Kaum Homoseksual Kembali Kritik RUU KUHP
Berita

Kaum Homoseksual Kembali Kritik RUU KUHP

Kaum gay, lesbian, biseksual dan transeksual menilai RUU KUHP akan gampang menjerat mereka sebagai pelaku kriminal. Mereka ingin diskriminasi hukum dihapuskan. Komnas HAM sudah pernah menyurati Kapolri.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Kaum Homoseksual Kembali Kritik RUU KUHP
Hukumonline

 

Kamel menduga masuknya aturan kriminalisasi homoseksual ke dalam RUU KUHP dilatarbelakangi pemikiran bahwa komunitas mereka masih dianggap sebagai penyakit masyarakat. Tentu saja Kamel membantah komunitas mereka merugikan masyarakat. Penyakit masyarakat yang sebenarnya harus diberantas adalah korupsi, ujar perempuan berperawakan mungil itu.

 

Menurut Kamel, jalan terbaik adalah mendapatkan pengakuan secara yuridis. Tapi ia menyadari hal itu akan sulit tercapai. Alih-alih mendapat pengakuan dalam sebuah undang-undang, komunitas kaum homoseksual merasa masih mendapat perlakuan hukum yang diskriminatif. Itu sebabnya tahun lalu mereka pernah mengadu ke Komnas HAM.  

 

Selain ancaman kriminalisasi dalam RUU KUHP tadi, dalam pengaduannya dikatakan bahwa polisi tidak pernah menindaklanjuti pengaduan mereka seputar kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan oleh masyarakat. Mei lalu misalnya, seorang isteri dibunuh suaminya hanya karena sang isteri memilih untuk menikmati kehidupan seksual sebagai lesbian. Atas pengaduan itu, Komnas sudah pernah menyurati Kapolri.

 

Dalam surat tertanggal 16 Desember 2003 yang salinannya baru diperoleh hukumonline, Komnas HAM meminta Kapolri menertibkan jajarannya dalam menjalankan tugas sebagai pengayom seluruh warga masyarakat secara hukum, termasuk komunitas gay, lesbian dan transeksual.

 

Perjuangan Dali, Kamel dan kawan-kawan bukan tanpa dukungan. Aktivis perempuan Yenni Rosa Damayanti yang mendampingi mereka menggelar konperensi pers mengklaim banyaknya dukungan secara pribadi dan organisatoris, termasuk dari organisasi keagamaan. Setidaknya tercermin dari kehadiran wakil Fayatat NU, Koalisi Perempuan Indonesia, Lakpesdam NU dan Jaringan Islam Liberal.

 

Dukungan personal misalnya datang dari Sandrina Malakiano. Presenter sebuah stasiun televisi swasta itu menilai bahwa komunitas kaum homoseksual harus diperlakukan sebagai manusia juga. Tidak ada masalah sepanjang mereka tidak merugikan kelompok masyarakat lain. Pemerintah mestinya memberikan pilihan pada orientasi seksual warganya, kata Sandrina.  

Dali Sembiring memang belum pernah kesandung perkara alias berurusan dengan aparat hukum. Tetapi mahasiswa sastra Inggris di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta itu mungkin punya rasa was-was jika suatu saat nanti mereka gampang dijerat aparat. Maklum, sebagai seorang gay, eksistensi orang-orang semacam Dali masih sering mendapat stigma dan perlakuan negatif dari masyarakat, termasuk aparat hukum.

 

Rasa was-was mereka makin bertambah seiring masuknya ketentuan dalam RUU KUHP yang mengkriminalisasi pelaku hidup bersama tanpa terikat perkawinan. Eksistensi mereka pun belum mendapat tempat di hati tim-tim calon presiden (capres) sebagaimana terungkap selama ini.

 

Pada harian Sinar Harapan edisi 23 Juni 2004, terungkap bahwa mayoritas tim capres menganggap homoseksual sebagai penyakit masyarakat. Hanya juru bicara tim Mega-Hasyim dan Hamzah-Agum yang memberi tempat. Prilaku seksual menyimpang itu tidak akan dilegalkan, kata seorang anggota tim SBY-JK.  

 

Dalam konteks itulah, Dali dan sejumlah orang yang mempunyai pilihan hidup sebagai gay, lesbian, biseksual dan transeksual menggelar konperensi pers di kantor LBH Jakarta, Rabu (30/06). Selain mengkritik pandangan tim-tim capres, mereka juga mempersoalkan RUU KUHP. RUU itu sangat gampang mengkriminalisasi kaum homoseksual, ujar Kamel, seorang lesbian anggota Jaringan Warna-Warni.

 

Bisa jadi aturan yang dimaksud Kamel adalah pasal 420 ayat (1) dan 422 ayat (1) RUU KUHP. Kedua pasal ini mengancam setiap orang yang melakukan persetubuhan atau hidup bersama di luar perkawinan sehingga mengganggu kesusilaan masyarakat dengan hukuman satu atau dua tahun penjara.

Tags: