"Benar saudara LN (La Nyalla) dalam posisi 'over stay' di Singapura dan diserahkan kepada pejabat Imigrasi di KBRI Singapura untuk proses pemulangan ke Indonesia," kata Kepala Humas Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Heru Santoso di Jakarta, Selasa.
Asisten Atase Imigrasi KBRI Singapura Sandi Andaryadi menyebutkan kronologis proses pemulangan Ketua Kadin Jawa Timur dan Ketua PSSI, La Nyalla Mattalliti.
Awalnya pada pukul 10.30 waktu setempat dihubungi pihak keamanan setempat bahwa La Nyalla melanggar keimigrasian, katanya di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Selasa malam.
La Nyalla melanggar keimigrasian yakni tinggal di Singapura melebih batas waktu atau over stay.
"Dia berada di sana sejak tanggal 29 Maret 2016 dan diberikan bebas visa selama satu bulan, yakni sampai 28 April 2016," katanya.
Namun, La Nyalla selanjutnya tidak melaporkan kepada pihak berwenang hingga harus dilakukan tindakan deportasi.
Untuk proses pemulangan ke Indonesia, kepada yang bersangkutan telah diberikan Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk sekali jalan ke Indonesia.
Selanjutnya dengan menggunakan penerbangan pesawat GA835 dengan rute penerbangan Singapura-Bandara Soekarno-Hatta pukul 17.35 waktu setempat dan tiba di Jakarta pukul 18.30 WIB.
"Selanjutnya diserahkan ke kejaksaan," katanya.
Sebelumnya, tiga kali kejaksaan kalah dalam menghadapi praperadilan yang dimohonkan oleh pihak La Nyalla Mattalitti. Praperadilan ini terkait surat perintah penyidikan (Sprindik) yang dikeluarkan Kejati Jatim. Meskipun kalah, Kejati Jatim kemudian mengeluarkan sprindik baru.
Mustofa Abidin selaku tim pengacara Ketua Kadin Jatim La Nyalla Matalitti menilai Kejaksaan Tinggi Jawa Timur telah melakukan pembangkanan terkait dengan penetapan kembali kliennya sebagai tersangka perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim.
"Ini berarti Kejati Jatim tidak patuh pada putusan hukum yang melalui Pengadilan Negeri Surabaya yang menyatakan bahwa perkara ini sudah tidak dapat kembali disidik," katanya, Selasa.
Dia mengatakan pihaknya menyesalkan apa yang dilakukan Kejati Jatim.
"Aparat penegak hukum justru tidak patuh pada hukum. Ini ironis dan langkah mundur dalam penegakan hukum," kata Mustofa.
Ia mengemukakan perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim yang disangkakan kepada La Nyalla Mattalitti adalah perkara yang telah diputus pengadilan pada 18 Desember 2015 dengan dua terpidana dari jajaran pengurus Kadin Jatim, yaitu Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring.
"Perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Dalam dakwaan disebutkan, Diar dan Nelson adalah pelaku tindak pidana dan tidak ada pelaku peserta (deelneming) yang lain selain keduanya," katanya.
Namun, kata dia, pada 2016, Kejati menerbitkan serangkaian Sprindik dan penetapan tersangka terhadap La Nyalla. Sudah ada tiga putusan pengadilan yang membatalkan Sprindik-sprindik tersebut, yaitu putusan tanggal 7 Maret 2016, 12 April 2016, dan 23 Mei 2016.
"Total ada lima putusan pengadilan, yaitu dua putusan pengadilan tindak pidana korupsi dan tiga putusan pengadilan praperadilan, dalam perkara ini. Semuanya jelas dan gamblang menyatakan bahwa perkara ini tidak dapat disidik kembali antara lain karena sudah tidak ada kerugian negara. Selain itu, Pak La Nyalla dalam dakwaan tahun 2015 jelas-jelas tidak pernah disebutkan sebagai pelaku peserta sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP," katanya.
Ia juga menyayangkan kepada Kejati Jatim yang tidak mau menyebutkan nomor Sprindik terbaru dan keluarga La Nyalla maupun Tim Advokat Kadin Jatim juga tidak menerima kiriman salinan penetapan tersangka dari Kejati Jatim.
"Tampak jelas adanya kesewenang-wenangan. Kejati Jatim sudah bermain sangat kasar, sama sekali tidak mencerminkan sikap aparat penegak hukum. Pernyataan-pernyataan Kepala Kejati Jatim sepenuhnya opini, bukan berbasis pada fakta hukum. Teman-teman saya dari fakultas hukum berbagai kampus sampai geli sendiri mendengar dan membaca pernyataan beliau," katanya. (T.KR-IDS)