Kontrak Harus Berbahasa Indonesia Dinilai Positif
Transaksi Derivatif:

Kontrak Harus Berbahasa Indonesia Dinilai Positif

Ketentuan itu dibuat guna mengurangi resiko kerugian bagi nasabah.

Oleh:
Sut
Bacaan 2 Menit
Kontrak Harus Berbahasa Indonesia Dinilai Positif
Hukumonline

 

PBI 11, lanjut Budi, dibuat guna menjaga dan melindungi dari hal-hal yang memberatkan nasabah. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia dalam kontrak diatur agar nasabah paham mengenai produk dan resiko dari produk yang dikeluarkan oleh bank.  

 

Sekedar informasi, aturan kontrak derivatif harus berbahasa Indonesia diatur dalam Pasal 27 ayat (3) PBI 11 mengenai perjanjian structured product. Pasal itu berbunyi, Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibuat dalam bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh para pihak dengan menggunakan tanda tangan basah. Lalu Pasal 27 ayat (1) menyatakan, Kesepakatan antara Bank dengan Nasabah dalam melakukan transaksi structured product wajib dituangkan dalam perjanjian tertulis.

 

Anggota Komisi XI DPR bidang keuangan dan perbankan, Drajad Wibowo mengatakan aturan ini merupakan terobosan BI. Lebih baguslah BI belajar dari kesalahan. Saya rasa BI harus berani seperti itu, jangan mendua, katanya. Drajad menyarankan, ke depan bank sentral harus memperbaiki peraturan-peraturannya layaknya PBI 11.

 

Meski demikian, Drajad tetap mempersoalkan kontrak-kontrak derivatif yang terlanjur diteken dan ditransaksikan. Menurutnya, salah satu upaya untuk mengantisipasi masalah itu yakni dengan tetap melanjutkan kontrak, namun klausul-klausul yang memberatkan nasabah dibatalkan. Ini seperti yang diputus Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut saya putusan itu bagus sekali, ujar Drajad.

 

Pada 15 Juli lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan yang diajukan PT Toba Surimi Industries dan juga menolak gugatan balik (rekonvensi) Bank HSBC (The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Ltd. Menurut hakim, HSBC dan Toba Surimi sama-sama memiliki kesalahan dalam menjalankan transaksi ini.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, dua pekan lalu, klausula kontrak derivatif yang berbahasa Inggris sempat dipersoalkan di pengadilan. Dalam perkara gugatan PT Nubika Jaya melawan Standard Chartered Bank (Stanchart), Drajad Wibowo yang bertindak selaku ahli, mempermasalahkan isi kontrak berbahasa Inggris yang dibuat oleh bank-bank penerbit kontrak derivatif.

 

Menurut Drajad, kontrak derivatif hendaknya dibuat dalam bahasa Indonesia. Alasannya, Transaksi ini rumit dan sulit dimengerti, demikian Drajad usai memberi keterangan sebagai ahli.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang mengatur kontrak derivatif harus berbahasa Indonesia disambut positif oleh sejumlah kalangan, termasuk bankir. PBI No. 11/26/PBI/2009 itu dinilai dapat meminimalisir resiko kerugian yang diderita nasabah. PBI itu bertajuk ‘Prinsip Kehati-hatian Dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product Bagi Bank Umum'.

 

Saya setuju dengan PBI itu, ujar Agus DW Martowardojo, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, usai pelantikan Deputi Gubernur Senior BI, Darmin Nasution, di Gedung Mahkamah Agung, Senin (27/7).

 

Menurut Agus, seharusnya kontrak (perbankan) yang dilakukan di Indonesia, dibuat dalam bahasa Indonesia. Sementara kontrak dalam bahasa asing dibuat hanya untuk bahasa alternatif. Jadi basisnya bahasa Indonesia, tetapi translate-nya dalam bahasa Inggris, ujar Ketua Ikatan Bankir Indonesia (IBI) ini.

 

Senada dengan Agus, Deputi Gubernur BI Budi Mulya mengatakan sudah semestinya kontrak yang dilakukan di Indonesia dibuat dalam bahasa Indonesia. Ya harusnya dong. Kan kalau kita membuat kontrak rumah dengan orang asing, kan ada bahasa Inggris dan bahasa Indonesianya, tutur Budi Mulya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: