MA Berperan Tingkatkan Kemudahan Berusaha di Indonesia
Berita

MA Berperan Tingkatkan Kemudahan Berusaha di Indonesia

Percepatan penanganan sengketa bisnis di pengadilan salah satu cara.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ridwan Mansyur, Kepala Biro Hukum dan Humas MA. Foto: SGP
Ridwan Mansyur, Kepala Biro Hukum dan Humas MA. Foto: SGP

Peningkatan kemudahan berusaha (easy of doing business) di Indonesia terus digalakkan seiring pelaksanaan program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2020. Sebab, tahun ini Pemerintah telah mencanangkan peningkatan rangking kemudahan berusaha dari peringkat ke-109 menjadi peringkat ke-40. Survei kemudahan berusaha dilakukan setiap tahun oleh World Bank.

Upaya peningkatan itu untuk menumbuhkembangkan sektor usaha kecil-menengah dalam negeri sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian dengan perangkat hukum memadai yang memberi kepastian, keamanan, dan jaminan lebih baik dalam berusaha. Misalnya, memberi kemudahan berbagai proses perizinan usaha, pembebasan lahan, perpajakan. Lalu, bagaimana peran MA dan pengadilan di bawahnya guna meningkatkan kemudahan berusaha?

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan peran peradilan dalam kemudahan berusaha terutama ketika para pelaku usaha dan atau pihak terkait terjadi perselisihan hak dengan melibatkan pengadilan. Setidaknya, ada dua parameter kemudahan berusaha yang beririsan dengan kewenangan peradilan yakni penegakan kontrak (enforcing contract) dan penyelesaian kepailitan (resolving insolvency). “Kita ambil peran di enforcing contract dan penyelesaian kepailitan (niaga),” ujar Ridwan Mansyur di gedung MA, Jum’at (11/3).

Senin (07/3) pekan ini, MA bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Badan Koordinasi Penanaman Modal menggelar seminar bertajuk “Peran Peradilan dalam Meningkatkan Kemudahan Berusaha di Indonesia” di Jakarta. Acara ini dihadiri pimpinan MA, hakim agung, kalangan praktisi hukum, praktisi bisnis, perwakilan organisasi internasional, negara donor.

Ridwan menjelaskan penegakkan kontrak bisnis dan penyelesaian perkara niaga ini diarahkan pada percepatan penyelesaian perkara baik di pengadilan biasa maupun pengadilan niaga. Artinya, tahapan dan hukum acaranya lebih disederhanakan lagi guna memberi kemudahan, kepastian, dan keadilan bagi para pihak terkait kegiatan usaha. Seperti, terbitnya Peraturan MA (Perma) No. 2 Tahun 2015  tentang Tata Cara Gugatan Sederhana.

“Gugatan sederhana ini hanya beberapa tahapan yang sudah diputus dalam 30 hari, hakimnya tunggal, nilai gugatan di bawah Rp 200 juta, putusannya final, dan tidak harus memakai lawyer,” kata Ridwan menjelaskan.

Selain itu, Kelompok Kerja (Pokja) MA yang diketuai Mohammad Saleh tengah menyusun draft PERMA atau SK KMA tentang Tata Cara Gugatan Perkara Niaga guna lebih mempercepat proses penyelesaian perkara niaga. Sebab, selama ini proses penyelesaian perkara niaga di pengadilan niaga masih memakan waktu 3-6 bulan.

“Nantinya, tahapan dan jangka waktu penyelesaian perkara niaga lebih disederhanakan, lebih cepat. Misalnya, penundaan sidang biasanya seminggu, nanti penundaan sidang cukup 2-3 hari termasuk mempersingkat jangka waktu di tahap pemberesan utang,” kata Ridwan.

Ketua MA M Hatta Ali saat menjadi pembicara kunci di acara seminar itu, mengatakan kepastian hukum dalam dunia usaha sangatlah penting dengan memperhatikan enforcing contractdanresolving insolvency. Sebab, tanpa survei ini pun pelaku usaha yang rasional tentu akan menyelidiki dua hal tersebut ketika hendak memulai usaha.

“Pelaku usaha sulit memutuskan untuk mulai usaha tanpa ada kepastian ketika perjanjian yang dibuat tidak dapat ditegakkan dengan baik atau proses kepailitan tidak bisa dijalankan sesuai harapan. Akibatnya, mereka berpikir potensi kerugian uang jauh lebih besar daripada pemulihannya,” kata Hatta Ali dalam sambutan pidatonya.

Guna mendukung upaya peningkatan kemudahan berusaha di Indonesia, MA menelorkan sejumlah kebijakan terutama dalam hal percepatan penanganan sengketa bisnis di pengadilan. Selain Perma Gugatan Sederhana, Hatta menyebut SEMA No. 2 Tahun 2014 yang memotong standar waktu penyelesaian perkara di pengadilan tingkat pertama dan banding. Dari 6 bulan menjadi 5 bulan dalam peradilan tingkat pertama dan 3 bulan  dalam peradilan tingkat banding.

Lalu, SK KMA No. 214 Tahun 2014, yang secara khusus mengatur standar waktu penyelesaian perkara di tingkat kasasi yang dipersingkat menjadi hanya 250 hari atau 8 bulan (sebelumnya 1 tahun) dengan memotong tahapan hingga 9 tahapan.Selain itu, (Perma) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Diharapkan, sengketa yang terjadi dapat segera diselesaikan dalam waktu singkat, biaya yang murah serta hubungan baik para pihak tetap terjaga. Dengan demikian kegiatan usaha dapat terus berlanjut dengan baik. Pencapaian tersebut secara langsung maupun tidak langsung membantu masyarakat pencari keadilan, termasuk bagi para pelaku usaha yang berupaya menyelesaikan sengketanya,” katanya.
Tags:

Berita Terkait