LBH Pers: SE Kapolri Hate Speech Bisa Jadi Mainan Aparat
Utama

LBH Pers: SE Kapolri Hate Speech Bisa Jadi Mainan Aparat

Polri membantah SE Hate Speech terbit untuk membungkam kebebasan berpendapat.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Penanganan demonstrasi oleh aparat Polri. Foto: RES (Ilustrasi)
Penanganan demonstrasi oleh aparat Polri. Foto: RES (Ilustrasi)
Delapan Oktober 2015, Polri menerbitkan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (SE Hate Speech). Terdiri dari empat butir, SE Hate Speech mengatur antara lain lingkup perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai hate speech dan tindak pidana yang berkaitan.

Butir 2 huruf f SE Hate Speech menyatakan “bahwa ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHP, dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong”.

Selanjutnya butir 2 huruf h mengatur jenis-jenis media yang dapat digunakan untuk hate speech antara lain orasi kampanye, spanduk atau banner, jejaring media sosial, demonstrasi, ceramah keagamaan, dan media massa cetak maupun elektronik.

Pada butir 3, SE Hate Speech memberikan sejumlah arahan kepada anggota Polri mulai dari tindakan preventif, intelijen, hingga respresif. Untuk tindakan represif, SE Hate Speech memberi arahan kepada anggota Polri untuk melakukan penegakan hukum.

“Apabila tindakan preventif sudah dilakukan oleh anggota Polri namun tidak menyelesaikan masalah yang timbul akibat dari tindakan ujaran kebencian, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui penegakan hukum...,” begitu bunyi butir 3 huruf b SE Hate Speech.

Sejumlah ketentuan perundang-undangan yang dijadikan rujukan penegakan hukum yang disebut dalam SE Hate Speech antara lain KUHP: Pasal 156-157, dan Pasal 310-311; UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik: Pasal 28 jis Pasal 45 ayat (2); UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis: Pasal 16.

Dalam siaran pers, LBH Pers menilai SE Hate Speech telah menyempitkan Pasal 311 KUHP menjadi salah satu pasal hate speech. Menurut LBH Pers, Pasal 311 KUHP seringkali diterapkan kepada siapapun yang melakukan haknya untuk bebas berekspresi dan berpendapat.

Ditegaskan LBH Pers, penanganan kasus Pasal 156 dan 157 KUHP dengan 310 dan 311 KUHP tidak bisa disamakan dengan kasus hate speech karena berbeda objek dengan pencemaran nama baik. Konstruksi hukum ujaran kebencian dengan pencemaran nama baik jelas berbeda. LBH Pers khawatir penerapan SE Hate Speech dapat berujung pada pemberangusan kebebasan berpendapat.

"Nanti bisa salah tangkap, yang ditangkap justru bukan mereka yang menjadi pelaku penyebar kebencian. Ini bisa kacau. Jadi, sebaiknya pencemaran nama baik tidak perlu dimasukkan. Masuknya pencemaran nama baik sebagai bentuk ujaran kebencian ini dapat menjadi mainan para aparat dalam menindak karena bersifat karet,” tulis LBH Pers dalam siaran pers.

LBH Pers mengimbau Kepolisian lebih hati-hati menentukan mana hate speech dan bentuk hak kebebasan berekspresi dan berpendapat. “Ujung-ujungnya, nanti orang yang berpendapat atau mengkritik kinerja seseorang dianggap ujaran kebencian dan dapat dipidana. Ini berbahaya."

Secara khusus, LBH Pers mengungkapkan kekhawatiran dampak dari penerapan SE Hate Speech terhadap kalangan minoritas. Pasalnya, selama ini, menurut catatan LBH Pers, yang menjadi korban dalam kasus hate speech justru kalangan minoritas seperti pelarangan kegiatan ibadah agama minoritas atau relokasi/pengucilan bagi masyarakat yang berbeda pendapat dengan mayoritas.

Kadivhumas Polri Irjen Anton Charliyan mengatakan penerbitan SE Hate Speech bukan bertujuan untuk membungkam kebebasan berpendapat. SE ini, lanjut Anton, dilatarbelakangi oleh beberapa kasus di Tanah Air beberapa waktu lalu yang terjadi karena ujaran kebencian berbau SARA yang dihembuskan pihak yang menginginkan perpecahan.

"Dua kasus paling baru, kasus Tolikara, mereka (masyarakat) berkumpul via dunia maya. Kasus Singkil, ada provokasi bakar gereja lewat dunia maya. Jangan sampai (kecanggihan) elektronik dijadikan alat," katanya.

Adanya SE Hate Speech, kata dia, hanya mengingatkan semua pihak agar berbicara, mengeluarkan pendapat di muka umum atau di dunia maya dan berorasi dengan lebih hati-hati. "Mulutmu harimaumu. Jangan sembarangan berbicara. Sebagai bangsa yang santun, cerminkan budaya kata dan bahasa yang baik," ujarnya.
Tags: