendapatkan identitas,” ujarnya.

 

Selain itu, pasal yang mengatur tentang aborsi. Menurutnya sepanjang aborsi dilakukan demi keselamatan sang ibu, maka seharusnya tidak boleh dipidana. Lagi-lagi, perempuan menjadi kelompok yang paling rentan dipidana selain petugas kesehatan. “Padahal menekan angka kelahiran sebagai tujuan dari pembangunan nasinonal,” lanjutnya.

 

Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Eko Riyadi menilai RKUHP juga masih mendiskriminasi kelompok disabilitas. Terlebih, aparat penegak hukum belum memahami hak-hak kelompok disabilitas. Akibatnya, penanganan kasus yang dialami penyandang disabilitas menjadi tidak maksimal. Ironisnya, belum tersedianya mekanisme pemulihan bagi korban penyandang disabilitas.

 

“Dalam proses persidangan, biasanya hakim memperhatikan hak-hak pelaku, misalnya mewajibkan pelaku didampingi penasihat hukum. Sementara korban khususnya penyandang disabilitas tidak,” ujarnya.

 

Terdapat dua pasal yang mengatur kelompok penyandang disabilitas. Misalnya, Pasal 42 RKUHP yang menyebutkan, Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual tidak dapat dimintai pertanggungjawaban dan tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan”.

 

Menurut Eko, kata “menderita” dalam pasal tersebut keliru. “Penyandang disabilitas bukan menderita. Tetapi mereka kelompok berbeda yang harus mendapat perlakuan khusus. Jadi tidak boleh ada kata ‘menderita’. Frasa menderita itu seperti orang yang sakit,” ujarnya.

 

Padahal, tak selamanya penyandang disabilitas mental dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana. Faktanya, psikopat adalah penyandang disabilitas mental yang secara klinis mampu bertanggung jawab.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait